Ini Alasan Hewan Pemakan Bangkai Tidak Keracunan saat Makan Bangkai Busuk

Reporter

Tempo.co

Editor

Nurhadi

Jumat, 17 September 2021 15:06 WIB

Kondisi bangkai hewan yang mati akibat kebakaran hutan di Manavgat, Provinsi Antalya, Turki, 28 Juli 2021. REUTERS/Kaan Soyturk

TEMPO.CO, Jakarta - Sebujur bangkai hewan, apalagi yang telah membusuk, akan sangat berbahaya jika dikonsumsi. Hal ini lantaran dalam bangkai tersebut terdapat sejumlah bakteri pengurai yang mematikan. Hewan pemakan bangkai bisa mengakali hal tersebut, sehingga risiko keracunan akibat memakan bangkai hewan lain dapat dihindari. Lalu bagaimana hewan pemakan bangkai tidak pernah keracunan saat memakan bangkai?

Ada banyak hewan pemakan bangkai di belahan bumi ini, seperti burung nasar atau hering, singa dan hyena, reptil seperti buaya dan biawak, serta sejumlah karnivora lainnya. Beberapa hewan telah beradaptasi dengan bakteri pengurai dan menjadikan pencernaan mereka memiliki semacam antibakteri untuk bertahan, ada juga yang sengaja “menyuapkan” bangkai berbakteri kepada anak-anak mereka agar kebal di kemudian hari.

Burung nasar terkenal reputasinya sebagai satwa pemakan bangkai hewan lain, tak jarang bangkai hewan yang telah membusuk pun mereka lahap. Bakteri berbahaya yang mungkin jadi mimpi buruk bagi makhluk hidup lain, yang dapat menyebabkan keracunan makanan yang parah, takluk di lambung burung nasar. Fakta menarik lainnya, saat burung nasar menemukan bangkai, mereka akan mengupas bangkai yang membusuk hingga ke tulang. Jika kulit hewan yang mati terlalu keras untuk ditusuk dengan paruhnya, mereka akan merobek pada bagian lunak seperti anus.

Akibatnya, burung nasar tak hanya makan daging yang telah membusuk, tetapi juga mengandung kontaminan kotoran yang akan membunuh sebagian besar hewan lain. Burung nasar kebal terhadap mikroba mematikan yang terkandung dalam bangkai yang mereka makan, termasuk bakteri Clostridia, Fuso dan Anthrax.

Dilansir dari indianapublicmedia.org, sekelompok peneliti internasional melakukan penelitian terhadap 50 burung nasar di Amerika Serikat. Mereka membuat profil DNA bakteri yang hidup di wajah dan usus burung nasar tersebut. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk merekonstruksi perbedaan dan persamaan antara bakteri yang ditemukan pada burung nasar di seluruh belahan bumi barat. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak bisa terjadi pada bakteri saat dicerna dan saat bergerak melalui sistem pencernaan burung nasar.

Advertising
Advertising

Rata-rata kulit wajah burung nasar mengandung DNA sekitar 528 jenis mikroorganisme yang berbeda, sedangkan ususnya hanya mengandung sekitar 76 jenis. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar mikroba, entah bagaimana terbunuh saat masuk ke dalam pencernaan burung nasar, kendati sebagian besar bakteri masih bertahan, tampaknya tidak membahayakan burung nasar.

Anggota tim penelitian tersebut, Michael Roggenbuck, mengungkapkan, burung nasar memiliki adaptasi yang kuat terhadap bakteri beracun yang mereka cerna. Burung pemakan bangkai ini telah mengembangkan sistem pencernaan yang sangat tangguh, yang hanya bertindak untuk menghancurkan sebagian besar bakteri berbahaya yang mereka telan.

“Di sisi lain, burung nasar juga tampaknya telah mengembangkan toleransi terhadap beberapa racun bakteri – spesies yang akan membunuh hewan lain secara aktif tampaknya berkembang di usus bawah burung nasar,” kata Roggenbuck dikutip Tempo dari laman Indiana Public Media.

Selain burung nasar, hewan pemakan bangkai yang juga tidak pernah keracunan meski memakan bangkai busuk adalah singa dan hyena. Kedua binatang buas ini ternyata punya cara unik untuk membuat diri mereka kebal terhadap bakteri mematikan yang terkandung dalam bangkai. Mereka “memvaksinasi” diri dengan memberikan bakteri berbahaya yang terdapat dalam bangkai ke anak-anak mereka. Dengan demikian saat mereka dewasa, anak-anak singa dan hyena telah terbiasa dengan bakteri yang terkandung dalam bangkai dan membuat mereka kebal.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Baca juga: Alasan Burung Nasar Tahan Makan Bangkai

Berita terkait

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

15 hari lalu

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

Penyakit Minamata ditemukan di Jepang pertama kali yang mengancam kesehatan tubuh akibat merkuri. Lantas, bagaimana merkuri dapat masuk ke dalam tubuh?

Baca Selengkapnya

Pakar Ingatkan Bahaya Main Ponsel di Toilet

33 hari lalu

Pakar Ingatkan Bahaya Main Ponsel di Toilet

Penelitian menyebut kebiasaan main ponsel di toilet tentu saja tidak baik karena membuat tubuh lebih mudah terpapar bakteri dan kuman berbahaya.

Baca Selengkapnya

Awas, Ini Tempat yang Diklaim Paling Berkuman di Kantor

45 hari lalu

Awas, Ini Tempat yang Diklaim Paling Berkuman di Kantor

Beberapa titik bisa menjadi tempat berkumpulnya kuman dan bakteri di kantor sehingga Anda harus selalu menjaga kebersihan diri setelah menyentuhnya.

Baca Selengkapnya

Deretan Manfaat Minyak Atsiri, Bisa Meningkatkan Kualitas Tidur hingga Mengurangi Stres

49 hari lalu

Deretan Manfaat Minyak Atsiri, Bisa Meningkatkan Kualitas Tidur hingga Mengurangi Stres

Minyak atsiri atau minyak esensial merupakan senyawa yang diekstrak dari bagian tumbuhan dan diperoleh melalui proses penyulingan.

Baca Selengkapnya

Leptospirosis Penyakit Langganan Musim Hujan, Seberapa Berbahaya?

50 hari lalu

Leptospirosis Penyakit Langganan Musim Hujan, Seberapa Berbahaya?

Leptospirosis adalah penyakit yang kerap muncul setiap musim hujan, terutama di daerah yang rawan banjir dan genangan air. Seberapa berbahaya?

Baca Selengkapnya

Alasan Pengobatan TBC pada Anak Harus Tuntas

50 hari lalu

Alasan Pengobatan TBC pada Anak Harus Tuntas

Anak penderita TBC harus menjalani pengobatan sampai tuntas agar bakteri penyebab infeksi bisa dibasmi sampai habis.

Baca Selengkapnya

Ibu dan 2 Anak di Saparua Maluku Tewas Usai Konsumsi Ikan Buntal, Kenali Bahaya Racun Ikan Fugu Ini

8 Maret 2024

Ibu dan 2 Anak di Saparua Maluku Tewas Usai Konsumsi Ikan Buntal, Kenali Bahaya Racun Ikan Fugu Ini

Racun yang terdapat dalam ikan buntal bernama racun tetrodotoxin, yang dinilai ribuan kali lebih berbahaya dibandingkan sianida.

Baca Selengkapnya

Makan Ikan Buntal 3 Orang Meninggal di Maluku, Mengenali Bahaya Racun Hewan Air Ini

7 Maret 2024

Makan Ikan Buntal 3 Orang Meninggal di Maluku, Mengenali Bahaya Racun Hewan Air Ini

Tiga orang warga Desa Haria, Saparua, Maluku Tengah meninggal akibat keracunan setelah mengonsumsi ikan buntal

Baca Selengkapnya

Gejala Keracunan Vitamin D dan Penanganan agar Tak Sampai Berujung Kematian

6 Maret 2024

Gejala Keracunan Vitamin D dan Penanganan agar Tak Sampai Berujung Kematian

Kenali tanda dan gejala orang keracunan vitamin D agar tak sampai membahayakan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian.

Baca Selengkapnya

Lansia Meninggal karena Kelebihan Vitamin D, Cermati Dosis yang Dianjurkan

6 Maret 2024

Lansia Meninggal karena Kelebihan Vitamin D, Cermati Dosis yang Dianjurkan

Keracunan vitamin D disebut sebagai salah satu faktor penyebab kematian seorang lansia di Inggris. Pahami dosis yang dianjurkan agar tak berlebihan.

Baca Selengkapnya