Situs Prasejarah dekat Gelaran PON Papua: dari Jalan Arwah sampai Ayauge
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Zacharias Wuragil
Kamis, 30 September 2021 11:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, mempromosikan beberapa situs prasejarah yang bisa dijadikan pilihan wisata di antara penyelenggaraan PON XX Papua. Seperti diketahui, pesta olahraga nasional tundaan tahun lalu itu akan digelar dan resmi digulirkan 2-15 Oktober 2021.
“Ada banyak kawasan menarik yang bisa dikunjungi, ada situs megalitikum, ada juga kasawan Danau Sentani yang penah dihuni manusia prasejarah,” ujar dia saat dihubungi, Rabu malam, 29 September 2021.
Berikut detail beberapa situs prasejarah yang ada di Papua, tepatnya di wilayah Jayapura,
1. Situs Megalitikum Khulutiyauw
Situs Megalitikum Khulutiyauw berada di Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura. Lokasi tepatnya berada di puncak Bukit Khulutiyauw, sebelah barat Kampung Abar dengan pemandangan yang disebut Hari, "Instagramable." Di sekelilingnya berupa hamparan savana dan akan terlihat pemandangan Danau Sentani.
Peninggalan megalitik di Bukit Khulutiyauw berupa menhir dan papan batu. Kedua benda ini pada masa prasejarah digunakan sebagai media pemujaan terhadap roh nenek moyang. “Untuk menjangkau situs ini, perlu dilakukan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak sekitar 30 menit saja,” kata Hari.
Namun, pada bagian lereng dan kaki Bukit Khulutiyauw ini hanya terdapat sinyal 2G. Sementara, pada bagian puncaknya terdapat jaringan 4G. “Pengunjung bisa melakukan live streaming melalui media sosialnya, atau hanya sekadar berswafoto saja,” tutur Hari.
Di wilayah ini, terdapat juga jalan arwah—jalan peninggalan masa megalitikum—berupa struktur batu yang disusun satu lapisan. Jalan ini memanjang pada permukaan lereng dari kaki bukit hingga puncak bukit yang berada pada ketinggian 90 mdpl.
Jalan arwah ini memiliki panjang 30 meter dengan lebar 2 meter yang terletak di sisi selatan Bukit Khulutiyauw. Pada masa prasejarah, jalan arwah ini dikaitkan dengan kepercayaan, sebagai media perjalanan arwah dari dunia manusia yang digambarkan sebagai dunia bawah di kaki bukit menuju puncak sebagai dunia atas yang dianggap suci atau sakral.
“Pada masa prasejarah, tempat yang tinggi seperti puncak bukit merupakan tempat bersemayamnya roh nenek moyang atau tempat tinggal dewa-dewa,” katanya, sambil menambahkan, jalan arwah ini mengarah ke Gunung Cyclops yang ada di sebelah utara Danau Sentani.
2. Situs hunian prasejarah Kampung Abar
Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, dikenal sebagai penghasil kerajinan gerabah di Papua. Untuk mencapai kampung ini, dapat dilakukan dengan naik perahu motor dari Dermaga Yahim, Distrik Sentani, sekitar 15 menit, atau dicapai dari Bandara Sentani sekitar 25 menit.
Menurut Hari, aktivitas pembuatan gerabah oleh masyarakat itu sudah dilakukan sejak zaman prasejarah. Arkeolog lulusan Universitas Udayana, Bali, itu juga beberapa waktu lalu telah menemukan pecahan gerabah unik di kawasan Kampung Abar, yang merupakan situs hunian prasejarah.
<!--more-->
Pecahan gerabah di situs prasejarah ini berbeda dengan gerabah masa kini yang dihasilkan oleh masyarakat Abar. “Pecahan gerabah yang ditemukan di situs, terdapat dua jenis, berdinding tebal dan berdinding tipis,” katanya.
Gerabah berdinding tebal merupakan tempayan, pada masa lalu digunakan untuk menyimpan tepung sagu dan air. Sedangkan, gerabah berdinding tipis, merupakan periuk, digunakan untuk memasak.
Selain itu, Kampung Abar juga memiliki acara tahunan festival makan papeda dalam gerabah, yang dilakukan pada 30 September. Dalam festival ini, pengunjung makan papeda dan ikan kuah kuning gratis sepuasnya, dan selesai makan, gerabah boleh dibawa pulang.
3. Situs Megalitium Tutari
Situs megalitikum Tutari terletak di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Kawasan ini memiliki destinasi wisata yang cukup dikenal yaitu Bukit Teletubbies atau dalam bahasa Sentani disebut Bukit Tungkuwiri yang berarti bertemu di tempat itu.
Ada juga destinasi Bukit Tutari dengan tinggalan Megalitikum Tutari. Situs ini berada di ketinggian dengan pemandangan Danau Sentani dan Kota Sentani, yang menyimpan sejarah kebudayaan masyarakat di pinggir Sungai Sentani pada masa prasejarah, tepatnya zaman neolitik akhir.
“Pada zaman itu manusia sudah hidup bercocok tanam, berkelompok, menetap, dan tinggal bersama dalam kampung. Sejarah kebudayaannya terlihat dari peninggalan-peninggalan yang ada di Situs Megalitik Tutari,” ujar Hari.
Diberi nama Tutari karena konon suku yang pernah mendiami wilayah sekitar situs ini adalah suku Tutari. Mereka memperoleh makanan dengan berburu, menangkap ikan, beternak, dan bercocok tanam. Sedang bukit digunakan sebagai tempat penyembahan.
Peninggalan di situs ini antara lain batu lukis, batu bongkahan berbentuk arca, batu berbaris dan menhir. “Di Papua dan Papua Nugini (PNG) yang model begini hanya di sini saja. Kawasannya luas dan peninggalannya bisa dilihat langsung,” tutur Hari.
Lukisannya ada motif manusia, manusia setengah ikan, binatang, tumbuhan, dan benda budaya seperti gelang, kapak batu serta motif geometris seperti lingkaran dan matahari. Semuanya adalah ekspresi pengetahuan manusia saat itu tentang alam sekitar. Makna motif-motif ini tertulis dalam Jurnal Arkeologi Papua berjudul Makna Motif Lukisan Megalitik Tutari.
Kampung Doyo Lama, dapat dicapai sekitar 15 menit dari Bandara Sentani atau 10 menit dari Kompleks Kantor Bupati Jayapura.
4. Situs Warakho
Situs Warakho terletak di Tanjung Warakho, yang juga berada di Kampung Doyo Lama. Situs ini merupakan sebuah tanjung yang dikelilingi oleh perairan danau. Peninggalan arkeologi yang terdapat di situs ini yaitu pecahan gerabah dan papan batu.
“Berdasarkan cerita rakyat Doyo Lama, Situs Warakho pada masa lalu pernah dijadikan sebagai lokasi hunian nenek moyang masyarakat Doyo Lama ketika mereka berpindah dari Pulau Kwadeware,” kata Hari.
Selain itu, perairan sekitar Kampung Doyo Lama juga terdapat bekas-bekas tiang rumah di dalam air. Tiang-tiang rumah ini dari batang pohon soang (Xanthostemon sp). Kayu pohon ini keras dan mampu bertahan lama, sehingga secara tradisional oleh masyarakat Sentani dijadikan sebagai tiang rumah. “Lokasi bekas-bekas tiang rumah ini disebut Ayauge.”
Ayauge merupakan situs hunian dengan rumah-rumah panggung di tepi Danau Sentani. Ayauge pada masa lalu dipilih sebagai lokasi hunian oleh nenek moyang masyarakat Doyo Lama ketika mereka berpindah dari Tanjung Warakho. Lingkungan sekitar Situs Ayauge banyak ditumbuhi pohon sagu dan permukaan airnya banyak terdapat bunga teratai.
Baca juga:
Pemburu Batu Mulia Dunia Kesengsem Manakarra, Disebut Setengah Permata