Jokowi Bicara Tata Ulang Kesehatan di KTT G20, Eks Direktur WHO Usul 7 Aspek

Senin, 1 November 2021 13:20 WIB

Presiden Joko Widodo (kedua) menerima keketuaan atau Presidensi KTT G20 dari Perdana Menteri Italia Mario Draghi (kanan) pada sesi penutupan KTT G20 di Roma, Italia, Minggu 31 Oktober 2021. Presidensi KTT G20 ini merupakan yang pertama bagi Indonesia dan akan dimulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. ANTARA FOTO/Biro Pers Media Kepresidenan/Laliy Rachev/Handout

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam gelaran KTT G20 di Italia, Sabtu, 30 Oktober, Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan dengan pesan yang kuat, salah satunya mengenai kesehatan global. “Dunia harus melakukan tata ulang arsitektur ketahanan kesehatan global,” ujar Jokowi dalam sambutannya.

Menanggapi hal itu, Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020, Tjandra Yoga Aditama, menerangkan bahwa pengertian ‘tata ulang’ yang disampaikan Jokowi cukup luas. “Sehingga saya mengusulkan sedikitnya tujuh aspek yang mungkin perlu dikaji lebih mendalam,” kata dia melalui pesan WhatsApp, Minggu, 31 Oktober 2021.

Tujuh aspek tersebut, yaitu pertama, pandemi Covid-19 harus menjadi katalis untuk perubahan yang sistematis dan mendasar. Hal itu dibutuhkan tatanan global yang baru (new global framework) untuk mendukung pencegahan dan perlindungan terhadap kemungkinan pandemi di masa datang. “Ini harus dilakukan sekarang,” ujar Tjandra.

Yang kedua, berhubungan dengan aktivitas kesehatan lintas negara, yang diperlukan adalah mengacu pada International Health Regulation (IHR). Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengatakan aturan pandemi tidak ada dalam IHR, yang ada hanya istilah Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Padahal, kata Tjandra, pandemi lah yang sekarang memporakpandakan dunia. Pada 2011 ketika dia menjadi anggota The International Health Regulations Review Committee sudah disimpulkan bahwa dunia tidak siap menghadapi pandemi H1N1 ketika itu (the world is ill-prepared).

Advertising
Advertising

Sepuluh tahun kemudian, pada 2021, Independent Panel for Pandemic Preparedness and Response kembali menyebut dunia tidak siap menghadapi pandemi, kali ini disebut sebagai the world was not prepared. Artinya, dengan upaya penerapan IHR selama 10 tahun sejak 2011 sampai 2021 maka dunia tidak juga siap menghadapi pandemi.

“Tentu masih ada berbagai aspek lain dari IHR yang perlu dikaji untuk menilai apakah masih relevan dan atau perlu perubahan mendasar,” tutur Tjandra.

Dia menyarankan suatu aturan yang lebih baik dan lengkap serta memiliki aspek legal yang lebih kuat dalam bentuk Pandemic Framework Convention. Sebagai anggota WHO dan Presidensi G20, Tjandra menambahkan, maka Indonesia tentu punya peran penting, bahkan kepemimpinan strategis, untuk mengkaji IHR dan pembentukan Konvensi Pandemi untuk menyelamatkan dunia ini.

Aspek ketiga, dunia dan semua negara harus melakukan investasi untuk program persiapan (preparedness), termasuk jaminan ketersediaan obat, vaksin, alat kesehatan dan tentunya tenaga kesehatan terampil. “Keempat, penganggaran kesehatan dunia perlu jadi prioritas penting, melalui IMF, Bank Dunia, serta badan keuangan regional,” kata Tjandra.

Aspek kelima, perlu adanya jaminan komitmen tinggi di tingkat kepala negara/kepala pemerintahan di dunia untuk menjalankan berbagai program kesehatan masyarakat. Termasuk mengatasi masalah penyebaran penyakit melewati lintas batas negara.

Keenam, pentingnya kegiatan surveilans di dunia, antarnegara dan di dalam negara masing-masing, agar dapat diketahui data lengkap tentang kecenderungan atau tren penyakit dan masalah kesehatan. “Terutama yang mungkin berpotensi menyebar luas di dunia,” ujar mantan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, itu.

Ketujuh, perlu ada penguatan yang jelas bagi peran dan fungsi WHO dalam hal kemandirian, otoritas dan anggarannya. Hal ini perlu terwujud di WHO tingkat pusat, di berbagai kantor regional serta perwakilan di negara-negara anggota.

Menurut Tjandra yang sekarang menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu, semua aspek tersebut memerlukan kajian diplomasi kesehatan internasional yang mendalam. Indonesia, kata dia, memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan di bidang itu, serta harus berpesan besar, bahkan ikut memimpin tata ulang kesehatan global. “Demi menyelamatkan umat manusia di dunia dan demi nama harum bangsa.”

Baca:
Vaksin Covid-19 untuk Anak 5-11 Tahun, Guru Besar UI: Sinopharm Belum Jelas

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Staf Sri Mulyani Beberkan Rencana Perbaikan Bea Cukai, Apa Saja?

2 jam lalu

Staf Sri Mulyani Beberkan Rencana Perbaikan Bea Cukai, Apa Saja?

Yustinus Prastowo mengatakan Kementerian sudah menyiapkan beberapa rencana untuk menangani masalah di Bea Cukai.

Baca Selengkapnya

82 Tahun Jusuf Kalla, Melihat Kembali Jejak Politik JK Wakil Presiden di 2 Pemerintahan

3 jam lalu

82 Tahun Jusuf Kalla, Melihat Kembali Jejak Politik JK Wakil Presiden di 2 Pemerintahan

Rabu, 15 Mei 2024, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla genap berusia 82 tahun. Ini perjalanan politik JK.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Belum Bahas Kelanjutan Program Bansos Beras 10 Kg, Airlangga: Harga Beras Mulai Turun

4 jam lalu

Pemerintah Belum Bahas Kelanjutan Program Bansos Beras 10 Kg, Airlangga: Harga Beras Mulai Turun

Jokowi memberi sinyal bahwa bansos beras akan dilanjutkan hingga akhir tahun ini.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Lapor Kondisi Ekonomi Global hingga Soal Bea Cukai ke Jokowi di Istana

5 jam lalu

Sri Mulyani Lapor Kondisi Ekonomi Global hingga Soal Bea Cukai ke Jokowi di Istana

Sri Mulyani menyampaikan informasi ihwal perkembangan perekonomian global terkini kepada Jokowi di Istana.

Baca Selengkapnya

4 Permintaan Muhammadiyah ke Jokowi soal Pembentukan Pansel KPK

7 jam lalu

4 Permintaan Muhammadiyah ke Jokowi soal Pembentukan Pansel KPK

PP Muhammadiyah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi mengenai pembentukan Pansel KPK.

Baca Selengkapnya

Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah yang Disorot Masyarakat

7 jam lalu

Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah yang Disorot Masyarakat

Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kepada Presiden Jokowi terkait sorotan publik terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Lapor Perkara Bea Cukai ke Jokowi di Istana, Janji Lakukan Perbaikan

8 jam lalu

Sri Mulyani Lapor Perkara Bea Cukai ke Jokowi di Istana, Janji Lakukan Perbaikan

Sri Mulyani juga menyampaikan tantangan Bea Cukai di era pesatnya perkembangan teknologi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

8 jam lalu

Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

Penugasan untuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro dari Jokowi berlaku per hari ini.

Baca Selengkapnya

Sekretariat Presiden Kucurkan Bantuan untuk Korban Luka Saat Kunjungan Jokowi di Kabupaten Muna

9 jam lalu

Sekretariat Presiden Kucurkan Bantuan untuk Korban Luka Saat Kunjungan Jokowi di Kabupaten Muna

Seorang warga Kabupaten Muna terluka kejatuhan dahan pohon saat helikopter superpuma yang ditumpangi Presiden Jokowi mendarat di alun-alun.

Baca Selengkapnya

198 PSN Rp1.614 Triliun Selesai Dibangun pada 2016-2024, Jokowi Akan Evaluasi yang Lelet

9 jam lalu

198 PSN Rp1.614 Triliun Selesai Dibangun pada 2016-2024, Jokowi Akan Evaluasi yang Lelet

Sebanyak 198 PSN telah rampung dibangun selama periode 2016 hingga 2024, dengan nilai proyek Rp1.614 triliun, sementara yang lelet akan dievaluasi.

Baca Selengkapnya