Pakar BRIN Sebut PLTN Bisa Jadi Solusi Target Net Zero Emission

Selasa, 16 November 2021 12:50 WIB

Pembangkit listrik Biblis di barat daya Jerman, salah satu dari tujuh pembangkit nuklir tertua yang telah ditutup sambil menunggu tinjauan keselamatan tenaga nuklir Jerman.[spiegel.de]

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memiliki target mewujudkan komitmen net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, salah satunya dengan cara pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama. Pembangunan akan dimulai dengan commercial operation date (COD) yang dilakukan pada 2045.

Menurut Profesor Riset sekaligus Peneliti Ahli Utama pada Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Djarot S. Wisnubroto, selama lebih dari dua dekade, topik energi nuklir tidak masuk dalam agenda konferensi perubahan iklim. Namun, pada KTT COP26 yang berlangsung di Glasgow, energi nuklir mulai menjadi perhatian.

“PLTN merupakan salah satu solusi untuk mencapai NZE, karena memiliki karakteristik yang bebas karbon dan mampu menghasilkan daya besar terus menerus,” ujar dia dalam acara virtual bertajuk ‘Prof Talk: Siapkah Energi Nuklir Mendukung Net Zero Emission Indonesia?’ pada Selasa 16 November 2021.

Menurut data dari World Nuclear Association, per Oktober 2021, ada 440 reaktor daya yang beroperasi di 32 negara, ditambah Taiwan. Di luar itu ada 50 reaktor yang sedang dibangun, termasuk di Banglades, India dan Turki. Menurut Djarot yang merupakan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) periode 2012-2018 itu, tenaga nuklir saat ini memiliki kontribusi 10 persen total energi global.

Djarot juga memberikan gambaran dan contoh negara-negara Eropa seperti Swedia, Prancis, Denmark, dan Jerman dari segi share of electricity. Swedia dan Prancis pasokan energinya diisi oleh nuklir dan pembangkt tenaga air, sementara Jerman berencana menghentikan operasi PLTN pada 2022 dan akan bergantung pada energi terbarukan. Denmark 78 persen bergantug pada renewable energy, dan masih menggunakan batu bara yang menjadi tantangan dari sisi emisi.

Advertising
Advertising

Jadi, Djarot menambahkan, energi nuklir dan tenaga air bisa menjadi faktor signifikan dalam memerangi emisi karbon. Secara beban biaya, Jerman menjadi yang paling mahal, disusul Denmark, lalu Prancis dan Swedia. Itulah, menurut Djarot, mengapa banyak negara yang mulai mengatakan akan mencoba menggunakan nuklir.

“Tapi tantangannya, membangunnya lama, sehingga kebijakan banyak negara yang sudah punya PLTN adalah memperpanjang usianya menjadi 80 tahun yang tadinya 40-60 tahun,” tutur Djarot.

Ukraina, dia menambahkan, meskipun memiliki pengalaman buruk karena kecelakaan Chernobyl pada 1986, 53 persen energinya masih tetap berasal dari PLTN. Menurut data, negara itu memiliki 15 PLTN yang beroperasi, sedang membangun dua PLTN baru pasca-empat reaktor dimatikan di Chernobyl. “Mereka tetap bergantung pada PLTN,” katanya.

Sedangkan Jepang, yang juga terkenal dengan kecelakaan Fukushima Daiichi pada 2011, sudah mengoperasikan kembali 10 PLTN, dan 16 lainnya sedang menuju proses untuk beroperasi kembali. Bahkan membangun dua PLTN baru, dan memiliki 27 reactors shutdown. “Tapi Jepang pun itdak memiliki cara lain, dan tetap menggunakan nuklir meskipun ada pro dan kontra.”

Lulusan S3 Bidang Nuclear Engineering School, University of Tokyo, Jepang itu, juga meminta agar semua pihak melihat pro dan kontra secara lebih objektif. Faktor pendukung, kata dia, energi nuklir memiliki emisi karbon rendah, bisa beroperasi dua tahun terus menerus misalnya dengan daya yang besar.

Selain itu, harga listrik kompetitif (meski batu bara yang paling murah), dan harga bahan bakar tidak mempengaruhi harga listrik. “Jadi misalnya saat ini ada harga gas alam naik, batu bara naik, minyak naik, maka harga listrik ikut naik, tapi PLTN ini tidak karena bahan hanya berkontribusi 5-10 persen dari total cost yang ada,” kata Djarot.

Sedangkan kontranya adalah ketakutan kebocoran reaktor nuklir, bagaimana limbah radioaktifnya, dan pembangunannya mahal dan lama. “Serta apa kita bisa mengelola teknologi berisiko, sementara kita memiliki budaya keselatan yang rendah,” katanya.

Berita terkait

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

12 jam lalu

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

BRIN terus berupaya menemukan metode yang paling baru, efektif, dan efisien dalam proses pemurnian protein.

Baca Selengkapnya

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

16 jam lalu

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

Sekarang ukuran roket juga tidak besar, tapi bisa mengangkut banyak satelit kecil.

Baca Selengkapnya

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

1 hari lalu

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

Di Indonesia diperkirakan terdapat 200 ribu spesies jamur, yang di antaranya mampu memproduksi enzim.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

1 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

1 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

2 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

2 hari lalu

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

Penghuni rumah dinas Psupiptek Serpong mengaku pernah melaporkan BRIN ke Kejaksaan Agung atas dugaan penyalahgunaan aset negara

Baca Selengkapnya

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

3 hari lalu

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

Pensiunan Puspitek menyatakan Menristek saat itu, BJ Habibie, menyiapkan rumah dinas itu bagi para peneliti yang ditarik dari berbagai daerah.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

3 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki

3 hari lalu

BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki

Kepala Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan pada BRIN Arywarti Marganingsih mengatakan perumahan Puspitek, Serpong, tak bisa jadi hak milik.

Baca Selengkapnya