Studi Ini Sebut Air Hujan tak Bisa Diminum Lagi

Jumat, 19 Agustus 2022 15:27 WIB

Ilustrasi hujan (pixabay.com)

TEMPO.CO, Jakarta - Jangan pernah minum air hujan jika Anda tidak ingin menelan terlalu banyak Perfluoroalkyl dan Polyfluoroalkyl Substances (PFAS). Keduanya adalah bahan kimia berbahaya yang me-lindi dari material plastik yang sudah kita ciptakan sejak 120 tahun lalu.

Peringatan itu diberikan karena Bumi telah secara resmi melampaui zona amannya untuk tingkat pencemaran plastik. "Batas untuk PFAS sudah terlewati," kata hasil studi yang dipublikasi dalam Jurnal Environmental Science and Technology, 2 Agustus 2022.

PFAS dikenal berbahaya baik bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Sekarang ini, senyawa kimia yang 'abadi' itu sudah ada di seluruh bagian Bumi dan telah tersemai di atmosfer. Yang pasti, mereka sangat lambat membusuk ataupun terurai di lingkungan.

Itu sebabnya air hujan yang turun di bagian manapun di dunia ini sudah tergolong tidak aman lagi untuk dikonsumsi. Itu jika menuruti standar PFOA--Perfluorooctanoic Acid, salah satu bentuk senyawa PFAS yang paling luas diproduksi dan digunakan--dalam air minum di Amerika Serikat.

"Banyak orang di negara lain masih berharap aman untuk meminumnya dan memang air hujan banyak menjadi sumber air minum kita," kata Ian Cousins, profesor di Departemen Ilmu Lingkungan, Universitas Stockholm, juga ketua tim penulis hasil studi tersebut.

Advertising
Advertising

Ada ribuan bentuk senyawa PFAS berbeda yang telah diproduksi untuk kegunaan atau untuk industri yang juga berbeda-beda. Studi oleh Cousins dkk membandingkan kadar empat bentuknya yang paling umum (PFOS, PFOA, PFHxS, and PFNA) dalam berbagai sumber: air hujan, tanah dan air permukaan seperti sungai, danau dan laut.

Hasilnya, mereka menemukan jumlah dari setidaknya dua bentuk PFAS dalam air hujan, yakni PFOA dan PFOS, yang "kerap jauh melampaui" nilai ambang batas aman dalam air minum menurut standar Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) Amerika Serikat. "Jumlah bahan kimia itu juga di atas standar yang dibuat badan lingkungan di negara-negara lain," kata Cousins memastikan.

Tergantung kepada jenis PFAS, batas aman maksimum yang ditetapkan EPA berkisar mulai dari 0,004 parts per trillion (ppt) untuk PFOA sampai yang terbesar 2.000 ppt untuk PFBS (bentuk lain dari bahan kimia PFAS yang tidak menjadi fokus dari studi). Dan, ketika tubuh manusia melewati batas amannya, senyawa kimia sintetis itu bisa menimbulkan efek merusak dalam tubuh, berpengaruh ke sistem imun, sistem jantung, kesuburan dan masa kembang anak.

Itu semua hanya sebagian kecil saja dari konsekuensi fisiologis dari minum air hujan. Efek lainnya adalah juga dapat menekan respons ank-anak terhadap vaksin, menyebabkan berkurang efektivitasnya. Bahkan khusus untuk PFOA, menurut EPA, sudah ada bukti indikasi menyebabkan kanker pada manusia.

Studi itu juga menemukan siklus PFAS terus berulang dari laut ke udara melalui aerosol. Aliran udara kemudian membawanya ke dalam atmosfer di mana dia menyemai awan hujan dan kembali lagi ke Bumi dalam bentuk hujan.

Bersumber dari mikroplastik

Mikroplastik--bagian terkecil yang bisa terturai dari seluruh produk plastik dan sampah industri--adalah satu sumber PFAS tersebut. Mereka kerap berakhir di samudera dan badan perairan lainnya sehingga berdampak bagi kehidupan di habitat liar.

Mereka menyebar dalam ukuran kurang dari 5 milimeter. Ukuran itu berarti mereka bisa berujung di mana saja, termasuk dalam darah manusia, di mana mereka berkisar antara 700-5000 nanometer atau 0,0007-0,005 milimeter. Sebagai pembanding, tebal rambut manusia sekitar 17.000 nanometer atau 0,017 milimeter.

"Mencapai ambang batas aman standar Amerika untuk PFAS di lingkungan tidak mungkin tanpa biaya pembersihan besar-besaran dalam setiap instalasi pengolahan air minum karena sumber-sumber terbesar untuk air minum di planet ini pasti memiliki konsentrasi PFAS di atas ambang batas," bunyi hasil studi.

Jane Muncke, managing director dari Food Packaging Forum Foundation di Zürich, Swiss, menyatakan tetap saja harus ada yang dilakukan betapapun mahal ongkos tersebut. Dia tidak terlibat dalam studi bersama Cousins dan timnya tapi setuju hasil studi itu seharusnya menjadi peringatan.

Menurut Muncke, sejumlah besar dari biaya untuk mengurangi PFAS dalam air minum hingga ke ambang batas aman yang sesuai dengan pemahaman ilmiah saat ini harus dibayarkan oleh industri yang memproduksi dan menggunakan bahan kimia plastik sintetis tersebut. "Sekarang waktunya menerapkan itu,” kata dia.

POPULAR MECHANICS

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu

Berita terkait

Kandungan Plastik dalam Makanan dan Minuman: Dampak Kesehatan dan Cara Kurangi Konsumsi Mikroplastik

3 hari lalu

Kandungan Plastik dalam Makanan dan Minuman: Dampak Kesehatan dan Cara Kurangi Konsumsi Mikroplastik

Penelitian menunjukkan bahwa hampir semua makanan kita mengandung mikroplastik, dalam bentuk apa saja? Apa bahaya bagi kesehatan?

Baca Selengkapnya

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

4 hari lalu

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

4 hari lalu

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin menyatakan impor untuk komoditas bahan baku plastik kini tidak memerlukan pertimbangan teknis lagi.

Baca Selengkapnya

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

5 hari lalu

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

Proyek penelitian di 13 negara ini bertujuan meningkatkan kesadaran global tentang bahan kimia berbahaya dalam plastik daur ulang

Baca Selengkapnya

Koalisi Desak Pemimpin ASEAN Sukseskan Perjanjian Plastik Global untuk Akhiri Pencemaran

10 hari lalu

Koalisi Desak Pemimpin ASEAN Sukseskan Perjanjian Plastik Global untuk Akhiri Pencemaran

TEMPO, Jakarta- Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mendesak pemimpin ASEAN untuk mengambil sikap tegas dalam negosiasi yang sedang berlangsung untuk mengembangkan instrumen hukum internasional yang mengikat demi mengatasi pencemaran plastik, termasuk di lingkungan laut.

Baca Selengkapnya

Mikroplastik di Dalam Darah Berkorelasi dengan Peningkatan Serangan Jantung

47 hari lalu

Mikroplastik di Dalam Darah Berkorelasi dengan Peningkatan Serangan Jantung

Studi atas tumpukan plak di pembuluh darah pasien rumah sakit di Italia mendapati kandungan mikroplastik yang sangat jelas di bawah mikroskop.

Baca Selengkapnya

Aturan Pembatasan Impor Bahan Baku Bakal Diterapkan, Apindo Minta Ada Pengecualian

20 Februari 2024

Aturan Pembatasan Impor Bahan Baku Bakal Diterapkan, Apindo Minta Ada Pengecualian

Apindo menilai, penerapan aturan itu tak perlu ditunda, namun perlu ada pengecualian pada beberapa bahan baku yang belum dan kurang diproduksi dalam negeri.

Baca Selengkapnya

Bahaya Mikroplastik Bagi Manusia, Sebabkan Radang Paru-paru hingga Turunkan Kualitas Sperma

16 Februari 2024

Bahaya Mikroplastik Bagi Manusia, Sebabkan Radang Paru-paru hingga Turunkan Kualitas Sperma

Apa saja bahaya dari mikroplastik yang tanpa kita sadari masuk ke dalam tubuh dari lingkungan sekitar?

Baca Selengkapnya

Waspada 7 Hewan Ini Kerap Menyusup ke Dalam Rumah Saat Musim Hujan, Begini Cara Mencegahnya

31 Januari 2024

Waspada 7 Hewan Ini Kerap Menyusup ke Dalam Rumah Saat Musim Hujan, Begini Cara Mencegahnya

Saat musim hujan, rumah bisa dimasuki hewan.

Baca Selengkapnya

BRUIN Ungkap Hasil Sensus Sampah Plastik 2022-2023

11 Januari 2024

BRUIN Ungkap Hasil Sensus Sampah Plastik 2022-2023

Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) melaksanakan Sensus Sampah Plastik di 64 titik di 28 kabupaten/kota di 13 provinsi di Indonesia.

Baca Selengkapnya