2 Bulan Gelombang Panas di Cina Masih Bertahan, Terparah di Dunia

Kamis, 25 Agustus 2022 21:49 WIB

Sebuah pagoda yang biasanya terendam air terlihat di Danau Poyang yang mulai mengering di Pulau Louxingdun, Lushan, Cina, 24 Agustus 2022. Poyang yang merupakan danau air tawar terbesar di Cina mulai mengering akibat dampak dramatis dari kekeringan panjang dan gelombang panas. REUTERS/Thomas Peter

TEMPO.CO, Jakarta - Curah hujan rendah dan suhu udara yang mencapai rekor tertinggi di banyak wilayah di Cina berdampak luas bagi orang-orang, industri dan pertanian di negara itu. Sungai dan danau mengering, pabrik-pabrik harus tutup sementara karena tak kebagian pasokan listrik dan tak sedikit lahan pertanian menjadi puso.

Situasi itu dapat berdampak lebih jauh bagi dunia, yakni mengganggu rantai suplai dan memperparah krisis pangan global yang sedang terjadi.

Orang-orang di banyak bagian di Cina sudah selama dua bulan ini mengalami cuaca panas ekstrem. Ratusan stasiun pengukur cuacanya terus melaporkan suhu udara lebih dari 40 derajat Celsius dan banyak angka yang dicatat adalah rekor baru. Bahkan stasiun-stasiun kereta bawah tanah harus menyediakan rest area di mana penumpang bisa memulihkan diri dari hawa panas.

Pada 18 Agustus lalu, suhu udara di Chongqing, Provinsi Sichuan, terukur mencapai 45 derajat Celsius, angka tertinggi yang pernah dicatat di luar wilayah gurun Xinjiang. Pada 20 Agustus, suhu udara terendah di Chongqing hanya sampai 34,9 derajat Celsius, atau suhu minimum tertinggi yang pernah dicatat pada Agustus.

Advertising
Advertising

Seorang wanita menggunakan kipas saat berjalan pada hari yang panas di Shanghai, Cina 19 Juli 2022. REUTERS/Aly Song/File Photo

Apa yang terjadi adalah gelombang panas terpanjang dan terpanas di Cina sejak pencatatan suhu udara dilakukan di negara itu pada 1961. Menurut sejarawan cuaca, Maximiliano Herrera, yang memantau suhu udara ekstrem di dunia, apa yang terjadi di Cina saat ini adalah heatwave paling parah di dunia.

"Ini mengkombinasikan intensitas paling ekstrem, durasi paling ekstrem, dan wilayah terdampak yang sangat luas di satu waktu yang sama," katanya. "Tidak ada dalam sejarah iklim dunia yang setidaknya bisa dibandingkan dengan apa yang sedang terjadi di Cina sekarang."

Bersama cuaca panas ekstrem itu, curah hujan yang rendah telah menyebabkan sungai-sungai menyusut hingga level muka air terendahnya, dan 66 di antaranya benar-benar mengering. Di beberapa bagian aliran Sungai Yangtze, tinggi muka airnya adalah yang terendah sejak pencatatan dilakukan pada 1865.

Foto udara menunjukkan ketinggian air yang rendah di sungai Yangtze di tengah peringatan gelombang panas di Wuhan, provinsi Hubei, Cina, 15 Agustus 2022. China Daily via REUTERS

Di beberapa lokasi, sumber-sumber air mengering dan kebutuhan air bersihnya harus dipasok dengan truk-truk tangki. Pada 19 Agustus lalu, Pemerintah Cina akhirnya mengumumkan waspada kekeringan nasional untuk pertama kalinya setelah sembilan tahun.

Pembangkit listrik tenaga air juga terdampak karena muka air terlalu rendah dan tak mencukupi untuk pengoperasian skala normal. Provinsi Sichuan paling terdampak karena 80 persen dari kebutuhan listrik di wilayahnya biasa dipenuhi dari PLTA.

Akibatnya, ribuan pabrik di provinsi itu harus berhenti sementara karena suplai listrik untuk mereka dikalahkan oleh prioritas menjaga mesin-mesin penyejuk udara di rumah-rumah warga tetap menyala. Perkantoran dan pusat-pusat belanja juga diminta mengurangi penggunaan lampu-lampu dan penyejuk udara untuk berhemat listrik.

Khusus di Sichuan, seluas 47 ribu hektare areal pertanian dilaporkan telah gagal panen dan 433 ribu hektare lainnya rusak. Kementerian Pertanian telah menyatakan akan mengerahkan upaya hujan buatan, meski hasilnya belum bisa dipastikan akan membuat perubahan.

Cina tak sendirian dibekap kekeringan saat ini. Eropa juga mengalami apa yang mungkin menjadi kekeringan terburuk selama 500 tahun. Kekeringan juga hadir di Semenanjung Somalia di Afrika Timur, dan di banyak wilayah di Amerika Serikat dan Meksiko.

Mobil melewati jembatan di cabang Sungai Loire yang mengalami kekeringan saat gelombang panas melanda Eropa, di Mauges-sur-Loire, Prancis, 13 Juni 2022. REUTERS/Stephane Mahe

Turunnya hasil produksi pertanian dari wilayah-wilayah itu dapat memperburuk krisis pangan global yang sudah terjadi bahkan sebelum invasi militer Rusia ke Ukraina--yang membuat banyak negara di dunia menerapkan sanksi ekonomi dengan memboikot produk ekspor dari Rusia, termasuk pangan.

Menurut laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change pada tahun lalu, kekeringan meningkat sebagai dampak dari pemanasan global. Dan, kekeringan itu diprediksi akan menjadi lebih sering dan lebih parah seiring dengan Bumi yang terus menghangat.

NEW SCIENTIST

Baca juga:
Apple Pastikan Gelar Acara 7 September dan Rumor Terkini iPhone 14



Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

6 jam lalu

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

10 jam lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

11 jam lalu

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

12 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Jurus Ampuh Mengatasi Gerah Akibat Hawa Panas

12 jam lalu

Jurus Ampuh Mengatasi Gerah Akibat Hawa Panas

Saat tubuh terpapar suhu ataupun hawa panas, respons alami tubuh adalah dengan memproduksi keringat untuk mendinginkan diri.

Baca Selengkapnya

Suhu Panas di Indonesia, Bukan Heatwave hingga Siklus Biasa

15 jam lalu

Suhu Panas di Indonesia, Bukan Heatwave hingga Siklus Biasa

Fenomena heatwave di sebagian wilayah Asia selama sepekan belakangan tidak terkait dengan kondisi suhu panas di Indonesia

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

16 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

19 jam lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

Masuk Awal Kemarau, Suhu Panas di Indonesia Masih Siklus Normal

20 jam lalu

Masuk Awal Kemarau, Suhu Panas di Indonesia Masih Siklus Normal

BMKG memastikan suhu panas di Indonesia masih bagian dari kondisi tahunan, seperti kemarau, bukan akibat heatwave.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Hawa Panas di Indonesia Menurut BMKG

1 hari lalu

Fakta-fakta Hawa Panas di Indonesia Menurut BMKG

Menurut Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, fenomena hawa panas memiliki karakteristik yang berbeda dan tak memenuhi kriteria sebagai gelombang panas.

Baca Selengkapnya