Ditarik, Laporan yang Sebut Sampah Plastik Tanggung Jawab 5 Negara Asia Termasuk Indonesia

Kamis, 15 September 2022 18:00 WIB

Ilustrasi Selamatkan Dunia dari Sampah Plastik. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Ocean Conservancy (OC), organisasi konservasi yang berbasis di Amerika Serikat, telah menarik kembali laporan yang pernah dipublikasikannya pada 2015 berjudul 'Stemming the Tide'. Laporan itu menempatkan tanggung jawab untuk masalah sampah plastik sepenuhnya di pundak lima negara Asia (Cina, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam) dan saat yang sama mengabaikan peran dari produksi plastik Global North yang berlebihan dan ekspor sampahnya.

Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) Asia Pasifik mengungkap itu dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu 14 September 2022. "Penarikan laporan ini adalah sebuah kesempatan untuk interupsi kolonialisme sampah yang telah berjalan puluhan tahun," kata Froilan Grate, Koordinator GAIA Asia Pasifik.

Dalam keterangannya tersebut, Grate mengungkap kalau GAIA Asia Pasifik dan organisasi anggotanya telah sampai kepada langkah pertama dari sebuah proses keadilan restoratif dengan OC. Proses itu tertuju pada kerusakan bertahun-tahun yang disebabkan laporan 'Stemming the Tide' dengan mengoreksi narasinya, dan menyetujui aksi-aksi restoratif yang diminta komunitas dan sektor-sektor yang paling terdampak oleh laporan itu.

Kontras dengan laporan yang diterbitkan 2015 itu, Grate menerangkan kalau proses ini membimbing ke pemahaman bersama yang baru. Kesepakatan itu mencakup memprioritaskan kebijakan atau regulasi reduksi plastik, menggerakkan sumber-sumber daya yang ada ke solusi Zero Waste, mengecam solusi-solusi yang keliru seperti membakar plastik lewat apa yang disebut insinerator 'sampah menjadi energi' dan 'daur ulang kimiawi'.

Dia menuturkan bahwa Ocean Conservancy dalam posisi meningkatkan kesadaran di antara organisasi lain dan para pembuat kebijakan tentang narasi keliru yang dibawa oleh laporannya. "Kami menyerukan kepada seluruh organisasi untuk berpegang teguh kepada prinsip-prinsip demokrasi ketika berinteraksi dengan komunitas di Global South, dan untuk menghormati solusi-solusi berbasis situasi sebenarnya di lapangan dari komunitas-komunitas," kata Grate.


Kolonialisme sampah dari Utara

Advertising
Advertising

Digulirkan pada 1989, istilah kolonialisme sampah merujuk kepada proses di mana negara-negara maju dan kaya menunjukkan dominasi atas negara-negara lainnya lewat ekspor sampah beracun berbahaya. Negara maju dan kaya itu meninggalkan negara penerima sampahnya (dan kerap negara miskin) dengan masalah lingkungan dan komunitas yang parah.

"Kami menyambut baik komitmen OC untuk memmulihkan bahaya dari laporannya itu, dan mengangkat solusi-solusi Zero Waste," kata Christie Keith, Koordinator GAIA Internasional.

Dia menambahkan, kelima negara Asia yang disebut dalam 'Stemming the Tide' bukanlah yang harus disalahkan untuk massalah sampah plastik. Kesalahan, menurut Keith, ada pada korporasi-korporasi yang membuat dan mendorong peningkatan plastik hingg jumlahnya yang ada saat ini. "Dan mereka yang berjuang untuk solusi komunitas Zero Waste pantas untuk dihargai dan disanjung, bukan diserang," katanya.

Petugas Bea dan Cukai berdiri di depan kontainer berisi sampah plastik yang mengandung limbah berbahaya dan beracun (B3) yang akan direekspor ke negara asal di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Senin, 29 Juli 2019. Petugas gabungan Bea dan Cukai, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perdagangan dan Polri mengirim kembali atau re-ekspor 7 peti kemas yang berisi sampah plastik yang mengandung limbah B3 ke negara asalnya. ANTARA

Aditi Varshneya, Koordinator GAIA Amerika Serikat, menilai isi laporan ‘Stemming the Tide’ juga telah melukai komunitas-komunitas dalam lebih banyak cara daripada yang terbayangkan. "Temuan laporan itu telah menyepelekan upaya panjang komunitas untuk bisa mendapatkan kebijakan yang lestari soal kesehatan, pengelolaan sampah, dan pembiayaan," kata dia.

Rahyang Nusantara dari Aliansi Zero Waste Indonesia menekankan apa yang disampaikan Varshneya tersebut. “Laporan itu (‘Stemming the Tide’) telah menyakiti komunitas kami tapi kami bukanlah korban karena memiliki solusi." David Sutasurya dari Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) menambahkannya, "Kami punya solusi Zero Waste.”

Sutasurya berbagi pengalaman tahun pertama penerapan wilayah pilot Zero Waste YPBB di Bandung. Dia mengklaim, program pilot itu telah berhasil mengurangi sebanyak 950 kilogram produksi sampah harian dan menghemat ongkos pengangkutan sampah senilai Rp 63 juta.

Menurut Satyarupa Shekhar, koordinator gerakan #breakfreefromplastic di Asia Pasifik, laporan OC disusun oleh McKinsey & Company, sebuah perusahan konsultan manajemen global yang beberapa kliennya adalah perusahaan top dunia dalam hal penghasil sampah plastik. Laporan itu disebutnya telah melemahkan pembatasan yang sudah ada untuk insinerator dan malah membuka pintu bagi solusi yang keliru dan inovasi teknologi yang kontroversial untuk berhadapan dengan krisis polusi plastik.

Beberapa contoh yang terkenal adalah, di Filipina, di mana larangan insinerator nasional terancam oleh proposal baru untuk mengizinkan pembangkit listrik tenaga pembakaran sampah. Dan di Indonesia, di mana pemerintahannya terus mendorong insinerator sampah meski faktanya Mahkamah Agung telah membatalkan Peraturan Presiden Nomor 18/2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar.

Fasilitas pengolahan sampah menjadi energi di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019). (ANTARA/Andi Firdaus)

Di luar dari menarik laporan, OC mengakui kesalahannya dalam berfokus pada manajemen sampah plastik, dan menyatakan mempertimbangkan ulang posisinya tentang pembakaran sampah menjadi energi dan teknologi serupa lainnya untuk mengatasi krisis sampah plastik. OC juga sudah mengakui kesalahannya dalam kegagalannya melihat kerja komunitas lokal dan efek dari laporan tujuh tahun lalu bagi para komunitas itu.

Menanggapi perubahan posisi OC tersebut, Aileen Lucero dari Ecowaste Coalition di Filipina dan Daru Rini dari ECOTON di Indonesia mengilustrasikan kalau krisis plastik saat ini bukanlah isu manajemen sampah. Mereka lebih menunjuk problem siklus hidup plastik secara keseluruhan. "Problem yang berawal saat bahan bakar fosil diekstraksi untuk memproduksi plastik sekali pakai," kata Rini.

Baca juga:
Perang Rusia di Ukraina: Drone Iran Harus Hadapi Roket Amerika dan Rudal NATO


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Helldy: Aspal Plastik di Cilegon Bisa Jadi Percontohan

15 hari lalu

Helldy: Aspal Plastik di Cilegon Bisa Jadi Percontohan

Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi akan berkunjung ke Kota Cilegon. Penggunaan aspal plastik dapat menjadi contoh implementasi pengolahan sampah.

Baca Selengkapnya

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

25 hari lalu

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

Proyek penelitian di 13 negara ini bertujuan meningkatkan kesadaran global tentang bahan kimia berbahaya dalam plastik daur ulang

Baca Selengkapnya

Tantangan Besar Tema Hari Bumi 2024: Planet vs Plastics

27 hari lalu

Tantangan Besar Tema Hari Bumi 2024: Planet vs Plastics

Hari Bumi 2024 menyoroti masalah plastik, termasuk sampah plastik, dan mendorong aksi global melawan produksi plastik global yang tak terkendali.

Baca Selengkapnya

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

36 hari lalu

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

Isu penanganan sampah kembali mencuat di tengah perayaan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Sebagian di antaranya berupa sampah plastik.

Baca Selengkapnya

Aktivis Lingkungan Desak Jepang Hentikan Pengiriman Sampah Plastik ke Indonesia

45 hari lalu

Aktivis Lingkungan Desak Jepang Hentikan Pengiriman Sampah Plastik ke Indonesia

Jepang dinilai menjadi negara eksportir sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Jerman.

Baca Selengkapnya

Hasil Survey UI, ICEL dan Greenpeace Ingatkan Dampak Lingkungan Sampah Plastik Scahet dan Pouch

51 hari lalu

Hasil Survey UI, ICEL dan Greenpeace Ingatkan Dampak Lingkungan Sampah Plastik Scahet dan Pouch

Dari total timbunan sampah plastik, ditaksir sekitar 14-16 persen itu berupa sachet dan pouch.

Baca Selengkapnya

Prihatin Sampah Plastik, KFLHK Kampanye Gaya Hidup Lestari Melalui Green Ramadan

53 hari lalu

Prihatin Sampah Plastik, KFLHK Kampanye Gaya Hidup Lestari Melalui Green Ramadan

Sampah plastik mengancam kesehatan dan lingkungan. Klaster Filantropi Lingkungan Hidup dan Konservasi berkampanye melalui program Green Ramadan.

Baca Selengkapnya

Wisatawan Protes Banyak Sampah Plastik di Ha Long Bay

54 hari lalu

Wisatawan Protes Banyak Sampah Plastik di Ha Long Bay

Sampah plastik cenderung lebih banyak muncul di kawasan Ha Long Bay pada September hingga Mei, bertepatan dengan musim pariwisata.

Baca Selengkapnya

16 Tim Mahasiswa Menangkan Kompetisi Proyek Sosial Lingkungan Innovilage 2023

10 Maret 2024

16 Tim Mahasiswa Menangkan Kompetisi Proyek Sosial Lingkungan Innovilage 2023

Innovilage 2023 menyaring ratusan usulan inovasi sosial lingkungan dari kampus. Terdapat 16 tim dengan usulan terbaik yang menerima penghargaan.

Baca Selengkapnya

Atasi Sampah, Garut Bangun Jalan Aspal Plastik Sepanjang 50,2 Kilometer

7 Maret 2024

Atasi Sampah, Garut Bangun Jalan Aspal Plastik Sepanjang 50,2 Kilometer

Untuk mengurangi tumpukan sampah plastik kantong resek, Pemkab Garut bersama Chandra Asri membangun jalan berbahan aspal plastik sepanjang 50,2 km.

Baca Selengkapnya