Bencana Iklim Ancam Belasan Ribu Desa Pesisir dan Sejutaan Nelayan

Selasa, 4 Oktober 2022 21:42 WIB

Nelayan batal melaut karena cuaca di Pantai Depok, Parangtritis, Bantul, Yoyakarta, 13 Februari 2016. Tinggi gelombang yang mencapai 4-7 meter membuat banyak nelayan memilih tidak melaut. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak lebih dari 12 ribu desa pesisir dan lebih dari 86 pulau kecil terluar (terdepan) Indonesia terancam tenggelam karena bencana iklim. Dan sebelum itu terjadi, banyak masyarakat pesisir akan menjadi pengungsi. Lebih jauh, generasi yang hidup pada 2050 akan menghadapi kenaikan air laut dan terancam krisis pangan.

Krisis pangan diperparah dengan jumlah nelayan yang semakin sedikit karena bencana yang sama--menyebabkan banyak nelayan tewas saat melaut karena tak mampu lagi memprediksi cuaca. Nelayan terdampak langsung oleh perubahan iklim yang mengakibatkan waktu melaut pun sangat terbatas. Dalam setahun, mereka hanya melaut selama 180 hari, dan pada akhirnya, di masa yang akan datang bakal terjadi krisis pangan laut.

Parid Ridwanudin, Manajer Kampanye Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil, Eksekutif Nasional WALHI, membeberkan semua itu dalam acara Bedah Dokumen dan Diskusi: Menguak Elemen Keadilan Iklim dalam Aksi Iklim Global dan Penerapannya di Indonesia. Acara itu telah dihelat pada Senin, 3 Oktober 2022.

Dia menyebut masyarakat di pesisir dan nelayan berada di antara mereka yang paling rentan dan mengalami langsung dampak perubahan iklim. Parid mengangkat contoh empat desa di Demak, Jawa Tengah, yang kini telah mulai ditenggelamkan oleh laut. Sedang jumlah nelayan disebutnya sudah berkurang 330 ribu dari 2,16 juta pada 2010 menjadi 1,83 juta orang pada 2019.

Suara masyarakat rentan seperti mereka, Parid menegaskan, sangat strategis untuk didengar dalam perumusan berbagai kebijakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Dia mendorong perlunya Undang-Undang Keadilan Iklim untuk bisa menyelamatkan masyarakat yang rentan tersebut.

Advertising
Advertising

"Tapi malangnya, saat ini, ruang partisipasi publik justru kian menyusut. Alhasil, keadilan iklim pun sulit terwujud," katanya seperti dikutip dari keterangan tertulis yang dibagikan usai acara bedah dokumen dan diskusi itu, Selasa 4 oktober 2022.

Bivitri Susanti, pendiri dan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dan Pengajar Sekolah Tinggi Hukum JENTERA menilai, partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan, terutama kelompok rentan perlu dibuka dengan luas dan bebas dari tekanan. “Perlu perubahan yang transformatif agar suara-suara kelompok rentan benar-benar ditampung dalam kebijakan,” ujarnya.

Siti Rakhma Mary Herwati, Tim Manajemen Pengetahuan di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, ketidakadilan iklim di Tanah Air terbentuk karena ketimpangan kuasa dan adanya privilese bagi kalangan industri ekstraktif. Dia menuturkan, banyak kasus Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditangani LBH berdampak besar pada kelompok rentan, di mana dalam proses rancangannya tidak melibatkan partisipasi publik.

"Di Manado, reklamasi dilakukan tanpa mengajak bicara masyarakat. Jika protes, malah dikriminalisasi," katanya menyebutkan contoh.

Sebaliknya di dunia internasional, Direktur Eksekutif Yayasan Pikul, Torry Kuswardono, mengatakan bahwa elemen keadilan iklim telah masuk dalam dokumen-dokumen resmi IPCC, panel perubahan iklim di bawah PBB. Keadilan iklim ini, dia menambahkan, telah sejak empat dekade lalu banyak disuarakan aktivis di berbagai belahan dunia.

Sejumlah warga beraktifitas di tengah banjir rob yang merendam permukiman mereka di Desa Sriwulan, Demak, Jawa Tengah, Senin, 1 Juni 2020. Warga berharap pemerintah segera menangani permasalahan rob yang kini telah mencapai jalur utama Pantura Demak. ANTARA/Aji Styawan

Di dalam negeri, Torry menjelaskan, keadilan iklim bisa terjadi jika pemerintah membuka partisipasi publik (rekognisi) dari kelompok rentan. Partisipasi ini perlu dijamin oleh prosedur hukum untuk memberikan keadilan yang lebih bagi kelompok rentan yang selama ini paling terkena dampak dari bencana iklim.

“Pada prinsipnya yang paling menderita harus menerima manfaat lebih besar daripada manfaat yang diterima orang rata-rata supaya ketimpangan bisa ditangani,” ujar Tory yang meneliti dokumen IPCC Assessment Report 6 tersebut.

Baca juga:
Studi Arang di Tungku Kuno: Inikah Sebab Tambang Raja Salomo Telantar di Gurun Israel?


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Terpopuler: YLKI Minta Pinjol Ilegal Diberantas, Menteri Budi Arie Sebut Judi Online Hantu

1 hari lalu

Terpopuler: YLKI Minta Pinjol Ilegal Diberantas, Menteri Budi Arie Sebut Judi Online Hantu

Berita terpopuler Tempo: YLKI menuntut pemberantasan Pinjol ilegal, Menkominfo Budi Arie sebut judi online seperti hantu.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: YLKI Minta Akar Pinjol Ilegal Diberantas, Menteri Budi Arie Sebut Judi Online Hantu

1 hari lalu

Terpopuler: YLKI Minta Akar Pinjol Ilegal Diberantas, Menteri Budi Arie Sebut Judi Online Hantu

Berita terpopuler Tempo: YLKI menuntut pemberantasan Pinjol ilegal, Menkominfo Budi Arie sebut judi online seperti hantu.

Baca Selengkapnya

WALHI Tuntut Jepang Hentikan Pendanaan Proyek LNG, Termasuk di Indonesia

2 hari lalu

WALHI Tuntut Jepang Hentikan Pendanaan Proyek LNG, Termasuk di Indonesia

Walhi menuntut Jepang untuk menghentikan pendanaan publik negara tersebut untuk proyek gas dan LNG (Liquefied Natural Gas). Pasalnya, Walhi menilai proyek itu berdampak buruk pada lingkungan dan melanggar hak asasi manusia.

Baca Selengkapnya

Tanggapan Walhi Jatim Terhadap Banjir di Kota Surabaya Sepanjang 2024

2 hari lalu

Tanggapan Walhi Jatim Terhadap Banjir di Kota Surabaya Sepanjang 2024

Pada 2024, Kota Surabaya menjadi salah satu wilayah di Jawa Timur yang merasakan langsung dampak banjir. Walhi Jatim beri tanggapan.

Baca Selengkapnya

Walhi Tuntut Jepang Akhiri Pendanaan Proyek Gas Fosil yang Menimbulkan Bencana

3 hari lalu

Walhi Tuntut Jepang Akhiri Pendanaan Proyek Gas Fosil yang Menimbulkan Bencana

Menurut Walhi, pasca Perjanjian Paris, JBIC justru menjadi penyandang dana gas fosil terbesar di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

4 hari lalu

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

KJRI mengatakan, APPM mengatakan 3 kapal nelayan Natuna ditangkap karena melaut di dalam perairan Malaysia sejauh 13 batu dari batas perairan.

Baca Selengkapnya

Cegah Krisis Pangan ala Gang 8 Malaka Jaya, Duren Sawit, Jakarta Timur

5 hari lalu

Cegah Krisis Pangan ala Gang 8 Malaka Jaya, Duren Sawit, Jakarta Timur

Inisiatif lokal untuk mitigasi krisis pangan lahir di jalan gang di Kelurahan Malaka Jaya, Duren Sawit, Jakarta Timur. Berbekal dana operasional RT.

Baca Selengkapnya

Demo Tolak Tambang Timah di Kantor Gubernur Bangka Belitung, Walhi: Setop IUP Baru

6 hari lalu

Demo Tolak Tambang Timah di Kantor Gubernur Bangka Belitung, Walhi: Setop IUP Baru

Walhi menyebut fakta kacaunya tata kelola timah di Bangka Belitung juga dapat dilihat dari perubahan peradaban masyarakat adat.

Baca Selengkapnya

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

6 hari lalu

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

Tiga kapal nelayan Indonesia asal Natuna ditangkap oleh penjaga laut otoritas Malaysia. Dituding memasuki perairan Malaysia secara ilegal.

Baca Selengkapnya

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

7 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya