Besok Ada Peristiwa Langit Hujan Meteor Leonid, Apa itu Hujan Meteor?

Reporter

Idris Boufakar

Editor

Dwi Arjanto

Rabu, 16 November 2022 17:59 WIB

Ilustrasi lokasi kemunculan hujan meteor Tau-Herculids. Foto/Instagram/belajarastro.id

TEMPO.CO, Jakarta -Beberapa hujan meteor akan berlangsung aktif selama bulan November. Puncaknya diperkirakan terjadi pada malam 17 November dan pagi 18 November di Asia Tenggara.

Dilansir dari laman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hujan meteor adalah fenomena astronomis tahunan yang terjadi saat sejumlah meteor berpindah dari titik tertentu di langit.

Hujan meteor ini tampak seperti bintang jatuh. Padahal sesungguhnya, merupakan batuan atau debu antar planet yang memasuki atmosfer dan terbakar karena gesekan dengan atmosfer.

Melansir dari situs Earthsky kita dapat melihat 10 hingga 15 meteor per jam saat puncaknya. Akan tetapi, apabila langit terang bulan, beberapa meteor yang sinarnya amat cerah bisa tetap terlihat meski berada di bawah cahaya satelit alami Bumi.

Waktu untuk Melihat Meteor

Di mana pun Anda berada di Bumi tidak masalah ketika Anda menonton pada pagi hari saat puncak hujan meteor. Namun ada baiknya Anda menonton pada jam-jam antara tengah malam dan fajar, ketika gerak maju Bumi melalui ruang angkasa telah membawa bagian Bumi langsung ke aliran meteor.

Sedangkan tempat terbaik untuk menyaksikan hujan meteor Leonid harus jauh dari keramaian kota, sehingga bintang-bintang yang berkilauan, yang tenggelam lantaran lampu kota, mulai muncul.

Anda bisa mengunjungi laman EarthSky's Best Places to Stargaze untuk mendapatkan rekomendasi lokasi terbaik melihat bintang jatuh berdasarkan negara di mana Anda tinggal.

Hujan Meteor

Meteor dalam hujan tahunan dinamai untuk menunjukkan titik di langit yang terkena pancaran. Hujan meteor Leonid berasal dari konstelasi Leo the Lion (Leo si Singa), karena meteor-meteor ini memancar keluar dari sekitar bintang-bintang yang mewakili Lion's Mane.

Jika Anda melacak jalur meteor Leonid di kubah langit, mereka akan tampak mengalir dari dekat bintang Algieba di rasi bintang Leo. Titik di langit di mana mereka muncul untuk memancarkan sinar disebut titik bercahaya. Titik bercahaya ini adalah ilusi optik.

Baca juga : Langit September Diwarnai 2 Hujan Meteor, Oposisi Jupiter, Ekuinoks

Ilusi titik radiasi semacam itu disebabkan oleh fakta bahwa meteor bergerak pada jalur paralel. Dalam beberapa tahun terakhir, menurut Earthsky, banyak yang salah kaprah bahwa kita harus mengetahui keberadaan titik pancaran hujan meteor untuk menyaksikan hujan meteor itu sendiri.

Namun, menurut Earthsky, kita sebenarnya tidak perlu melakukannya. Meteor biasanya tidak terlihat sampai 30 derajat atau lebih dari titik pancarannya. Mereka melesat keluar dari radiasi ke segala arah. Jadi, meteor Leonid pun demikian. Mereka akan muncul di semua bagian langit.

Hujan Meteor Leonid Terbesar

Sebagian besar astronom mengatakan, dibutuhkan lebih dari 1.000 meteor per jam untuk menganggap hujan meteor sebagai badai. Angka itu masih jauh sekali dari 10 hingga 15 meteor per jam yang diprediksi untuk Leonid kali ini.

Akan tetapi, hujan meteor Leonid dikenal bisa menghasilkan badai meteor. Komet induknya Tempel Tuttle menyelesaikan satu orbit mengelilingi matahari setiap 33 tahun sekali, yang melepaskan material baru setiap kali memasuki tata surya bagian dalam dan mendekati matahari.

Sejak Abad ke-19, para pengamat langit pernah menyaksikan badai meteor Leonid setiap 33 tahun sekali, dimulai dengan badai meteor tahun 1833 yang menghasilkan lebih dari 100.000 meteor per jam. Badai Leonid besar berikutnya terlihat pada 1866 dan 1867. Kemudian diprediksi pada 1899, tetapi tidak muncul.

Baru pada 1966, badai Leonid yang spektakuler terlihat, kali ini di atas Amerika. Pada tahun ini, pengamat di Amerika Serikat bagian barat daya melaporkan melihat 40 hingga 50 meteor per detik (yaitu 2.400 hingga 3.000 meteor per menit) selama rentang 15 menit pada 17 November 1966 dini hari. Pada 2001, badai hujan meteor Leonid yang hebat juga terjadi.

IDRIS BOUFAKAR
Baca juga : Viral di Medsos, Bekas Roket Cina Dikira Hujan Meteor dan Api Santet

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.

Berita terkait

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

18 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

1 hari lalu

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

BRIN terus berupaya menemukan metode yang paling baru, efektif, dan efisien dalam proses pemurnian protein.

Baca Selengkapnya

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

1 hari lalu

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

Sekarang ukuran roket juga tidak besar, tapi bisa mengangkut banyak satelit kecil.

Baca Selengkapnya

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

2 hari lalu

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

Di Indonesia diperkirakan terdapat 200 ribu spesies jamur, yang di antaranya mampu memproduksi enzim.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

2 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

2 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

3 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

3 hari lalu

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

Penghuni rumah dinas Psupiptek Serpong mengaku pernah melaporkan BRIN ke Kejaksaan Agung atas dugaan penyalahgunaan aset negara

Baca Selengkapnya

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

4 hari lalu

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

Pensiunan Puspitek menyatakan Menristek saat itu, BJ Habibie, menyiapkan rumah dinas itu bagi para peneliti yang ditarik dari berbagai daerah.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

4 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya