Peneliti MIT Temukan Warna Laut Berubah sebagai Dampak Perubahan Iklim

Reporter

Nabiila Azzahra

Editor

Erwin Prima

Jumat, 14 Juli 2023 15:30 WIB

Untuk melacak perubahan warna laut, para ilmuwan menganalisis pengukuran warna laut yang diambil oleh Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) di satelit Aqua, yang telah memantau warna laut selama 21 tahun. (Gambar: NASA/Joshua Stevens/USGS/LANCE/EOSDIS Rapid Response)

TEMPO.CO, Jakarta - Warna laut telah berubah secara signifikan dalam 20 tahun terakhir, dan kemungkinan besar penyebabnya adalah perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Temuan ini dilaporkan oleh para ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Pusat Oseanografi Nasional di Inggris dan Amerika Serikat.

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature pada Rabu, 12 Juli 2023, para ilmuwan menulis bahwa mereka telah mendeteksi perubahan warna laut selama dua dekade terakhir yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan variabilitas alami dari tahun ke tahun.

Pergeseran warna ini telah terjadi di lebih dari 56 persen lautan di dunia — bentangan yang lebih besar dari total luas daratan di Bumi.

Secara khusus, para peneliti menemukan bahwa wilayah laut tropis di dekat khatulistiwa telah menjadi semakin hijau dari waktu ke waktu.

Meskipun tidak kentara oleh mata manusia, pergeseran warna ini menunjukkan perubahan ekosistem esensial di lautan, karena warna lautan merupakan cerminan dari organisme dan material di kedalamannya.

Salah satu penulis penelitian, Stephanie Dutkiewicz mengemukakan bahwa dia telah menjalankan simulasi yang telah menunjukkan selama bertahun-tahun bahwa perubahan warna laut ini akan terjadi.

“Melihatnya benar-benar terjadi secara nyata tidaklah mengejutkan, tetapi menakutkan. Dan perubahan-perubahan ini konsisten dengan perubahan yang disebabkan manusia terhadap iklim,” ungkap dia yang berperan sebagai ilmuwan peneliti senior di Departemen Ilmu Bumi, Atmosfer, dan Planet dan Pusat untuk Ilmu Perubahan Global di MIT, dikutip dari situs MIT, 12 Juli 2023.

Menurut penulis pertama penelitian, B. B. Cael dari Pusat Oseanografi Nasional di Inggris, temuan ini memberikan bukti tambahan tentang bagaimana aktivitas manusia memengaruhi kehidupan di Bumi dalam skala ruang yang sangat besar. “Ini merupakan cara lain manusia mempengaruhi biosfer,” imbuhnya.

Rekan penulis penelitian yang sebagian didukung oleh NASA ini juga termasuk Stephanie Henson dari Pusat Oseanografi Nasional, Kelsey Bisson dari Oregon State University, dan Emmanuel Boss dari University of Maine.

Melacak Perubahan Warna dari Ruang Angkasa

Para ilmuwan telah melacak perubahan warna laut berdasarkan berapa banyak cahaya biru versus hijau yang dipantulkan dari permukaan laut. Perubahan ini dipantau dari luar angkasa.

Awalnya, mereka berencana untuk melakukan pelacakan dengan mengamati perubahan klorofil, pigmen yang dimiliki oleh mikroba fitoplankton yang biasa ditemukan di perairan berwarna hijau.

Namun, setelah mengkaji kembali penelitian-penelitian terdahulu, mereka menemukan bahwa jika melacak klorofil saja, akan dibutuhkan setidaknya 30 tahun pemantauan berkelanjutan untuk mendeteksi tren yang secara khusus didorong oleh perubahan iklim. Mereka pun menemukan cara yang lebih efektif.

Cael dan timnya menganalisis pengukuran warna laut yang diambil oleh sebuah alat pengukur cahaya di atas satelit Aqua, yang telah memantau warna laut selama 21 tahun.

Perbedaan warna yang diambil satelit terlalu halus untuk dibedakan oleh mata manusia. Sebagian besar lautan tampak biru, sedangkan warna aslinya mungkin mengandung campuran panjang gelombang yang lebih halus, dari biru ke hijau dan bahkan merah.

Lantas, Cael melakukan analisis statistik terhadap data perubahan warna laut yang diukur oleh satelit dari 2002 hingga 2022. Untuk melihat apakah tren ini terkait dengan perubahan iklim, dia menggunakan model perubahan iklim hasil penelitian Dutkiewicz pada 2019 untuk mensimulasikan apa yang akan terjadi pada lautan dengan atau tanpa gas rumah kaca.

Analisis dengan model ini menunjukkan bahwa jika gas rumah kaca ditambahkan ke atmosfer Bumi, sekitar 50 persen permukaan lautan dunia akan berubah warna. Hasil ini hampir persis seperti yang ditemukan Cael dalam analisisnya terhadap data satelit.

“Hal ini menunjukkan bahwa tren yang kami amati bukanlah variasi acak dalam sistem Bumi,” ujarnya. “Ini konsisten dengan perubahan iklim antropogenik.”

Hasil tim pun menunjukkan bahwa memantau warna lautan di luar klorofil dapat memberi para ilmuwan cara yang lebih jelas dan lebih cepat untuk mendeteksi perubahan yang didorong oleh perubahan iklim pada ekosistem laut.

“Warna lautan telah berubah, dan kita belum tahu bagaimana itu bisa terjadi,” kata Dutkiewicz. “Namun kita dapat mengatakan bahwa perubahan warna mencerminkan perubahan komunitas plankton, yang akan berdampak pada segala sesuatu yang memakan plankton.”

Plankton, khususnya fitoplankton menjadi dasar dari jaring makanan bawah laut dan menopang organisme kompleks dalam laut. Setiap perubahan terhadap fitoplankton akan mengirimkan riak ke seluruh rantai makanan dan mengganggu ekosistem laut yang seimbang.

Hal ini juga disebut akan mengubah seberapa banyak lautan menangkap karbon dioksida, karena plankton dengan jenis berbeda-beda memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam menangkapnya dari atmosfer.

“Jadi, kami berharap orang-orang menganggap ini serius. Bukan hanya model yang memprediksi perubahan ini akan terjadi. Sekarang kita bisa melihatnya terjadi, dan lautan sedang berubah,” tutupnya.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Peneliti Khawatir Berang-berang di DAS Ciliwung Terancam Punah, Kotorannya Mengandung Bioplastik

2 jam lalu

Peneliti Khawatir Berang-berang di DAS Ciliwung Terancam Punah, Kotorannya Mengandung Bioplastik

Berang-berang semakin sulit ditemukan di Sungai Ciliwung.

Baca Selengkapnya

Temuan Peneliti MIT Mengklaim AI Telah Mempelajari Cara Menipu Manusia

2 hari lalu

Temuan Peneliti MIT Mengklaim AI Telah Mempelajari Cara Menipu Manusia

Kemampuan sistem AI ini dapat melakukan hal-hal seperti membodohi pemain game online atau melewati captcha.

Baca Selengkapnya

Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

2 hari lalu

Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

Ilmuwan NOAA mendeteksi badai geomagnetik terbaru yang terjadi pada 11 Maret 2024 dan dampaknya diperkirakan berlanjut hingga Mei ini.

Baca Selengkapnya

Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

3 hari lalu

Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

Sampai kedalaman 4,5 meter tanah ditemukan empat kejadian gempa yang berkaitan dengan Sesar Lembang

Baca Selengkapnya

Suhu Laut Naik Pulau Pling Thailand Ditutup

4 hari lalu

Suhu Laut Naik Pulau Pling Thailand Ditutup

Sebelum penutupan Pulau Pling, Teluk Maya di Thailand sempat ditutup selama enam bulan pada tahun 2018

Baca Selengkapnya

Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

7 hari lalu

Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

Sejak Juni 2023, setiap bulan temperatur bumi terus memanas, di mana puncak terpanas terjadi pada April 2024.

Baca Selengkapnya

Cegah Krisis Iklim, Muhammadiyah Luncurkan Program 1000 Cahaya

8 hari lalu

Cegah Krisis Iklim, Muhammadiyah Luncurkan Program 1000 Cahaya

Program ini berupaya membangun 'Green Movement' dengan memperbanyak amal usaha Muhammadiyah untuk mulai memilah dan memilih sumber energi bersih di masing-masing bidang usaha.

Baca Selengkapnya

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

11 hari lalu

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

Suhu panas yang dirasakan belakangan ini menegaskan tren kenaikan suhu udara yang telah terjadi di Indonesia. Begini data dari BMKG

Baca Selengkapnya

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

12 hari lalu

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

Peneliti Unair berhasil mengukir namanya di kancah internasional dengan meraih best paper award dari jurnal ternama Engineered Science.

Baca Selengkapnya

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

12 hari lalu

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

Sekarang ukuran roket juga tidak besar, tapi bisa mengangkut banyak satelit kecil.

Baca Selengkapnya