Polusi Udara Jakarta Mencemaskan, KLHK akan Dorong Uji Emisi dan Kendaraan Listrik

Reporter

Eiben Heizar

Editor

Dwi Arjanto

Selasa, 15 Agustus 2023 18:45 WIB

Direktorat Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro memberikan keterangan kepada wartawan soal kualitas udara di Jabodetabek pada Ahad, 13 Agustus 2023 di Kantor Kementerian LHK Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tempo/Mutia Yuantisya

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan upaya pemerintah untuk menekan angka polusi udara Jakarta dan sekitarnya, sekaligus umumnya di Indonesia terus dilakukan.

Berbagai solusi mitigasi untuk mengurangi munculnya emisi ini diantaranya dilakukan melalui peningkatan kesadaran uji emisi kendaraan, hingga mendorong penggunaan kendaran listrik. Hal ini disampaikan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Sigit Reliantoro, dalam media briefing di Arboretum Ir. Lukito Daryadi, Jakarta, Minggu, 13 Agustus 2023.

Sigit menjelaskan kepada awak media yang hadir, bahwa berdasarkan hasil inventarisasi dari beberapa kajian, sumber pencemar udara DKI didominasi oleh sumber pencemar lokal. Selain itu, penyebab pencemaran udara DKI ditengarai berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan bakar fosil.

“Untuk DKI Jakarta, berdasarkan beberapa kajian, maka peluang terbesar untuk memperbaiki kualitas udara Jakarta adalah kalau kita menyentuh dari sektor transportasi,” ujar Sigit.

Dalam penjelasannya, Sigit menjelaskan sektor transportasi menjadi penyumbang 44% sumber pencemar, diikuti sektor industri 31%, manufaktur 10%, perumahan 14% dan komersial 1%. Karena sektor transportasi mendominasi, maka keterlibatan, dan partisipasi masyarakat dalam perbaikan kualitas udara merupakan hal yang mutlak.

Sigit menjelaskan bahwa dalam kajian yang dipaparkan oleh Prof. Puji Lestari Ph.D, terdapat bebrapa rekomendasi untuk memperbaiki kualitas udara. Studi tersebut dilakukan untuk seluruh wilayah Indonesia, namun fokus utamanya adalah di Jawa karena memiliki potensi tinggi untuk pencemaran udara.

Advertising
Advertising

"Kebijakan yang paling direkomendasikan adalah utamanya di bidang transportasi, disusul kemudian mengawasi industri dengan memasang alat kontrol emisi yang lebih baik, dan juga mendorong efisiensi energi," papar Sigit.

Khusus untuk jakarta, terdapat studi lebih detail dilakukan oleh lembaga Vital Strategies yang menghasilkan delapan rekomendasi yaitu: (1) Pengadaan kendaraan operasional listrik; (2) Pengetatan standar emisi transportasi umum menjadi EURO4; (3) Pengadaan bus listrik untuk Transjakarta non-mikro; (4) Uji emisi berkala (target EURO2); (5) Peralihan ke angkutan umum; (6) Konversi ke kompor listrik; (7) Pengendalian debu konstruksi; dan (8) Pelarangan pembakaran sampah terbuka.

Sebagian, menurut Sigit sudah dikerjakan seperti PJ. Gubernur sudah berkomitmen akan menambah 100 kendaraan transjakarta elektrik. Yang kita dorong untuk jangka pendek ini adalah uji emisi berkala yang menjadi potensi yang besar untuk mengurangi emisi dari kendaraan yang ada agar sesuai baku mutu.

Namun, Sigit menegaskan bahwa uji emisi bertujuan untuk membuat baku mutu emisi yang keluar dari kendaraan bermotor dapat sesuai dengan yang telah ditentukan. Dirinya juga meminta jangan hanya kendaraan yang teregistrasi di Jakarta saja yang dilakukan uji emisi, namun juga kendaraan yang dari kawasan Jabodetabek.

Kemudian, terkait framing bahwa Jakarta merupakan kota terpolusi di dunia, Sigit menegaskan bahwa hal tersebut tidak valid dan perlu diluruskan. Dirinya menyebutkan bahwa diperlukan data pembanding dengan sistem pemantauan kualitas udara yang lainnya.

"Sistem IQ Air adalah data yang sering dikutip, tapi juga ada pembanding yang menurut saya juga perlu dilihat karena, sekali lagi kita terima kasih dengan sistem pemantauan yang ada seperti ini untuk memberikan peringatan. Tetapi kalau kita di-framing bahwa kita itu terkotor di seluruh dunia nomor satu, itu yang barang kali kita perlu melihat sumber informasi lain seperti yang Index Visual Map," terang Sigit.

Sigit menambahkan, data pada waktu itu di Jakarta itu 119, ada di Copenhagen itu 500, di Alaska terjadi kebakaran hutan 200, dan juga China 262, ada 208 di India, dan bahkan di Eropa ada satu kota di Spanyol 272. "Jadi artinya framing Jakarta terpolusi nomor satu di dunia perlu diluruskan sehingga sebetulnya kalau dicek seperti ini. Jadi sebetulnya kalau ingin lebih fair kita juga harus mengecek ke sumber serupa yang punya data yang sejenis," tambah dia.

Sigit juga menjelaskan bahwa alat sistem pemantauan kualitas udara harus diletakkan pada kondisi yang ideal. Alat pemantau tersebut menurut Sigit harus diletakkan pada tempat yang tidak terpengaruh dengan gedung dan pohon di sekitarnya, sehingga data yang didapat adalah data udara ambient. Dirinya juga menjelaskan keadaan sensor pengukuran yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan kesalahan data akibat fenomena street canyon yang merupakan kondisi di mana angin hanya berputar di sekitar gedung-gedung yang ada di perkotaan.

Sigit pada akhir penjelasannya menjelasakan bahwa cita-cita Indonesia sebagai bangsa yang maju, yang lepas menuju negara yang berpendapatan tinggi, maka harus memiliki budaya yang maju juga. Menurutnya, budaya orang-orang di negara maju, hirarki transportasinya yang utama adalah pejalan kaki, kemudian pesepeda, kendaraan umum, kendaraan listrik, dan kendaraan pribadi berbahan bakar fosil adalah yang paling bawah.

"Sebetulnya, yang direkomendasikan ini adalah kesiapan kita untuk menjadi warga negara maju. Kita harus membantu, untuk kita sendiri dan semua untuk menuju negara yang maju ya budanyanya harus maju," demikian Sigit terkait mengerem polusi udara Jakarta dan Indonesia umumnya.

PPID MENLHK
Pilihan editor: Heru Budi: PNS Pemprov DKI akan WFH untuk Kurangi Polusi Udara Jakarta

Berita terkait

GreenTeams dan KLHK Pasang 60 Pemantau Kualitas Udara Tambahan di Berbagai Lokasi Rawan Polusi

3 hari lalu

GreenTeams dan KLHK Pasang 60 Pemantau Kualitas Udara Tambahan di Berbagai Lokasi Rawan Polusi

Dengan adanya data kualitas udara yang lebih akurat dan terkini, pemerintah dan masyarakat dapat mengambil langkah segera dalam mengatasi polusi.

Baca Selengkapnya

UGM Luncurkan Drone Palapa S-1 yang Dilirik Prabowo, Dipesan KLHK

4 hari lalu

UGM Luncurkan Drone Palapa S-1 yang Dilirik Prabowo, Dipesan KLHK

Drone ini bisa dikembangkan untuk kebutuhan militer dan membawa bom. Uji telah dilakukan tim riset UGM untuk pemetaan kawasan.

Baca Selengkapnya

Walhi Sebut Program Perhutanan Sosial dan TORA Gagal

4 hari lalu

Walhi Sebut Program Perhutanan Sosial dan TORA Gagal

Walhi menilai capaian KLHK masih gagal memenuhi target 12,7 juta hektare perhutanan sosial selama dua periode Jokowi.

Baca Selengkapnya

KLHK: Luas Kawasan Hutan yang Dikelola Masyarakat Meningkat

5 hari lalu

KLHK: Luas Kawasan Hutan yang Dikelola Masyarakat Meningkat

Menurut KLHK, luas kawasan hutan yang dikelola masyarakat meningkat, melalui Perhutanan Sosial dan Tanah Objek Reforma Agraria.

Baca Selengkapnya

Menteri KLHK: Aturan Ketat Perdagangan Karbon untuk Cegah Praktik Greenwashing

5 hari lalu

Menteri KLHK: Aturan Ketat Perdagangan Karbon untuk Cegah Praktik Greenwashing

KLHK menyatakan, ketatnya perdagangan karbon di Indonesia untuk memastikan tidak terjadinya praktik greenwashing.

Baca Selengkapnya

Jakarta Peringkat Kedua Kualitas Udara Terburuk di Dunia Pagi Ini

6 hari lalu

Jakarta Peringkat Kedua Kualitas Udara Terburuk di Dunia Pagi Ini

Konsentrasi PM2.5 di Jakarta pagi ini 13.6 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.

Baca Selengkapnya

Jika Pembelian Pertalite Dibatasi Tersedia Pertamax 92, Apa Keunggulannya?

6 hari lalu

Jika Pembelian Pertalite Dibatasi Tersedia Pertamax 92, Apa Keunggulannya?

Berikut keunggulan Pertamax 92 dibandingkan Pertalite BBM bersubsidi.

Baca Selengkapnya

Menjelang Penyerahan Second NDC Iklim, Masyarakat Sipil Minta KLHK Perhatikan Kelompok Rentan

8 hari lalu

Menjelang Penyerahan Second NDC Iklim, Masyarakat Sipil Minta KLHK Perhatikan Kelompok Rentan

Masyarakat sipil meminta penyusunan dokumen komitmen iklim pemerintah lebih adil dan demokratis, serta memperhatikan kelompok rentan.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Sipil Serahkan Rekomendasi untuk SNDC: Ingatkan Dampak Perubahan Iklim terhadap Kelompok Rentan

9 hari lalu

Koalisi Masyarakat Sipil Serahkan Rekomendasi untuk SNDC: Ingatkan Dampak Perubahan Iklim terhadap Kelompok Rentan

Koalisi Masyarakat Sipil mendorong pemerintah menjadikan momentum penyerahan dokumen kontribusi iklim dalam SNDC sebagai upaya koreksi komitmen iklim.

Baca Selengkapnya

Kualitas Udara Jakarta Memburuk, IQAir Catat Konsentrasi Polutan Terus Meningkat

9 hari lalu

Kualitas Udara Jakarta Memburuk, IQAir Catat Konsentrasi Polutan Terus Meningkat

IQAir mencatat kualitas udara di Jakarta masih berkategori Tidak Sehat hingga Jumat, 30 Agustus 2024. Indeksnya meningkat selama beberapa hari ini.

Baca Selengkapnya