Tangis Guru Besar UGM untuk Adiknya yang Berkorban Putus Sekolah
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 19 Februari 2024 13:21 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Video pengukuhan guru besar baru Universitas Gadjah Mada (UGM) viral di media sosial, Minggu 18 Februari 2024. Video berisi penggalan orasi ilmiah dari Sarjiya yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Teknik Elektro.
Dalam pengukuhan yang telah dilakukan pada 1 Februari 2024 itu, Sarjiya membuat orasi ilmiah yang pada bagian akhirnya berisi ucapan terima kasih antara lain kepada kedua orang tua, tiga kakak, dan satu adik. Suaranya parau dan dia menangis di bagian ini.
Beberapa kali kalimatnya terhenti dan pria berusia 50 tahun asal Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, itu mengambil kertas tisu. Video juga menyorot sang ibu yang tampak berusaha keras menahan air matanya berderai.
"Secara khusus saya memohon maaf kepada adik Suparsih yang pada waktu itu terpaksa tidak bisa lanjut ke bangku SMA meskipun dengan nilai ujian SMP yang sangat baik," kata Sarjiya dalam video itu.
Saat dihubungi pada hari ini, Senin 19 Februari 2024, Sarjiya mengungkap dirinya tengah berada di Amsterdam, Belanda. Kepala Pusat Studi Energi UGM itu selama sepekan ke depan diundang menyambangi sejumlah universitas ternama di Eropa untuk membahas agenda kerja sama pendidikan.
Sarjiya mengaku mengetahui video pengukuhannya sebagai guru besar viral. Dosen Mata Kuliah Operasi dan Perencanaan Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro itu menuturkan, tangisnya saat itu karena sangat teringat perjuangan keluarganya mengantar ia sampai bisa kuliah.
"Saya itu kebetulan anak laki laki satu satunya di keluarga, saya anak ke empat dari lima bersaudara," kata ayah tiga anak itu.
Sarjiya menuturkan lulus dari SMA Negeri 1 Teladan Kota Yogyakarta pada 1993 tepat saat adiknya, Suparsih, juga lulus SMP. Dia kemudian mencoba tes masuk Teknik Elektro UGM dan berhasil diterima. Sedangkan adiknya saat itu juga memiliki nilai ujian akhir SMP sekitar 48 atau rata-rata 8 sehingga berpeluang menyusulnya masuk SMA negeri favorit kala itu.
"Tapi karena ekonomi bapak-ibu saat itu tidak memungkinkan saya dan adik bersama-sama lanjut sekolah, akhirnya adik yang berkorban berhenti sekolahnya sampai SMP dan saya lanjut kuliah," kata suami dari dokter Widya Fatmawati itu.
Sarjiya bercerita, kala 1990-an itu belum ada skema beasiswa untuk jenjang SMP-SMA. Sekolah pun ditanggung sepenuhnya orang tua siswa.
Ayah Sarjiya kala itu hanya berprofesi sebagai buruh angkut tobong gamping atau batu kapur yang hariannya juga menyambi sebagai penderes kelapa. Sedangkan sang ibu, setiap harinya berjualan gula jawa.
Dengan ekonomi serba terbatas, kakak pertama dan kedua Sarjiya tak sampai lulus SD. Sedangkan kakak ketiganya hanya lulus SD. "Kakak-kakak saya tak sampai lulus SD karena orang tua tak sanggup membayar iuran sekolah."
Baca halaman berikutnya: Sokongan didapat dari mereka yang putus sekolah
<!--more-->
Begitu juga saat adiknya lulus SMP, meski perekonomian keluarganya sedikit tertopang karena Sarjiya menumpang hidup di rumah pamannya selama SMA, kondisi keuangan orang tuanya masih tak mencukupi jika harus membiayai Sarjiya yang hendak kuliah dan adiknya yang mau lanjut SMA.
"Bapak saat itu lalu meminta saya lanjut kuliah, dan adik rela jika harus berhenti sampai SMP saja," kata dia.
Cerita Sokongan dari Mereka yang Putus Sekolah
Selama kuliah, Sarjiya juga menyambi bekerja apapun demi membiayai sendiri ongkos transportasinya pulang pergi kuliah naik bus. Makan dan tidur ia masih ditanggung sang paman dan biaya kuliah oleh orang tuanya.
Saudara-saudaranya yang lulus SD dan SMP juga tetap bergotong royong membantu kuliah Sarjiya agar tuntas. "Kakak kakak saya yang tak lulus SD saat itu bekerja menjadi pembantu rumah tangga, namun mereka masih membantu kirim uang untuk saya," kata dia.
Begitupun dengan sang adik, Suparsih, bermodal ijazah SMP memilih merantau bekerja menjadi buruh pabrik di Tangerang. Disebutkannya, kadang Suparsih pun ikut mengirim uang ke Sarjiya agar kuliahnya tuntas.
Akhirnya pada 1998 Sarjiya menuntaskan jenjang sarjananya. Prestasi mengantar dia lantas mendapatkan beasiswa dari Bank Dunia untuk melanjutkan jenjang S2 di Magister Teknik Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UGM.
"Saat masuk S2 itulah saya sudah benar-benar lepas dari pembiayaan orang tua dan kakak kakak saya, karena saat itu saya juga diterima menjadi dosen di UGM," kata Sarjiya mengenang.
Baca halaman berikutnya: Balas budi Sarjiya
<!--more-->
Menjadi lebih mandiri, Sarjiya memacu pengembangan karirnya. Pendidikan doktornya diselesaikan di Program Studi Rekayasa Kelistrikan, Chulalongkorn University, Thailand. Terkini, pada 1 Februari lalu, Sarjiya dikukuhkan UGM sebagai Guru Besar. Sarjiya kini mengajar untuk jenjang S1, S2, dan S3 di UGM.
Balas Budi Sarjiya
Sebagai tanggungjawab moral dan balas budi, Sarjiya kini menanggung biaya pendidikan dari anak anak dari kakak dan adiknya agar bisa mencapai jenjang sarjana. Anak Suparsih, misalnya, kini yang paling besar sudah berkuliah dan satu lagi masih menempuh pendidikan SMK.
"Insya Allah, untuk anak anak dari kakak dan adik saya yang masih sekolah saya yang membantu biayanya saat ini," kata dia.
Sarjiya mengakui, tanpa pengorbanan orang tua, kakak dan adik, ia tak akan bisa mencapai jenjang tertinggi pendidikan saat itu. Dan, menurut dia, masih banyak masyarakat yang mengalami kondisi seperti diri dan keluarganya, "Ekonomi orang tua tidak mampu, sehingga sulit menyekolahkan anak hingga jenjang perguruan tinggi."
Ia pun menuturkan, agar generasi muda yang mengalami kondisi ekonomi sulit tidak mudah menyerah dan sampai putus sekolah. "Pendidikan menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas hidup, taraf hidup, saya berharap pemerintah juga memperhatikan ini," kata Sarjiya.
Pengukuhan Guru Besar
Sarjiya adalah dosen di Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi sekaligus Kepala Pusat Studi Energi UGM. Dia dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Operasi dan Perencanaan Sistem Tenaga di ruang Balai Senat UGM, Kamis 1 Februari 2024.
Orasi ilmiahnya berjudul Integrsi Variable Renewable Energy dalam Perencanaan dan Operasi Sistem Tenaga Listrik Menuju Transisi Energi Berkelanjutan. Di dalamnya, Sarjiya menjelaskan, untuk menuju transisi energi yang berkelanjutan di Indonesia diperlukan pemanfataan secara optimal seluruh potensi energi baik terbarukan maupun non terbarukan.
Pilihan Editor: Kisah Getir Mahasiswa UNY yang Berjuang Bayar Uang Kuliah hingga Akhirnya Tutup Usia