Diduga Rambah Hutan Alam, Jikalahari Akan Bawa APP Group ke FSC

Selasa, 12 Maret 2024 15:26 WIB

Areal pembukaan hutan alam yang diduga melibatkan PT Arara Abadi dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, afiliasi APP Group atau Grup Sinar Mas, pada 12 Februari 2024. Dok. Jikalahari

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) dan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) melaporkan PT Arara Abadi, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk dan PT Riau Indo Agropalma dengan dugaan penebangan kayu alam ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 7 Maret 2024. Dua perusahaan itu terafiliasi dengan Asia Pulp & Paper (APP Group), bagian dari Grup Sinar Mas.

"Gakkum harus cepat melakukan proses telaahan agar penebangan kayu alam tidak terjadi lagi," kata Kordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali kepada Tempo, Selasa, 12 Maret 2024.

Berdasarkan hasil analisis spasial, Jikalahari menemukan dugaan kuat PT Arara Abadi menebang hutan alam seluas 376,8 hektare di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Hutan alam seluas 60,36 hektare berada di kawasan hutan produksi (HP). Sedangkan sisanya, hutan alam seluas 316,44 hektare berada di areal penggunaan lain (APL).

Pengamatan di lokasi hutan produksi juga menemukan dugaan pembukaan hutan alam yang berada tepat di sempadan konsesi PT Riau Indo Agropalma, salah satu perusahaan pemasok ke APP Group. Di lokasi ini masih terdapat sisa log kayu yang belum diangkut dengan panjang 10 meter dan diameter 40 centimeter beserta sisa-sisa tebangan pohon lain yang berserakan. Satu unit ekskavator, yang ditengarai digunakan untuk menumbangkan kayu hutan alam dan membuka kanal, juga berada di lokasi tersebut.

Made juga mengungkapkan rencananya melaporkan temuan ini ke Forest Stewardship Council (FSC), karena APP Sinar Mas melalukan pengurusan re-sertifikasi. "Terkait laporan ke FSC, Jikalahari sedang mengumpulkan bukti-bukti dan melakukan analisis untuk mendorong FSC menghentikan dan menolak proses sertifikasi untuk APP Sinarmas Grup," kata dia.

Advertising
Advertising

Tempo berupaya meminta penjelasan kepada KLHK melalui Direktur Jenderal Penegakan Hukum Rasio Ridho Sani dan Direktur Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi Ardyanto Nugroho tentang laporan Jikalahari dan ICEL ini. Namun belum ada jawaban dari keduanya.

Chief Sustainaibility Officer APP Grup, Elim Sritaba mengatakan pihaknya telah melakukan investigasi internal atas adanya tudingan bahwa APP dan pemasoknya menampung dan memanen hasil hutan yang berasal dari sumber ilegal.

Menurut Elim, hasil investigasi memastikan bahwa tidak ada pasokan yang berasal dari sumber ilegal yang memasuki rantai pasokan PT Indah Kiat Pulp & Paper atau pabrik APP lainnya sejak Februari 2013.

Namun Elim mengakui terdapat Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Arara Abadi dan Koperasi Tani Sejahtera Mandiri (KTSM) Desa Belantaraya di bawah Areal Penggunaan Lain (APL) untuk menjajaki potensi kerjasama. Ia juga menyebutkan belum ada kegiatan operasional oleh kedua belah pihak di lokasi tersebut sejak penandatanganan.

"Tujuan dari MOU ini adalah untuk menemukan potensi kemitraan yang sejalan dengan komitmen APP sebelum melanjutkan ke perjanjian formal," kata Elim melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 12 Maret 2024.

Setiap pemasok baru APP, termasuk dari hutan masyarakat, kata Elim, harus menjalani proses Penilaian Risiko Evaluasi Pemasok (SERA) yang ketat. Hal itu bertujuan untuk meninjau kepatuhan dan komitmen keberlanjutan calon mitra pemasok terhadap kebijakan dan komitmen ESG (Environmental, Social, and Governance) APP.

Elim juga menambahkan, pihaknya menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu mitra pemasok, yakni PT Riau Indo Agropalma karena tidak melaporkan kepada APP mengenai konversi batas konsesi seluas 57 hektar. Hal itu dapat berdampak pada Kawasan Nilai Konservasi Tinggi HCV akibat perubahan Tata Batas Luar dan pengembangan kawasan baru tersebut.

"Kami juga menemukan bahwa pemasok APP, PT RIA menjalin kerjasama berkelanjutan dengan Koperasi Mutiara Mandiri dan Kelompok Tani Makmur Jaya dengan luas total 313 hektar. APP juga tidak diberitahu mengenai kolaborasi ini," kata Elim.

Berdasarkan temuan tersebut, kata Elim, APP telah memberikan peringatan dan meminta PT RIA berkomitmen untuk melakukan tindakan perbaikan untuk memulihkan kawasan dengan NKT dalam waktu tidak lebih dari dua minggu.

IRSYAN HASYIM

Berita terkait

Begini MA Bisa Buat Viral All Eyes on Papua Bermakna Menurut Walhi

11 Juni 2024

Begini MA Bisa Buat Viral All Eyes on Papua Bermakna Menurut Walhi

Perlawanan Suku Awyu dan Suku Moi yang viralkan All Eyes on Papua hanya satu dari banyak kasus yang dihadapi masyarakat adat dan komunitas lokal.

Baca Selengkapnya

59,56 Persen Hutan Alam di Bumi Lenyap Akibat Sawit dan Hutan Tanaman

18 Maret 2024

59,56 Persen Hutan Alam di Bumi Lenyap Akibat Sawit dan Hutan Tanaman

Sedikitnya 212,73 juta hektare hutan alam di bumi lenyap dalam kurun 2001-2020. Disumbang ekspansi perkebunan sawit, hutan tanaman, dan pertanian.

Baca Selengkapnya

Laporan Dugaan Pidana APP Group atau Grup Sinar Mas Dilayangkan ke KLHK

7 Maret 2024

Laporan Dugaan Pidana APP Group atau Grup Sinar Mas Dilayangkan ke KLHK

Dua afiliasi APP Group (Grup Sinar Mas) dilaporkan dalam dugaan tindak pidana ke KLHK. Ditengarai menebang hutam alam dan menampung kayu ilegal.

Baca Selengkapnya

Empat Satwa Kunci Aceh Terancam Deforestasi

5 Maret 2024

Empat Satwa Kunci Aceh Terancam Deforestasi

BKSDA Aceh mengkhawatirkan dampak deforestasi terhadap satwa liar. Ancaman tertinggi dihadapi empat satwa kunci di hutan Aceh.

Baca Selengkapnya

Perambahan Hutan Alam, Sinar Mas Dituding Tadah dan Olah Kayu Ilegal dari Simpang Gaung

1 Maret 2024

Perambahan Hutan Alam, Sinar Mas Dituding Tadah dan Olah Kayu Ilegal dari Simpang Gaung

Sinar Mas diduga menerima melalui pemasok yang mengembangkan modus kerja sama dengan pengelola Hutan Rakyat di Simpang Gaung, Indragiri Hilir, Riau.

Baca Selengkapnya

Polemik Data Deforestasi GFW vs KLHK, Forest Watch Sebut Penyusutan 10,3 Juta Hektare pada 2017-20221

26 Januari 2024

Polemik Data Deforestasi GFW vs KLHK, Forest Watch Sebut Penyusutan 10,3 Juta Hektare pada 2017-20221

Sebelumnya, Menteri Siti Nurbaya mengatakan deforestasi 12,5 juta hektare yang dicatat oleh Global Forest Watch tidak sesuai fakta di lapangan.

Baca Selengkapnya