Mengenal La Nina, Fenomena Cuaca yang Akan Melanda Indonesia
Reporter
Karunia Putri
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 31 Oktober 2024 07:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena La Nina diprediksi akan berdampak di Indonesia. Dilansir dari laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, La Nina adalah fenomena alam yang terjadi ketika suhu permukaan laut di bagian tengah dan timur Samudra Pasifik menjadi lebih dingin dari biasanya.
Penurunan suhu ini disebabkan oleh angin pasat yang bertiup lebih kuat dari biasanya. Hingga mendorong air hangat ke barat menuju wilayah dekat Asia dan Australia. Aliran angin ini akhirnya memengaruhi pola cuaca dan iklim di banyak tempat, termasuk Indonesia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi La Nina mulai melanda Indonesia pada Oktober 2024 hingga Maret 2025. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan, "Ketika La Nina terjadi, pola angin dan sirkulasi atmosfer global mengalami perubahan. Dampaknya bisa berlangsung selama beberapa bulan hingga dua tahun. Fenomena ini sangat memengaruhi curah hujan di Indonesia."
Musim kemarau di Indonesia biasanya berlangsung pada Juni hingga Agustus. Wilayah-wilayah di Indonesia sering kali mendapatkan curah hujan lebih tinggi daripada biasanya. Ketika memasuki September hingga November, curah hujan di bagian tengah dan timur Indonesia, seperti Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara, akan meningkat. Hal serupa terjadi di musim hujan, terutama pada Desember hingga Mei, ketika wilayah timur Indonesia diguyur hujan deras.
Dampak La Nina
Dilansir dari laman Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman, dampak La Nina tidak selalu sama di setiap daerah. Saat puncak musim hujan antara Desember dan Februari, peningkatan curah hujan di wilayah barat dan tengah Indonesia tidak terlalu mencurah. Hal ini karena adanya interaksi dengan angin monsun.
Ketika hujan deras berlangsung terus-menerus, air sungai meluap dan membanjiri pemukiman serta lahan pertanian. Di daerah pegunungan, curah hujan tinggi sering kali menyebabkan tanah longsor. Angin kencang dan puting beliung sering terjadi sehingga mengakibatkan kerusakan pada rumah dan fasilitas umum.
Kondisi lembap yang dibawa La Nina tidak hanya memengaruhi masyarakat secara langsung, tetapi juga berdampak bagi sektor pertanian. Lahan pertanian yang tergenang air menyebabkan akar tanaman membusuk dan hasil panen menurun. Selain itu, hama dan penyakit tanaman seperti wereng atau jamur lebih mudah berkembang di lingkungan yang basah.
La Nina pada 2010
Indonesia pernah mengalami La Nina yang cukup kuat pada 2010. Akibatnya, terjadi curah hujan ekstrem di Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga sebagian Kalimantan. Curah hujan yang lebih tinggi ini membuat risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor, meningkat tajam.
Perbedaan La Nina dan El Nino
Berbeda dengan La Nina, El Nino justru membawa kekeringan panjang dan kekurangan air. Dilansir dari National Weather Service, saat El Nino terjadi, suhu permukaan laut di bagian tengah dan timur Pasifik lebih hangat dari biasanya. Ini membuat wilayah seperti Indonesia dan Australia mengalami musim kemarau ekstrem, sementara Amerika Selatan justru mengalami curah hujan tinggi.
Perbedaan utama antara La Nina dan El Nino terletak pada arah angin dan dampaknya pada curah hujan. Ketika La Nina hujan lebih deras, sementara El Nino justru membuat Indonesia mengalami kekeringan parah.
BMKG | NATIONAL WEATHER SERVICE | DPU
Pilihan editor: BMKG Siap-siap Sambut La Nina Mulai Agustus, Daerah Mana Paling Berdampak