TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah mengusulkan pemakaian verifikasi identitas pemilih secara elektronik (e-Verifikasi) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan KPU DKI menjelang Pilkada DKI Jakarta.
Andrari Grahitandaru, Kepala Program Pemilu Elektronik BPPT, mengatakan alat model e-Verifikasi ini dapat diuji di TPS-TPS rawan atau TPS yang jumlah pemilih tambahannya terbilang banyak.
Sesuai peraturan KPU Nomor 10 tahun 2016 bahwa pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya di TPS sesuai domisili dengan menunjukkan e-KTP dan dilaksanakan antara jam 12.00 dan 13.00.
"Nah, di sinilah potensi adanya e-KTP palsu hasil penggandaan, yang akan digunakan sebagai bukti identitas pemilih tambahan, rawan terjadi," papar Andrari Selasa, 7 Februari 2017.
Untuk itu tambahnya, BPPT juga telah menyiapkan aplikasi pembaca e-KTP yang menampilkan foto dalam e-KTP, yang dapat digunakan dari ponsel berbasis Android yang dapat membaca chip e-KTP melalui media NFC di ponsel. "Rata-rata 4 detik untuk dapat menampilkan foto yang dibaca dari chip e-KTP," tuturnya.
Andrari juga menyebut bahwa BPPT telah menerapkan e-Verifikasi pemilih pada Pemilihan Kepala Desa secara elektronik sejak tahun 2015. e-Verifikasi pemilih menggunakan e-KTP digunakan pertama kali di Pilkades Boalemo secara serentak di 36 desa.
"Seiring maraknya isu e-KTP palsu menjelang Pilkada DKI 2017, kami mengingatkan akan usulan BPPT sejak 2015 bahwa pemilih yang datang ke TPS wajib diverifikasi. Minimal pemilih datang ke TPS membawa e-KTP atau identitas yang sah," tutup Andrari.
Dapat Tunjangan Nyaris Rp 50 Juta, Ini Tanggapan Kepala BRIN
27 Agustus 2022
Dapat Tunjangan Nyaris Rp 50 Juta, Ini Tanggapan Kepala BRIN
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Laksana Tri Handoko menanggapi peraturan baru yang soal tunjangannya yang hampir mencapai Rp 50 juta per bulan.