Kenapa Gempa Bumi di Aceh Bisa Sangat Dahsyat? Ini Jawabannya

Reporter

Jumat, 2 Juni 2017 16:08 WIB

Salah satu kawasan pemukiman di Aceh yang rata dengan tanah akibat diterjang tsunami, 3 Januari 2005. Tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 telah memporak porandakan sebagian wilayah Aceh. Dok.TEMPO/Hariyanto

TEMPO.CO, Colorado - Pernahkah tersirat di benak Anda kenapa dampak gempa bumi di Aceh, yang akhirnya menimbulkan tsunami, pada 2004 bisa begitu dahsyat? Ilmuwan mencoba mengungkapnya dalam jurnal Science edisi terbaru.

Pada 26 Desember 2004, gempa bumi berskala besar disusul tsunami meluluhlantakkan Aceh. Diguncang pergeseran bumi dan diterjang air bah dahsyat, lebih dari 170 ribu orang tewas, 1,3 juta rumah hancur, fasilitas umum, dan sumber-sumber kehidupan rusak. Angka kerusakan dan kerugiannya ditaksir mencapai Rp 42 triliun. Gempa berkekuatan 9,2 skala Richter itu juga menghancurkan kehidupan masyarakat pesisir Samudra Hindia.

Baca: Gempa 6,6 SR di Poso, Ini Wilayah dengan Dampak Terparah

Sebenarnya apa yang terjadi di bawah dasar laut sehingga gempa itu berdampak begitu parah? Tim peneliti internasional, seperti dilansir laman berita Science Daily, telah menemukan bukti bahwa dehidrasi mineral di bawah dasar laut ikut mempengaruhi tingkat keparahan gempa itu.

Peneliti ingin mengetahui penyebab gempa dan tsunami besar tersebut dan kemungkinan hal serupa terjadi di daerah lain dengan sifat geologi yang serupa. "Tsunami Samudra Hindia pada 2004 dipicu oleh gempa yang luar biasa kuat dengan daerah pecah yang luas," kata koordinator ekspedisi riset ini dari University of Southampton, Lisa McNeill.

Riset gempa tersebut dilakukan saat sebuah ekspedisi ilmiah pengeboran laut mendatangi wilayah tersebut pada 2016, sebagai bagian dari International Ocean Discovery Program (IODP). Ekspedisi ini dipimpin peneliti dari University of Southampton dan Colorado School of Mines.

Baca: Tim LIPI Temukan Jejak Tsunami Purba di Aceh Selatan

Selama ekspedisi di atas kapal penelitian JOIDES Resolution, peneliti mengambil sampel, untuk pertama kalinya, sedimen dan batuan dari lempeng tektonik laut yang menyokong zona subduksi Sumatera. Zona subduksi adalah area dua lempeng tektonik bumi bertemu, satu meluncur di bawah yang lain, menghasilkan gempa terbesar di bumi, disertai dengan tsunami yang merusak.

Hasil riset tentang sampel sedimen yang ditemukan jauh di bawah dasar laut kini terinci dalam makalah baru yang dipimpin oleh Andre Hüpers dari MARUM-Center for Marine Environmental Sciences di University of Bremen, yang terbit di jurnal Science.

Batas subduksi utara Sumatera mempunyai karakter struktur dan morfologi yang tak biasa yang mungkin dipengaruhi oleh sifat-sifat sedimen dan batuan yang membentuk batasnya. Berkat dukungan koleksi data geofisika, sejak 2004 pemahaman ihwal struktur batas dan perkembangannya telah bertambah. Tapi pengetahuan soal properti material zona subduksi ini masih minim.

Baca: Ilmuwan Coba Tangkal Tsunami dengan Gelombang Suara

Mereka memusatkan penelitian pada proses dehidrasi mineral sedimen di bawah tanah, yang biasanya terjadi di dalam zona subduksi. Proses dehidrasi ini, yang dipengaruhi oleh suhu dan komposisi sedimen, biasanya mengendalikan lokasi dan tingkat slip antarlempengan, dan karena itu memperparah gempa.

Di Sumatera, tim menggunakan alat bor terbaru untuk mengambil sampel dari bawah dasar laut sedalam 1,5 kilometer. Mereka kemudian mengukur komposisi sedimen dan sifat kimia, termal, dan fisik. Mereka melakukan simulasi untuk menghitung bagaimana sedimen dan batuan akan berperilaku begitu ketika mereka menempuh jarak 250 kilometer ke timur menuju zona subduksi, dan telah terkubur lebih dalam, mencapai suhu yang lebih tinggi.

Peneliti menemukan bahwa sedimen di dasar lautan terkikis dari pegunungan Himalaya dan dataran tinggi Tibet. Lalu sedimen diangkut ribuan kilometer oleh air sungai-sungai di darat dan laut. Sedimen ini cukup tebal hingga mencapai suhu tinggi dan menyebabkan proses dehidrasi sempurna sebelum sedimen mencapai zona subduksi.

Baca: Muncul Pulau Akibat Tsunami, Pemerintah Pantau Garis Pantai

Hal ini menciptakan bahan yang sangat kuat, sehingga gempa tergelincir di permukaan patahan subduksi ke kedalaman yang dangkal dan di atas area sesar yang lebih besar. Ini yang menyebabkan gempa yang sangat kuat terjadi pada 2004.

Menurut Andre Hüpers dari Universitas Bremen, temuan ini menjelaskan luas area pecah atau perpecahan besar, yang merupakan ciri gempa 2004. "Ini juga menunjukkan bahwa zona subduksi lainnya, dengan endapan dan batuan yang tebal dan panas, juga dapat mengalami fenomena seperti ini," ujar dia.

Zona subduksi serupa terdapat di Karibia (Lesser Antilles), di luar Iran dan Pakistan (Makran), dan di barat Amerika Serikat dan Kanada (Cascadia). Tim akan melanjutkan penelitian tentang sampel dan data yang diperoleh dari ekspedisi pengeboran Sumatera selama beberapa tahun ke depan, termasuk percobaan laboratorium dan simulasi numerik lebih lanjut. Mereka akan menggunakan hasilnya untuk menghitung bahaya potensial di masa depan, baik di Sumatera maupun pada subduksi yang sebanding zonanya.

Baca: Berikut Kontruksi Bangunan Tahan Guncangan Gempa

Riset ini akan sangat penting untuk zona subduksi dengan gempa bumi subduksi terbatas atau tidak ada sejarah gempa, saat potensi bahaya tsunami tidak diketahui. Sebab, gempa zona subduksi biasanya kembali terjadi dalam beberapa ratus sampai seribu tahun.

SCIENCE DAILY | PHYS | AHMAD NURHASIM

Berita terkait

Gempa M 6,5 di Garut, Begini Penjelasan Lengkap Badan Geologi ESDM

5 jam lalu

Gempa M 6,5 di Garut, Begini Penjelasan Lengkap Badan Geologi ESDM

Badan Geologi ESDM membeberkan analisis tentang gempa bumi berkekuatan 6,2 magnitudo pada Sabtu malam, 27 April 2024.

Baca Selengkapnya

Gempa M6,2 di Kabupaten Garut Rusak Sejumlah Bangunan

7 jam lalu

Gempa M6,2 di Kabupaten Garut Rusak Sejumlah Bangunan

Sedikitnya empat orang luka-luka akibat gempa yang terjadi pada Sabtu malam ini.

Baca Selengkapnya

Gempa Tektonik M5.2 di Laut Banda, Terasa Sampai Maluku Tenggara

21 jam lalu

Gempa Tektonik M5.2 di Laut Banda, Terasa Sampai Maluku Tenggara

Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi menengah akibat adanya aktivitas intra-slab subduksi banda.

Baca Selengkapnya

Gempa M4,8 di Laut Guncang Banten dan Sekitarnya, Disusul Gempa M3,3

22 jam lalu

Gempa M4,8 di Laut Guncang Banten dan Sekitarnya, Disusul Gempa M3,3

Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar bawah laut.

Baca Selengkapnya

Gempa Magnitudo 4,7 Guncang Boalemo Gorontalo, Tidak Berpotensi Tsunami

1 hari lalu

Gempa Magnitudo 4,7 Guncang Boalemo Gorontalo, Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa tersebut dirasakan di Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kota Gorontalo hingga Kabupaten Pohuwato.

Baca Selengkapnya

Gempa Bumi Tektonik M4,2 Terdeteksi di Bawean, Intensitas Getarannya III-IV MMI

4 hari lalu

Gempa Bumi Tektonik M4,2 Terdeteksi di Bawean, Intensitas Getarannya III-IV MMI

BMKG mendeteksi gempa di Bawean, Jawa Timur, pada Rabu siang, 24 April 2024. Dipicu pergerakan sesar lokal

Baca Selengkapnya

BMKG Sebut Gempa M5,1 Pacitan Tidak Merusak dan Berbahaya

5 hari lalu

BMKG Sebut Gempa M5,1 Pacitan Tidak Merusak dan Berbahaya

Gempa dipicu oleh sesat aktif dasar laut.

Baca Selengkapnya

Gempa M4,9 di Laut Banda Mengguncang Maluku, Tidak Berpotensi Tsunami

6 hari lalu

Gempa M4,9 di Laut Banda Mengguncang Maluku, Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi menengah akibat adanya aktivitas deformasi batuan dalam slab Lempeng Banda.

Baca Selengkapnya

Info Terkini Gempa Laut Selatan M4,9 Guncang Pangandaran Sampai Bantul

6 hari lalu

Info Terkini Gempa Laut Selatan M4,9 Guncang Pangandaran Sampai Bantul

Guncangan kuat terasa di daerah Ciamis dan Pangandaran, Jawa Barat, dengan skala intensitas gempa III MMI.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Gempa Taiwan, Terbesar Sejak 1999?

20 hari lalu

Fakta-fakta Gempa Taiwan, Terbesar Sejak 1999?

Taiwan baru saja dilanda bencana gempa yang memakan korban jiwa dan kerugian materiel. Bagaimana faktanya?

Baca Selengkapnya