Hacker Merajalela di Negara Berkembang, Ada Udang di Balik Batu

Reporter

Rabu, 5 Juli 2017 16:41 WIB

Ilustrasi hacker. Geektech.in

TEMPO.CO, Jakarta - Serangan-serangan siber oleh hacker, seperti peretasan, spear-phishing, dan penyebaran malware mencurigakan mulai menarget negara-negara berkembang, menurut laporan dari The New York Times. Serangan-serangan siber tersebut mengambil wujud dalam perangkat lunak mencurigakan yang diprogram dengan menggunakan teknologi artificial intelligence atau kecerdasan buatan (AI).

Setelah serangan malware ditemukan di India peneliti keamanan mulai melihat negara-negara di luar negara barat sebagai tempat terjadinya kemungkinan serangan-serangan siber yang terbaru, yang sangat kreatif dan berbahaya.

Serangan ini merupakan konsekuensi dari negara-negara berkembang yang mulai memfokuskan ekonominya dengan pola berpikir digital. Dan mereka, menurut peneliti, adalah lapangan bagi para peretas untuk menguji kemampuan mereka. Karakteristik lain dari negara-negara berkembang adalah kemudahan para peretas untuk bekerja tanpa kekhawatiran akan dideteksi.

“India adalah tempat di mana serangan-serangan AI terlihat pertama kali, dan alasannya sesimpel itu adalah tempat yang ideal untuk diretas,” kata Nicole Eagan, eksekutif utama dari perusahaan yang berkutat di keamanan siber Darktrace.

Baca: Tips Teknologi: Back Up Data untuk Hindari Serangan Hacker

Dan bukan hanya India. Pada Februari 2016, dalam kasus yang dinilai sebagai pemanasan serangan-serangan serupa, bank sentral negara Bangladesh diretas oleh hacker yang dinilai memiliki hubungan dengan Korea Utara—mendapatkan $81 juta (sekitar Rp 1,08 triliun). Kompromi terhadap akun-akun Swift — digunakan untuk memindahkan uang antarnegara — adalah alasan utama mengapa komputer-komputer dalam bank sentral Bangladesh bisa diretas.

“Kita bisa lihat pola dari penyerang-penyerang. Mereka menguji sesuatu, membuat peningkatan, dan enam minggu kemudian mencoba lagi sebelum meluncurkannya ke target utama mereka,” kata Allan Liska, analis dari Recorded Future, firma sekuritas siber dari Amerika Serikat.

Liska juga menyebutkan bahwa Taiwan dan Korea Selatan adalah lapangan uji bagi grup peretas di Cina. Begitupun benua Afrika dan negara-negara di Asia Tenggara.

Baik Liska maupun Chris Rock, peneliti sekuritas dan eksekutif utama dari firma sekuritas siber Kustodian, merasa bahwa masuknya perusahaan siber sekuritas akan meningkatkan risiko bagi para hacker. Rock menambahkan bahwa di satu sisi, peretas bisa mengasah kemampuan mereka.
Di sisi lain, mereka berisiko untuk ditangkap. Begitu firma sekuritas siber bisa mendeteksi kekhasan dari suatu serangan, mereka bisa membangun pertahanannya, dan menyebar pertahanan tersebut ke klien mereka masing masing.

THE NEW YORK TIMES | STANLEY WIDIANTO | NS

Berita terkait

McAfee Deteksi Modus Baru Hacker Tipu Gamer Lewat Cheat Lab

11 hari lalu

McAfee Deteksi Modus Baru Hacker Tipu Gamer Lewat Cheat Lab

Perusahaan keamanan siber McAfee berhasil mengidentifikasi penipuan model baru oleh hacker yang menarget para gamer.

Baca Selengkapnya

6 Cara Mengetahui Whatsapp Disadap dan Tips Mencegahnya

16 hari lalu

6 Cara Mengetahui Whatsapp Disadap dan Tips Mencegahnya

Ada beberapa cara mengetahui WhatsApp disadap. Salah satunya adalah adanya perangkat asing yang tersambung. Berikut ciri dan tips mencegahnya.

Baca Selengkapnya

Peretasan dan Pembobolan Data Semakin Rawan Terjadi, Ada Biang Kerok yang Terabaikan

38 hari lalu

Peretasan dan Pembobolan Data Semakin Rawan Terjadi, Ada Biang Kerok yang Terabaikan

Ancaman serangan siber meningkat. Maraknya peretasan dan pembobolan data dinilai tak hanya gara-gara para hacker semakin mahir.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Inflasi Pangan Sudah Lebih Tinggi dari Kenaikan Gaji ASN, Kata Faisal Basri Dana BOS untuk Program Makan Siang Gratis

5 Maret 2024

Terpopuler: Inflasi Pangan Sudah Lebih Tinggi dari Kenaikan Gaji ASN, Kata Faisal Basri Dana BOS untuk Program Makan Siang Gratis

Kepala Departemen Regional Bank Indonesia (BI) Arief Hartawan menyatakan perlunya menjaga inflasi pangan agar kenaikannya tidak melebihi 5 persen.

Baca Selengkapnya

Situs Kemenko Perekonomian Diduga Diretas

4 Maret 2024

Situs Kemenko Perekonomian Diduga Diretas

Situs Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian atau Kemenko Perekonomian diduga mengalami peretasan pada Minggu, 3 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Tren Serangan Siber, IBM: Phishing Meningkat, Masuk ke Akun daripada Retas Jaringan

22 Februari 2024

Tren Serangan Siber, IBM: Phishing Meningkat, Masuk ke Akun daripada Retas Jaringan

Data IBM menunjukkan bahwa phising mendominasi kejahatan atau serangan siber di tingkat global, setara sampai 36 persen.

Baca Selengkapnya

Pembaruan Fitur Keamanan Google Chrome, Mampu Deteksi Web Ilegal dan Sediakan Opsi Blokir

21 Februari 2024

Pembaruan Fitur Keamanan Google Chrome, Mampu Deteksi Web Ilegal dan Sediakan Opsi Blokir

Google meningkatkan fitur keamanan Chrome yang sudah dipakai mayoritas pengguna internet.

Baca Selengkapnya

Dosen ITB Menilai Kesalahan Data Sirekap Tak Wajar, Ini Analisisnya

17 Februari 2024

Dosen ITB Menilai Kesalahan Data Sirekap Tak Wajar, Ini Analisisnya

KPU mengakui ada perbedaan hasil antara penghitungan suara sementara dari Formulir C dengan yang ditampilkan Sirekap dari ribuan TPS.

Baca Selengkapnya

Data PT KAI Diduga Dibobol Hacker, Pengamat Ingatkan Keamanan Siber Tak Hanya Infrastruktur

19 Januari 2024

Data PT KAI Diduga Dibobol Hacker, Pengamat Ingatkan Keamanan Siber Tak Hanya Infrastruktur

Pengamat menyebutkan dalam melihat kasus data PT KAI yang diduga dibobol hacker, tidak bisa hanya menyoroti satu sisi yakni infrastruktur.

Baca Selengkapnya

Pengamat Siber Temukan Data Kredensial PT KAI yang Dibobol Hacker Stormous

18 Januari 2024

Pengamat Siber Temukan Data Kredensial PT KAI yang Dibobol Hacker Stormous

82 kredensial karyawan PT KAI yang bocor, hampir 22,5 ribu kredensial pelanggan, dan 50 kredensial dari karyawan perusahaan lain yang bermitra dengan PT KAI.

Baca Selengkapnya