BNPB enjelaskan lebih terperinci. Tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 21.27 WIB disebabkan oleh dua hal. Yaitu adanya air pasang dan longsor bawah laut. Pasangnya air laut saat bulan purnama dan kemungkinan besar longsor bawah laut akibat aktivitas gunung Anak Krakatau.
Baca: Sirine Peringatan Tsunami di Teluk Labuhan Berbunyi karena Rusak
"Ada dua, yaitu kombinasi longsor bawah laut dan gelombang pasang karena bulan purnama. Ini yang menyebabkan tsunami, tidak ada gempa," kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, saat menggelar konferensi pers di kantor BPBD Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu, 23 Desember 2018.
Biasanya, kata Sutopo, adanya tsunami akibat gempa dengan magnitudo di atas 7 M. Juga karena kedangkalan pusat gempa di laut dan jarak dengan pantai. Namun, saat tsunami di Selat Sunda itu tidak ada gempa bumi sama sekali.
Informasi awal yang diberikan ke masyarakat adalah peristiwa air laut pasang. Namun, pukul 01.30 WIB, Minggu dinihari, 23 Desember dirakit oleh BMKG bahwa fenomena naiknya air laut itu merupakan tsunami.
"Pada awalnya BMKG menyampaikan gelombang pasang karena bersamaan bulan purnama. Tapi kemudian diralat, kami juga akhirnya mengeluarkan rilis kalau itu tsunami. Kami merujuk pada statement BMKG sebagai leading sektor," kata Sutopo.
Petugas Basarnas mengumpulkan jenazah korban tsunami di pesisir Cinangka, Serang, Banten, Ahad, 23 Desember 2018. Tsunami menerjang di sepanjang pesisir Banten mulai Pantai Anyer, Carita, Panimbang, hingga Tanjung Lesung. ANTARA/Basarnas
Menurut Sutopo, saat ini masih dilakukan pemetaan daerah mana saja yang terkena dampak. Pemetaan dilakukan oleh petugas gabungan, baik itu Badan Pencarian dan Pertolongan Basarnas, BNPB, BPBD, maupun instansi setempat dan relawan.
Dampak tsunami terparah dialami daerah Pandeglang, Serang dan juga Lampung Selatan. Sutopo meminta kepada masyarakat di tiga daerah ini tetap waspada, karena masih ada potensi air laut naik. “Sebaiknya hindari pantai dulu”.
Sehubungan dengan sirine yang berbunyi pada Minggu siang, kata Sutopo, itu sirine peringatan dini tsunami milik BMKG tapi dioperasikan oleh BNPB. Sirine bunyi mengakibatkan masyarakat berlarian mencari tempat tinggi. Namun, sirene itu kemungkinan rusak, bukan karena ada akan terjadi tsunami. “Sirine itu milik BMKG, BNPB yang mengoperasikan,” kata Sutopo.