2. NASA Luncurkan Parker Solar Probe untuk menyentuh matahari
Roket NASA Parker Solar Probe Delta IV-Heavy saat diluncurkan di Cape Canaveral, Florida, 12 Agustus 2018. Roket luar angkasa ini akan menjalani misi pertama NASA untuk menyentuh matahari. NASA/Bill Ingalls/Handout via REUTERS
Ada pertanyaan yang telah membingungkan fisikawan surya selama beberapa dekade: Mengapa atmosfer matahari jauh lebih panas daripada permukaannya? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, dan untuk lebih siap menghadapi badai matahari, NASA meluncurkan misi pada bulan Agustus untuk menyentuh matahari.
Misi ini disebut Parker Solar Probe. Pada 2025, wahana itu akan tiba dalam jarak 4 juta mil dari permukaan matahari, dengan menempuh perjalanan pada kecepatan 430.000 mph.
Wahana itu akan menjadi obyek buatan manusia yang paling dekat dengan matahari kita. Hingga akhir Oktober, pesawat luar angkasa itu telah berada sejauh 26,55 juta mil dari matahari, sebuah rekor baru. Selama beberapa tahun berikutnya, wahana ini akan memanfaatkan gravitasi Venus dan mencelupkan lebih dekat dan lebih dekat ke permukaan matahari.
Ketika semakin dekat dengan matahari, wahana Parker akan menghadapi panas 2.500° F, yaitu suhu magma. Namun karena beberapa perlakuan, pesawat ruang angkasa akan beroperasi dengan nyaman di sekitar suhu kamar.
3. Tempat observasi neutrino dibangun di bawah Kutub Selatan
Subaru Telescope membantu menemukan partikel hantu neutrino. Kredit: Eurekalert
Tepat di bawah Kutub Selatan, fisikawan telah membangun alat luar biasa yang memberi petunjuk untuk memecahkan salah satu misteri paling membingungkan dalam fisika.
Pada tahun 1912 para ilmuwan menemukan partikel-partikel subatom - blok pembangun materi seperti proton, elektron, muon, neutrino, dan quark - menghantam Bumi setiap hari. Mereka kemudian mengetahui bahwa beberapa partikel ini membawa begitu banyak energi sehingga para ilmuwan bingung terkait benda-benda apa di ruang angkasa yang cukup kuat untuk membuatnya.
Masalah untuk mencari sumber sinar kosmik berenergi tinggi ini adalah bahwa mereka tidak selalu berjalan dalam garis lurus. Dan itu berarti para ilmuwan tidak dapat melacak mereka kembali ke sumber mereka.
Karena itulah tempat observasi Kutub Selatan hadir. The IceCube Neutrino Observatory, yang dibangun langsung di dalam es di bawah permukaan Kutub Selatan, adalah blok es sejernih kristal dengan volume 1 kilometer kubik yang dikelilingi oleh sensor. Sensor-sensor ini dibentuk untuk mendeteksi partikel subatomik hantu yang disebut neutrino - yang melakukan perjalanan dalam garis lurus tetapi nyaris tidak berinteraksi dengan materi lain - saat mereka menabrak Bumi.
Para ilmuwan menangkap salah satu neutrino di dalam es batu dan mampu melacaknya kembali ke tipe khusus galaksi yang disebut blazar.