TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kebijakan Keamanan Siber Facebook Nathaniel Gleicher menjelaskan bahwa penghapusan akun dan halaman Facebook dan Instagram melalui proses investigasi internal yang berkelanjutan. Facebook mengidentifikasi akun dan halaman itu dengan melihat bagaimana perilaku akun tersebut.
Facebook Hapus Ratusan Akun Palsu Penyebar Hoaks Pemilu
"Untuk menghapus akun dan halaman kami menggunakan dua metode, yaitu secara otomatis dan human review. Investigasi ini tidak terjadwal, jadi ketika kita mendeteksi dan menemukan banyak akun yang perilakunya tidak otentik maka kita akan melaporkannya," ujar Gleicher, melalui panggilan video di Kantor Facebook Indonesia, Jakarta, Jumat, 12 April 2019.
Hari ini, per pukul 10.30 WIB Facebook telah menghapus puluhan akun dan halaman, yang terdiri dari 78 akun, 34 halaman, 108 grup Facebook, dan 14 akun Instragram. Akun palsu itu mengunggah berita lokal dan politik, termasuk tentang pemilu, dugaan suap pemilu, pandangan kandidat pemilu dan kesalahan yang dilakukan para politisi.
Hingga saat ini, jika dijumlahkan Facebok telah menghapus ratusan akun dan halaman dengan rincian 241 halaman Facebook, 878 akun Facebook, 654 grup Facebook dan 222 akun Instagram. Seluruh halaman, akun, dan grup tersebut memiliki hubungan dengan Saracen atau grup sindikasi online di Indonesia.
Facebook Hapus Ratusan Akun yang Mengandung Perilaku Tak Patut
"Untuk laporan sekarang kita melihat dari segi perilaku. Misal akun A tapi itu sebenarnya bukan si A, akunnya dipalsukan, jadi lebih ke orang yang di belakangnya," kata Gleicher. "Kita sudah memonitor ini, karena berdasarkan perilaku jadi butuh waktu untuk investigasi, ketika sudah jelas perilaku mereka tidak otentik baru kita akan take down".
Menurut dia, penyalahgunaan Facebook yang dilakukan Saracen dengan memakai akun palsu merupakan pelanggaran terhadap kebijakan Facebook. Hal itu menjadi alasan Facebook menghapus seluruh jaringan organisasi tersebut dari platform.
Ratusan halaman, akun dan grup itu ditemukan setelah Facebook melakukan investigasi selama beberapa bulan. "Dalam kasus ini, orang-orang yang berada di balik aktivitas ini berkoordinasi satu sama lain dan menggunakan akun palsu. Ini menjadi dasar dari tindakan yang kami lakukan," tutur Gleicher.