TEMPO.CO, Jakarta - Lulusan Fisika Austin Peay State University Deborah Gulledge berencana melakukan pengamatan seismologi Planet Jupiter di Kutub Selatan selama 10 bulan. Gulledge dan tim memulai perjalanan mereka ke Kutub Selatan pada minggu pertama Januari 2020.
Mahasiswi pascasarjana di Georgia State University itu akan menjadi satu dari sekitar 1.600 orang yang pernah menghabiskan musim dingin di kutub. Dan dia mungkin berada di tim pertama dalam sejarah untuk membuktikan apakah Jupiter memiliki inti yang solid.
"Saya telah berharap untuk pergi ke Kutub selama bertahun-tahun dan ingin bekerja di sana selama berbulan-bulan. Saya merasa senang dan gugup, tapi bahagia luar biasa, seperti saya di puncak dunia karena saya pergi ke sana," ujar Gulledge, dikutip Theleafchronicle, baru-baru ini.
Gulledge berada di Hawaii mempersiapkan misi Kutub Selatan membangun teleskop untuk mengamati Jupiter dan seismologinya. Tim berharap teleskop dapat mengukur gelombang suara yang melintasi planet ini dan menggunakan pengukuran untuk memetakan struktur internal Jupiter.
Pertanyaan besar Gulledge yang ingin dijawab adalah apakah Jupiter memiliki inti yang kuat? "Dan satu-satunya tempat kita bisa mendapatkan pengukuran yang cukup sensitif untuk menjawab ini adalah di Kutub Selatan," kata Gulledge.
Januari 2020, perempuan berusia 24 tahun itu dan tim terbang ke Christchurch, Selandia Baru, lalu ke Stasiun McMurdo di pantai Antartika. Penerbangan terakhir akan membawa mereka ke Stasiun Kutub Selatan Amundsen-Scott di Kutub Selatan.
Menurut situs web National Science Foundation, temperatur yang direkam pada 26 September 2020, pukul 12.48 di Amundsen-Scott minus 78 derajat Fahrenheit (meskipun angin membuatnya terasa lebih dingin, minus minus 117 derajat Fahrenheit). Gulledge berfikir bahwa ini akan menjadi musim panas ketika dia sampai di Kutub Selatan.
"Matahari akan selalu muncul hingga pertengahan Maret. Kemudian menuju bagian yang menarik, musim dingin dan kegelapan yang konstan selama setengah tahun sampai musim dingin yang panjang berakhir pada bulan September," tutur Gulledge.
Dia bersama tim sekitar 40 orang dijadwalkan berada di stasiun Kutub Selatan hingga pertengahan November 2020. Dan ketika dia tiba, Gulledge akan membantu merakit teleskop di atas es, memecahkan masalah, dan menjalankan teleskop.
"Sisa tim akan pulang ketika musim panas berakhir, meninggalkan Cody Shaw (mahasiswa doktoral dari Universitas Hawaii) dan saya sendiri di ujung dunia untuk musim dingin," kata Gulledge. "Shaw telah melakukan sejumlah besar pekerjaan rancang dan bangun teleskop."
Pekerjaan utama Gulledge dan Shaw akan menjalankan teleskop dan bekerja dengan data yang dikumpulkan. Namun, kata Gulledge, musim dingin membantu stasiun tetap beroperasi, jadi akan ada banyak hal lain yang bisa dia kerjakan, misalnya membantu di kebun hidroponik, memasak, membersihkan, memadamkan api, dan apa pun yang perlu dilakukan.
Dia juga akan menggunakan waktu untuk mengerjakan disertasinya, mengenai seismologi raksasa gas. Mendapatkan kesempatan mengumpulkan dan bekerja dengan data luar biasa ini akan membantu Gulledge menulis disertasi yang kuat dan memberikan kontribusi besar bagi komunitas ilmiah.
"Ada peluang untuk membuat terobosan besar di sini, dan saya senang menjadi bagian dari garis depan bidang baru," ujar Gulledge. Dia bahkan memiliki tujuan yang lebih tinggi. "Saya suka mengamati bintang-bintang, saya juga ingin melakukannya untuk mereka."
Setelah dia lulus, Gulledge berencana untuk melamar ke korps astronot. Dia percaya pengalaman tinggal dan bekerja di tempat yang paling tak kenal dan paling terpencil di planet kita adalah pelatihan yang tak ternilai. "Pengalaman ini tidak ternilai untuk suatu hari bekerja di lingkungan paling ekstrem yang dikenal oleh umat manusia," tutur dia.
THE LEAF CHRONICLE | APSU | USAP