TEMPO.CO, Bandung - Tiga kali gempa mengguncang wilayah Sukabumi dan sekitarnya sepanjang Maret ini. Ketiganya berasal dari tiga sumber yang berbeda yakni Samudera Indonesia di selatan Pulau Jawa, Sesar Citarik di darat, dan yang terbaru Sesar Cimandiri juga didarat.
Gempa tektonik pada Minggu 22 Maret 2020, Pukul 10.48 WIB, mengguncang wilayah Pelabuhan Ratu dengan kekuatan 3,5 Manitudo. Sumber gempa di darat berjarak 44 kilometer barat daya Kota Sukabumi dari kedalaman dua kilometer.
Gempa yang tergolong dangkal itu menggetarkan wilayah Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kecamatan Warung Kiara dan Kecamatan Simpenan dengan Skala Intensitas II MMI. Skala itu diilustrasikan getaran gempa dirasakan oleh beberapa orang dan benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
“Patut disyukuri bahwa guncangan gempa ini tidak menyebabkan terjadinya kerusakan,” ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono lewat penjelasan tertulis Ahad malam, 22 Maret 2020.
Bersama penjelasannya itu, Daryono memastikan penyebab lindu dari aktivitas Sesar Cimandiri. Ini berbeda dengan sumber gempa M 5,1 yang menimbulkan kerusakan parah di Kalapanunggal dan sekitarnya pada 10 Maret 2020 lalu. Saat itu gempa darat berasal dari aktivitas Sesat Citarik.
Sesar Citarik dan Sesar Cimandiri, Daryono menjelaskan, punya mekanisme yang sama yaitu sesar geser atau mendatar mengiri (sinistral strike slip). Orientasi sesarnya pun hampir mirip.
Sesar Cimandiri memiliki orientasi timur timur laut-barat barat daya, memanjang dan tersegmentasi dalam 5 bagian mulai dari Pelabuhan Ratu sampai Gandasoli. Sedang Sesar Citarik berarah utara timur laut-selatan barat daya dengan garis patahannya memanjang namun tersegmentasi melalui Pelabuhan Ratu, Bogor, hingga Bekasi.
"Lokasi Sesar Citarik berada di sebelah barat Sesar Cimandiri," kata Daryono.
Sejarah gempa menunjukkan bahwa baik Sesar Cimandiri maupun Sesar Citarik sama-sama sudah beberapa kali memicu terjadinya gempa merusak di wilayah Kabupaten Sukabumi pada 1879, 1900, 1912, 1969, 1973, 1982, 2000, 2011, 2012, dan 2020.
Gempa yang terjadi pada 12 Juli 2000 berkekuatan 5,4 dan 5,1 M menyebabkan lebih dari 1.900 rumah rusak di Cidahu, Cibadak, Parakansalak, Gegerbitung, Sukaraja, Cikembar, Kududampit, Cicurug, Nagrak, Parungkuda, Sukabumi, Cisaat, Warungkiara, Kalapanunggal, Nyalindung, Cikadang, dan Kabandungan. Sementara Gempa Kalapanunggal pada 10 Maret 2020 dengan magnitudo 5,1 merusak lebih dari 760 rumah.
Daryono mengingatkan masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa agar bisa selamat saat terjadi gempa kuat maka perlu upaya penguatan mitigasi struktural dengan membangun rumah berstruktur kuat. “Jika upaya ini tidak dilakukan, maka sampai kapanpun setiap terjadi gempa kuat maka kerusakan bangunan akan terus terjadi,” ujarnya.
Selain dari kedua sesar, pada Senin 16 Maret 2020 gempa tektonik bermagnitudo 4,5 mengguncang sebagian wilayah Sukabumi dari laut. Sumbernya ada di kedalaman 28 kilometer di bawah laut berjarak 97 kilometer tenggara Kabupaten Sukabumi.
"Gempa akibat Zona Subduksi Lempeng Indo-Australia yang menyelusup menunjam ke bawah Lempeng Eurasia," kata Hendro Nugroho Kepala BBMKG Wilayah II Tangerang, saat itu.
Guncangan gempa tersebut dilaporkan dirasa di wilayah Tegalbuleud Kabupaten Sukabumi. Skala Intensitas gempanya II MMI atau getaran dirasakan oleh beberapa orang dan benda-benda ringan yang digantung bergoyang.