Bandingkan dengan rasio yang ada di Singapura, Malaysia dan Vietnam. Masing-masing negara itu melakukannya 13,93;, 4,23; dan 2,17 per 1000 penduduknya per periode yang sama.
Ruben berharap negara menambah tes dengan jumlah yang layak untuk mendapatkan gambaran jelas dan sebenarnya penyebaran virus itu. Penilaiannya didukung fakta bahwa kebanyakan tes polymerase chain reaction (PCR) dilakukan terhadap orang-orang yang hanya menunjukkan gejala-gejala terpapar parah.
Sementara, kenyataan di lapangan, banyak pula orang yang sudah terpapar namun hanya menunjukkan gejala-gejala ringan, bahkan tidak menunjukkan gejala sama sekali atau orang tanpa gejala (OTG).
"Tanpa peningkatan jumlah tes yang memadai, maka akan semakin lambat pula pandemi COVID-19 ini akan berakhir," katanya sambil mengingatkan Presiden Joko Widodo pernah meminta kepada Kementerian Kesehatan untuk menggelar tes hingga sebanyak 10 ribu per hari.
Kurangnya tes yang dilakukan bukan satu-satunya faktor yang berpotensi memperpanjang wabah penyakit itu di Indonesia. Faktor lain seperti penegakan aturan social distancing, physical distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan sejumlah provinsi, hingga pelarangan mudik di Lebaran kali ini juga akan punya andil.
"Semua tergantung pada niat, kerelaan, dan kedisiplinan seluruh lapisan masyarakat untuk bekerjasama guna mengatasi ini semua," katanya.