Yusuf mengatakan, antibodi IgY itu relatif akurat untuk dipergunakan sebagai komponen rapid test Covid-19. Seluruh pengujian yang dilakukan pada sampel swab dengan hasil positif lewat uji PCR menghasilkan bacaan dua garis merah pada alat rapid test CePAD, yang menandakan keberadaan virus Sars COV-2 terdeteksi.
“Secara teknologi tidak salah, dan antibodi yang dihasilkan memang betul bisa menangkap protein virus,” kata dia.
Yusuf mengatakan, biaya pengembangan antibodi antigen tersebut terhitung mahal karena mayoritas bahan baku seperti protein virus dan peralatan yang dipergunakan seperti kertas mikroselulosa masih impor. Itu sebabnya kebanyakan produsen rapid test akhirnya memilih untuk mengimpor antibodi karena biaya produksi rapid test akan jauh lebih ekonomis.
“Tapi kalau dari sudut pandang industrinya, dan secara ilmu pengetahuan, jadinya tidak akan pernah berkembang,” kata dia sambil menambahkan timnya saat ini tengah menuntaskan pengembangan protein antigen sendiri. "Kebetulan Pusat Riset kami bidang kajiannya itu, sains protein, kami bisa memproduksi antigen sendiri,” kata dia.
Co-Founder PT Pakar Biomedika Indonesia, sekaligus Kepala Pusat Studi Infeksi Fakultas Kedokteran Unpad, Bachti Alisjahbana, mengatakan, sejumlah pengujian prototipe CepAD menjanjikan. Sekalipun dia mengakui proses uji-coba masih harus ditambah.
Bachti mengatakan, pengalaman perusahaannya mengembangkan alat diagnostik paham betul tentang rapid test antigen dan antibodi. “Sebagai contoh kita punya alat deteksi demam berdarah yang bisa mendiagnosis demam berdarah pada hari ke 1 sampai 3 demam, di mana pasien belum sakit berat. Itu kelebihannya dari alat antigen deteksi,” kata dia.
Sambil menunggu proses uji prototipe, Bachti mengatakan, perusahaannya sudah menyiapkan lini produksi untuk alat deteksi antigen hasil riset Yusuf dan kawan-kawannya. Menurut taksirannya, harga jual alat deteksi antigen CePAD itu diperkirakan tidak akan lebih dari Rp 100 ribu per unitnya, jauh lebih murah dibandingkan alat rapid test yang saat ini beredar di pasaran yang mayoritas bahan bakunya masih mengandalkan impor.
Lini produksi awal yang disiapkan adalah untuk kapasitas produksi hingga 30 ribu rapid test kit per bulan atau setara 1.000 alat per hari. “Kalau memang mesti 50 ribu per bulan, kami harus perbesar ruangan dan tambah orang. Itu gak susah. Itu hanya assembling saja, dan melatihnya gampang,” kata Bachti menambahkan.