TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat telah menjadi kekuatan utama di laut selama puluhan tahun. Ke depan, para analis militer memprediksi kalau negara itu bakal mendapat tantangan berat dari Cina. Keduanya yang bersaing ketat dalam kekuatan militer tersebut kini bertemu di perairan Laut Cina Selatan yang sedang memanas. Kehadiran sekaligus tiga kapal induk nuklir Amerika untuk latihan perang di sana dipercaya menjawab sejumlah klaim sepihak yang dibuat Cina di laut itu.
Pensiunan kapten Angkatan Laut Amerika yang pernah memimpin kepala intelijen di Armada Perang Pasifik, James Fanell, mengatakan kalau modernisasi angkatan laut Cina pantas diperhitungkan. Dimulai sejak 1990-an, Cina membuat armada perangnya kini berkembang pesat.
Dalam laporan tahunannya tentang Cina yang dipublikasikan tahun lalu, Kementerian Pertahanan AS menyatakan rivalnya itu telah memiliki 335 kapal perang, kapal selam, kapal amfibi, kapal patroli, dan kapal peruntukan khusus lain per tahun lalu. Kekuatan armada itu 55 persen lebih besar daripada 2005 lalu.
Secara tonase, Nick Childs dari International Institute for Strategic Studies yang berbasis di London membandingkan produksi angkatan perang Cina di laut selama 14 tahun itu setara dengan seluruh kekuatan angkatan laut yang dimiliki Inggris dan Jepang digabung menjadi satu.
Peluncuran kapal perang terbaru Cina. Scmp.com
Sedangkan Angkatan Laut AS saat ini tercatat berkekuatan 293 kapal. Itu hanya bertambah dua dari yang dimilikinya 15 tahun lalu. Memang ada ambisi untuk meningkatkannya menjadi 355 kapal tapi dianggap sejumlah analis tak linear dengan anggaran yang ada.
Spesialis Angkatan Laut, Ronald O’Rourke, mengatakan kapal perang dan persenjataan Cina kini sebanding dengan yang dimiliki negara Barat. Tapi untuk kapal induk, Amerika masih dominan karena Cina saat ini hanya memiliki dua kapal pengangkut pesawat tempur itu. Keduanya adalah Liaoning yang dioperasikan sejak 2012 dan Shandong yang merupakan produk 100 persen Cina pada akhir tahun lalu.