“Rupanya hal yang saya harapkan itu tidak terjadi, sampai terjadilah semburan gas, air, lumpur, di Kranggan pada Sabtu kemarin,” kata Andang yang menulis penjelasannya itu dari Paris, Prancis.
Semburan pada Sabtu lalu dilaporkan setinggi 20-30 meter dan berlangsung lebih dari setengah hari sebelum kemudian dihambat di permukaan. Pada Minggu, 6 September 2020, atau 36 jam kemudian, semburan itu menjadi rembesan gas dan air saja di sekitar lubang asal.
Dari kronologis kejadian yang diketahuinya, Andang menduga telah terjadi apa yang disebut Loss atau Kick saat pengeboran sampai di kedalaman 99 meter. Ini, kata Andang, kemungkinan disebabkan oleh isapan rongga batu gamping parigi, kemudian diikuti semburan air bersama gas kehitaman yang disetai dengan suara gemuruh.
“Warna kehitam-hitaman kemungkinan disebabkan oleh pasir vulkanik citalang atau kaliwangu yang biasanya jadi reservoir air tawar di bagian dangkal yang ikut tergerus dan terbawa keluar,” kata sang geolog.
Lulusan Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menjelaskan, fenomena serupa juga dialami oleh sumur-sumur migas di Lapangan Migas 3-4 km di sebelah barat laut dari Kranggan. Namun, karena prosedur keselamatan di lubang sumur bor migas lebih rinci dan siap, semuanya sudah biasa diantisipasi dengan pemasangan casing dan penggunaan fracseal serta dan berat lumpur yang tepat.
Baca juga:
Viral Semburan Lumpur Kesongo, Geolog LIPI: Itu Area Mud Volcano
Jadi, Andang menyimpulkan, semburan lumpur dan gas yang terjadi di Kranggan adalah akibat pengeboran yang tidak dilengkapi dan tidak dipersiapkan untuk menembus lapisan migas. Pengeboran menembus kantong gas biogenik di lapisan batu gamping parigi. “Sehingga terjadi semburan liar gas, air, pasir dan lumpur ke permukaan atau blow out,” ujar Andang.