TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan menggelar ekspedisi riset kelautan pada November-Desember 2020 dengan tujuan untuk mengungkap sumber gempa dan tsunami di sekitar Maluku.
“Karena daerah ini sangat aktif dari aspek seismisitas (kegempaan) namun belum banyak diungkap dan dipelajari melalui riset sistematis dan massif,” kata Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI Nugroho Dwi Hananto, Sabtu, 26 September 2020.
Sejarah mencatat beberapa gempa besar telah terjadi di daerah ini dan memicu tsunami yang besar. Catatan Jorge Everhart Rumphius, peneliti botani dari Jerman yang menghabiskan hidupnya di Maluku menyebutkan pada 1674 terjadi gempa besar dan tsunami di Ambon yang menewaskan ribuan orang.
Setidaknya ada dua dugaan atau hipotesa LIPI yang menjadi bekal ke Maluku. Pertama soal struktur pop-up atau gundukan memanjang di sekitar palung laut yang berpotensi membangkitkan tsunami walau dipicu gempa kecil. “Hipotesa ini dan hipotesa longsor bawah laut akan dicoba untuk dikonfirmasikan dalam riset geosains kelautan di Maluku ini,” ujarnya.
Ekspedisi riset itu akan melibatkan mitra lembaga riset dalam dan luar negeri. Rencananya mereka akan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII kelolaan LIPI. Kapal yang dibangun di galangan kapal Mjellem and Karlsen di Norwegia pada 1998 itu dirancang untuk dapat melakukan penelitian di bidang keanekaragaman hayati laut, oseanografi, geologi atau geofisika.
Kapal riset itu diawaki oleh 23 anak buah kapal. Kapasitas maksimalnya sampai 55 orang dan dapat beroperasi selama 20 hari tanpa henti di laut. Sebelumnya pada kurun 2005 – 2015 LIPI bersama mitra dalam dan luar negeri telah 8 kali menggelar ekspedisi laut. Tujuannya mengungkap sumber-sumber gempa dan tsunami di sepanjang pantai barat Sumatera.
Hasil risetnya antara lain mengungkap struktur zona seismogenik penyebab gempa besar 2004 di Sumatera, struktur sesar yang berpotensi menimbulkan longsor bawah laut di Selat Mentawai, serta pengaruh gunung bawah laut terhadap gempa di Mentawai. Kelompok riset ini pada 2020 mengungkapkan bagaimana Gempa Mentawai pada 2010 dengan magnitude 7,7 dapat menghasilkan tsunami setinggi 8 meter.
Selain di Maluku, tim LIPI merencanakan riset samudera nasional. Tujuannya untuk meneliti sumber-sumber gempa dan tsunami di seluruh Indonesia. “Selatan Jawa termasuk salah satu fokusnya,” ujar Nugroho.
Studi terbaru tim Institut Teknologi Bandung (ITB) dan lintas instansi menyatakan zona sepi gempa di perairan selatan Jawa berpotensi menghasilkan gempa besar bermagnitude 8,8 hingga 9,1. Hasil akumulasi energi dalam hitungan 400 tahun dari pergerakan lempeng yang terhambat atau terkunci itu juga saat pecah bisa menghasilkan tsunami hingga 20 meter.