Jadi, untuk studinya itu, tim peneliti dari Kyoto, Jepang, menciptakan sebuah model kulit manusia. Mereka menggunakan sampel dari autopsi mayat berusia satu hari.
Para penelitinya itu menyertakan catatan bahwa bahkan 24 jam setelah kematian, kulit manusia masih bisa digunakan untuk operasi plastik. Artinya, kulit masih mempertahankan banyak fungsinya. Itu membuat sampelnya dianggap berkecukupan sebagai model kulit manusia hidup dalam studi SARS-CoV-2.
Menggunakan model itulah, studi itu menemukan SARS-CoV-2 bertahan di permukaan kulit manusia selama 9,04 jam, dibandingkan 1,82 jam yang bisa dijalani virus flu A. Ketika dicampur dengan mucus atau lendir, untuk meniru emisi partikel virus saat seseorang batuk atau bersin, virus corona yang sedang menebar pandemi itu bahkan bertahan lebih lama lagi, sekitar 11 jam.
Meski begitu, kedua virus bisa langsung inaktif dalam 15 detik setelah pada kulit itu digunakan hand sanitizer dengan kandungan alkohol 80 persen. "Tangan yang higienis membimbing kepada inaktivasi virus yang cepat dan mungkin mengurangi risiko penularan infeksi lewat kontak," tertulis di publikasi makalahnya.
Baca juga:
7 Faktor Kita Pantas Cemas Lonjakan Covid-19 Pasca Demo Omnibus
Para penelitinya tak lupa menambahkan catatan kalau studi mereka tidak memperhitungkan 'dosis infeksi' SARS-CoV-2, yakni kuantitas partikel virus itu yang dibutuhkan untuk infeksi bisa terjadi dari kontak dengan kulit yang terkontaminasi. Itu, kata mereka, bisa dijawab lewat studi lanjutannya nanti.
LIVESCIENCE