TEMPO.CO, Bandung - Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan, ada kemiripan laporan warga soal suara ledakan di Buleleng, Bali, dengan peristiwa jatuhnya benda langit di Bone, Sulawesi Selatan, pada 2009. Beberapa kemiripan itu seperti dentuman yang terdengar meluas, dan menggetarkan kaca-kaca rumah. Getarannya pun sama-sama tertangkap alat pencatat gempa.
Thomas menuturkan, pada 8 Oktober 2009 warga Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, mendengar ledakan yang disertai getaran pada kaca-kaca di rumah. Warga juga melihat jejak asap di langit. LAPAN awalnya hanya menduga benda asing itu adalah meteor.
Baca juga:
Terungkap, Asal Sebenarnya Sampah Roket Terdampar di Pantai Kalimantan
Dugaan itu akhirnya mendapat bukti dari peneliti NASA yang menggunakan data infrasound. “Data infrasound mengindikasikan adanya asteroid jatuh yang diperkirakan berdiameter 10 meter,” ujarnya, Minggu malam 25 Januari 2021.
Belakangan, saat itu, diketahui juga bahwa seismograf BMKG terdekat merekam ledakan sebagai anomali pada alatnya. Jika diterjemahkan, getaran itu memiliki kekuatan Magnitudo 1,9.
Pada Minggu pagi, 24 Januari 2021, warga mendengar suara ledakan di Buleleng dan sekitarnya. “Ditambah kesaksian warga lain yang melihat benda bercahaya di langit jatuh di laut,” kata Thomas. Seismograf BMKG juga mencatat anomali dengan getaran setara 1,1 Magnitudo.
Dari kejadian di Bone, LAPAN menduga ledakan di Buleleng juga disebabkan adanya asteroid besar yang jatuh. Asteroid itu, Thomas menerangkan, menimbulkan gelombang kejut yang terdengar sebagai ledakan. “Diduga asteroid tersebut berukuran beberapa meter, lebih kecil daripada asteroid Bone,” kata dia.
Sebelumnya warga Buleleng dan sekitarnya di Bali saling melaporkan sambil bertanya-tanya di media sosial kepada BMKG perihal suara ledakan keras atau dentuman yang terdengar meluas. Beragam spekulasi muncul dari peledakan di waduk, ban meletus, hingga muncul kesaksian warga soal benda yang jatuh dari angkasa ke Laut Bali.
Dari laporan yang masuk, BMKG memeriksa sinyal seismik, khususnya terhadap sinyal seismik dari sensor di wilayah Bali. Hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya anomali sinyal seismik yang tercacat pada sensor seismik Singaraja pada pukul 10.27 WITA. Rekaman seismik itu memiliki durasi sekitar 20 detik.
“Melihat anatomi seismogramnya tampak bahwa sinyal seismik tersebut bukanlah sinyal gempa bumi tektonik,” kata Daryono, Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG.
Baca juga:
Ini Sebab Rafale Nekat Ciptakan Dentuman yang Gegerkan Paris
Getaran itu setara kekuatan 1,1 magnitudo lokal. Sementara sejak pukul 08.00 hingga 12.00 WITA tidak ada aktivitas gempa di wilayah Bali. Berbeda dari Thomas dan LAPAN, Daryono mengatakan, “Terkait dentuman yang terdengar di wilayah Buleleng, BMKG belum dapat mengkonfirmasi penyebab sesungguhnya.”