TEMPO.CO, Bandung - Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan menyarankan bayi baru lahir bisa bersama ibunya di masa pandemi Covid-19. Namun, kebijakan itu di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung belum memungkinkan karena kondisi kamar yang terbatas. Bayi yang suspek Covid-19 masih dirawat secara terpisah.
Menurut dokter spesialis anak di bagian Neonatologi RSHS Bandung, Fiva Aprilia Kadi, setiap bayi yang lahir dari seorang ibu yang suspek, probable, maupun positif Covid-19 akan diberi status suspek sampai hasil tes usap PCR bayi keluar.
“Semakin ke sini ibu yang suspek semakin banyak,” kata penanggung jawab bayi lahir suspek Covid-19 di di RSHS Bandung itu pekan lalu. Sebagian ibu itu berdasarkan hasil laboratorium radiologi diketahui memiliki pneumonia atau peradangan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi.
Umumnya para ibu hamil itu tidak tahu terpapar Covid-19. Setelah diperiksa menjelang persalinan baru ketahuan. Biasanya, kata Fiva, kasus itu ditemukan pada para ibu hamil yang melahirkan secara cito atau darurat karena kondisi tertentu. “Pemeriksaannya segera, sekarang kan bisa cepat tes PCR hasilnya diketahui dalam 6-12 jam,” ujarnya. Metode pemeriksaan lainnya dengan tes antigen.
Kebanyakan ibu hamil di RSHS Bandung merupakan pasien rujukan dari berbagai rumah sakit di Jawa Barat. Awalnya merupakan kasus-kasus sulit yang perlu tindakan operasi melahirkan segera karena ada gejala kejang sampai pendarahan. Ada juga yang dirujuk karena positif Covid-19. Alasan merujuk di antaranya karena ruang operasi untuk ibu hamil yang positif Covid-19 belum optimal di rumah sakit asal.
Kebijakan di RSHS Bandung, ibu hamil yang terpapar diperlakukan sama seperti pasien Covid-19, yaitu dirawat di ruang isolasi. “Bayinya yang lahir kami pisahkan dulu dari bayi-bayi lainnya,” kata Fiva.
Dia mengakui sesuai rekomendasi WHO dan Kementerian Kesehatan, ibu dan bayinya dirawat gabung. Artinya mereka ditempatkan dalam satu ruangan khusus. Kenyataannya, di RSHS Bandung belum memiliki sarana kamar seperti itu yang luas untuk pasien serupa dalam jumlah banyak. ”Kami nggak punya itu,” katanya.
Bayi suspek itu ditempatkan di ruangan tersendiri di Gedung Kemuning lantai IV. Di sana dialokasikan dua kamar untuk bayi neonatus sampai hasil tes PCR keluar. Pengambilan sampel apusnya dilakukan saat pemeriksaan rutin harian, yaitu pada pukul 9 pagi atau 11 siang. Hasil tesnya sudah keluar sore hari.
Perawatannya, menurut Fiva, tergolong standar dan sama seperti untuk bayi-bayi lainnya, seperti ada inkubator, oksigen, dan obat-obatan. “Perbedaannya kami dokter dan perawat merawatnya dengan APD,” ujarnya.
Sejauh ini diketahui ada sekitar 6-8 bayi yang diketahui positif. Secara teori sampai sekarang masih diperdebatkan secara global soal bayi tertular Covid-19 dari ibunya sewaktu di kandungan. Walau begitu memang ada yang hasil keduanya positif. “Kasus bayi baru lahir yang positif sekitar 1-3 persen, terhitung sedikit kalau di kita sekitar 1 persen,” kata Fiva.
Soal kemungkinan hidupnya, pada bayi dinilai lebih bagus dan banyak yang stabil. Namun segelintir di antaranya ada yang meninggal karena disertai kasus lain. Di RSHS Bandung ada dua bayi yang meninggal karena ada penyakit penyerta atau seperti komorbid atau ada kelainan pada bayinya.
Pada kondisi ibu dan bayi yang stabil setelah dinyatakan positif Covid-19, bisa dipulangkan setelah sembuh. Kalau ibunya masih diisolasi, bayinya harus dipisah dulu. “Kalau ibunya bersikeras menyusui langsung dia harus memakai APD,” katanya. Setelah disusui, ruang perawatan bayi dan ibunya tetap terpisah. Bayi tidak bisa tidur di samping ibunya.
Sebelumnya, kata Fiva, pernah ada dua kasus bayi yang positif padahal ibunya negatif. Kondisi itu makin membingungkan karena para perawat yang diperiksa hasilnya semua negatif. Adapun kasus sebaliknya, yaitu ibunya positif tapi bayinya negatif jauh lebih banyak. “Sebanyak 80-90 persen bayinya negatif,” kata Fiva.
Cara lain para ibu untuk memberikan susu kepada bayinya yaitu dengan memompa air susu ibu. Menurut Fiva, ada perawat khusus yang menanganinya. “Memang agak lebih ribet karena alatnya satu pompa satu ibu,” katanya.
Botol penyimpanan susunya dibersihkan lalu diberikan ke bayi dengan botol yang berbeda. Pemberian ASI dengan cara itu sejauh ini diizinkan karena penelitian ASI terpapar Covid-19 masih sangat sedikit. Sebuah jurnal riset menyatakan ada paparan virus pada ASI, namun dinilai tidak membahayakan. “Sama seperti pada virus yang lain jadi tidak membahayakan pemberian ASI ke bayi,” katanya.
Risiko pemisahan ibu dengan bayinya, menurut Fiva, membuat stres terhadap keduanya. Namun begitu rawat gabung di masa pandemi Covid-19 tetap harus sesuai dengan protokol kesehatan. Sementara ini pada ibu dan bayi yang kondisinya telah stabil ada yang disatukan ruangannya. “Tapi tidak bisa semuanya dalam jumlah banyak,” ujarnya. Prioritas adalah ibu dan bayi yang kondisinya stabil untuk dirawat gabung.
Baca:
Istri Ridwan Kamil Positif Covid-19 Setelah Vaksinasi 2 Kali, Tim Riset: Wajar