Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Efek KIPI Vaksin AstraZeneca Lebih Keras, Efektivitas Lebih Tinggi?

image-gnews
Petugas medis menyuntikkan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada warga di Rusun Rawa Bebek, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Kamis, 10 Juni 2021. Permohonan untuk vaksinasi bagi warga 18 tahun ke atas sudah disetujui Kementerian Kesehatan. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Petugas medis menyuntikkan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada warga di Rusun Rawa Bebek, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Kamis, 10 Juni 2021. Permohonan untuk vaksinasi bagi warga 18 tahun ke atas sudah disetujui Kementerian Kesehatan. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Efek Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dari vaksin AstraZeneca dikabarkan lebih keras daripada Sinovac. Lalu, apakah efek KIPI yang lebih keras membuat vaksin AstraZeneca memiliki efektivitas lebih tinggi?

Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam menjelaskan bahwa efek KIPI yang lebih keras tidak bisa menjadi acuan apakah efektivitas vaksin lebih tinggi.

“Enggak begitu, kita tidak bisa bilang korelasi antara efek KIPI dan efektivitas vaksin,” ujar dia melalui sambungan telepon, Kamis sore, 10 Juni 2021.

Jika dilihat dari pengujian yang ada, kata Ari yang juga Dekan FKUI itu, memang AstraZeneca memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibanding Sinovac. Namun, pengujian AstraZeneca menggunakan sampel dari luar negeri, sementara Sinovac dari Indonesia.

“Jadi kalau bicara efektivitas harus head to head, harus sama-sama diuji di Indonesia, sampelnya orang Indonesia. Jadi kita tidak bisa bilang efektivitas AstraZeneca lebih tinggi, karena sampelnya kan dari luar,” tutur dia.

Ari, peraih gelar master biologi molekuler di University of Queensland Australia itu juga menambahkan bahwa sejak awal dirinya sudah menyarankan agar vaksin yang akan digunakan di Indonesia harus diuji klinis dengan sampel orang Indonesia. “Tapi ya meskipun efek KIPI AstraZeneca lebih keras, secara umum tidak mengkhawatirkan, jadi tidak masalah,” katanya.

Dihubungi terpisah, Ahli Patologi Klinis dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Tonang Dwi Aryanto, menjelaskan, sebenarnya respons masing-masing orang terhadap vaksinasi memang berbeda-beda kekuatannya “Jadi berat ringannya gejala tidak bisa menjadi ukuran mutlak,” ujar dia kepada Tempo, Kamis.

Sinovac dibuat dari inactivated whole—virus utuh yang sudah dimatikan. Dengan kondisi itu, tersisa sifat perangsang imun terutama pada yang paling dominan, protein S. Dengan kondisi ini, respons imun yang timbul relatif lebih lemah daripada produk AstraZeneca.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara, AstraZeneca dibuat dengan teknologi yang lebih kompleks. Ada bagian dari virus Covid-19—sebagian kecil saja, dengan membersihkan dulu dari bagian-bagian lain, ditanamkan dalam vektor (virus pembawa). Maka tubuh penerima vaksin harus merespons dua benda asing sekaligus, vaksin yang dibawa dan virus pembawanya.

AstraZeneca menggunakan virus pembawa yang bukan biasa menginfeksi manusia, melainkan benda asing yang harus direspon sistem imun pasien vaksinasi. Dengan metode yang lebih kompleks itu, kata Tonang, diharapkan efektivitas vaksin lebih tinggi, walau konsekuensinya, respons tubuh cenderung lebih kuat. Akibatnya gejalanya juga lebih terasa. 

Tapi, Tonang yang juga seorang epidemiolog itu berujar, tidak juga harus diartikan bahwa kalau tidak ada gejala, berarti responsnya tidak kuat atau bahkan tidak ada, karena semua kembali kepada kekuatan tubuh masing-masing. “Respons dalam tubuh mungkin kuat, tapi tidak sampai timbul gejala signifikan karena tubuh kita kuat.”

Minimalnya, dosen ilmu patologi klinik di UNS itu berharap bisa lebih menggambarkan mengapa yang menerima AstraZeneca, cenderung merasakan efek yang lebih kuat dalam bentuk gejala lebih signifikan, daripada produk Sinovac.

Untuk saat ini, menurut Tonang, apapun adanya, sudah mendapat vaksin saja harus bersyukur sambil tetap waspada dan memantau, semoga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. “Sambil juga menyimak data-data yang terkumpul. Di luar sana, masih jauh lebih banyak lagi yang bahkan belum mendapat kesempatan divaksinasi,” katanya.

Baca:
Beda Efek KIPI Vaksin AstraZeneca dan Sinovac, Apa Kata Pakar?

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Penjelasan Guru Besar FKUI Soal Kenapa 1 Juta Lebih WNI Pilih Berobat di Luar Negeri

4 hari lalu

Presiden Joko Widodo melakukan peninjauan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Toto Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, pada Senin, 22 April 2024. Dalam kunjungannya, Presiden Jokowi meninjau langsung fasilitas dan alat-alat kesehatan yang ada di RSUD tersebut. Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
Penjelasan Guru Besar FKUI Soal Kenapa 1 Juta Lebih WNI Pilih Berobat di Luar Negeri

Jokowi menyebut 1 juta lebih WNI berobat ke luar negeri. Apa alasannya?


Jenis Vaksin yang Dianjurkan Pakar untuk Jemaah Haji

4 hari lalu

ilustrasi Haji (pixabay.com)
Jenis Vaksin yang Dianjurkan Pakar untuk Jemaah Haji

Empat jenis vaksin sangat penting bagi jemaah haji, terutama yang masuk populasi berisiko tinggi seperti lansia dan pemilik komorbid.


Guru Besar UGM Anjurkan Daun Pegagan untuk Terapi Daya Ingat, Begini Cara Kerjanya

5 hari lalu

Ilustrasi otak. medicalnews.com
Guru Besar UGM Anjurkan Daun Pegagan untuk Terapi Daya Ingat, Begini Cara Kerjanya

Tanaman liar pegagan dianggap bisa membantu terapi daya ingat. Senyawa aktifnya memulihkan fungsi hipokampus, bagian krusial pada otak.


Gelar Kampus Menggugat di Hari Kartini, Guru Besar UGM: Kita Bagian Kerusakan Demokrasi di Era Jokowi

7 hari lalu

Aktivis perempuan termasuk dosen dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menggelar aksi Kampus Menggugat dalam peringatan Hari Kartini di Balairung UGM Yogyakarta Minggu 21 April 2024. Dok.istimewa
Gelar Kampus Menggugat di Hari Kartini, Guru Besar UGM: Kita Bagian Kerusakan Demokrasi di Era Jokowi

Kegiatan Kampus Menggugat ini menyorot kondisi demokrasi di penghujung kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang merupakan alumnus UGM.


Unas Bentuk Tim Pencari Fakta Usut Kasus Kumba Digdowiseiso

9 hari lalu

Dekan Universitas Nasional Kumba Digdowiseiso. Foto : UNAS
Unas Bentuk Tim Pencari Fakta Usut Kasus Kumba Digdowiseiso

Unas membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) dugaan pencatutan nama dalam publikasi jurnal internasional yang diduga melibatkan Kumba Digdowiseiso.


Kata KIKA soal Pengunduran Diri Kumba Digdowiseiso yang Tak Disertai Pencabutan Gelar Guru Besar

9 hari lalu

Satria Unggul Wicaksana Dosen UM Surabaya. um-surabaya.ac.id
Kata KIKA soal Pengunduran Diri Kumba Digdowiseiso yang Tak Disertai Pencabutan Gelar Guru Besar

Koordinator KIKA, Satria Unggul, mengatakan bahwa keputusan yang jadi pilihan Kumba Digdowiseiso harus dihormati.


Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

10 hari lalu

Guru Besar Pulmonologi di FKUI Tjandra Yoga Aditama, yang juga Eks Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara. dok pribadi
Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa


Guru Besar Unpad Sebut Kasus Kumba Digdowiseiso Puncak Gunung Es: Masalah Sistemik

10 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Guru Besar Unpad Sebut Kasus Kumba Digdowiseiso Puncak Gunung Es: Masalah Sistemik

Kata Guru Besar Unpad soal kasus Kumba.


Prodi Biologi UGM Raih Peringkat 1 Terbaik Se-Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Fasilitasnya

10 hari lalu

Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. (FOTO ANTARA)
Prodi Biologi UGM Raih Peringkat 1 Terbaik Se-Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Fasilitasnya

Program studi Biologi di Universitas Gadjah Mada (UGM) tempati urutan 1 terbaik se-Indonesia dan masuk daftar 501-550 terbaik di dunia.


KIKA Minta Nadiem Tak Ragu Copot Status Guru Besar Kumba

10 hari lalu

Dekan Universitas Nasional Kumba Digdowiseiso. Foto : UNAS
KIKA Minta Nadiem Tak Ragu Copot Status Guru Besar Kumba

Nadiem diharapkan bisa mengambil tindakan tegas.