TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Bidang Ilmu Anatomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Dwi Cahyani Ratna Sari, mendorong pemakaian tanaman herbal Centella asiatica—biasa dikenal sebagai pegagan—untuk terap daya ingat otak. Senyawa aktif tanaman itu ditengarai mampu meningkatkan kemampuan belajar dan memori pada manusia.
“Salah satu terapi yang sedang dikembangkan untuk mengatasi defisit memori di hipokampus adalag dengan pegagan,” ujarnya ketika berpidato di ruang Balai Senat UGM, dikutip dari laman resmi UGM, Selasa, 23 April 2024.
Dwi yang baru dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, tersebut menyoroti pentingnya hipokampus dalam penelitian neurosains modern. Struktur otak berukuran 5 sentimeter itu berfungsi sebagai pusat pembelajaran, konsolidasi memori, termasuk untuk pemetaan kognitif.
Hipokampus merupakan pusat otak untuk kemampuan mengingat, terutama karena dipenuhi neuron di dalamnya. Di bagian tersebut, memori jangka pendek dapat diolah menjadi ingatan jangka panjang dan disimpan pada korteks serebri, melalui proses plastisitas sinaptik. Berkat pemetaan kognitif hipokampus, seseorang dapat menyadari sebuah lokasi dan kegiatan yang sedang dilakukan.
Pembentukan memori pada hipokampus terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah penyusunan kode (encode), ketika informasi disimpan dengan perhatian yang cukup agar tidak mudah dilupakan. Tahap berikutnya adalah konsolidasi memori, kemudian penyimpanan memori. Sisanya hanyalah pengungkapan kembali memori tersebut.
“Memori, dengan jelas yang kuat, dapat diungkap kembali dengan mudah,” tutur Dwi.
Sayangnya, kata dia, hipokampus rentan terkena stres. Tekanan yang berkepanjangan bisa meredam fungsi bagian tersebut. Ketika stres, otak mengalami atrofi dendrit, yaitu penurunan fungsi sel saraf dalam menerima sinyal dari sel lain.
Ada juga tekanan neurogenesis atau tidak terjadinya pembentukan neuron baru. Artinya, stres bisa mempengaruhi kemampuan belajar dan dan kemampuan untuk mengingat.
Situasi itu, menurut Dwi, bisa diatasi dengan pegagan. Tanaman yang sering tumbuh liar itu mengandung asam asiatik dan asiatikosida. Keduanya bisa menembus sawar darah-otak, mempengaruhi permeabilitas glukokortikoid, serta meningkatkan influx ion kalsium. Proses-proses itu membantu perbaikan daya ingat karena langsung berhubungan dengan fungsi neuron di hipokampus.
“Secara umum, pegagan ini juga memperbaiki memori spasial pasca stres, melalui efek ansiolitik, tutur Dwi. Senyawa tumbuhan itu, dia mengimbuhkan, juga meningkatkan sintesis neurotransmitter, terutama dopamin, yang mendukung konsolidasi memori melalui Long Term Potentiation (LTP).
Guru Besar baru UGM itu mendorong penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi jalur kaskade pegagan dan titik tangkapnya di hipokampus. Zat aktif dalam pegagan, kata Dwi, perlu diteliti lebih lanjut untuk menentukan dosis efektifnya. Penelitian lanjutan juga urgen untuk memastikan efek pegagan terhadap memori pada manusia.
Pilihan Editor: Lowongan Kerja Tergerus AI, Pakar Unair: Pekerja Skill Rendah Semakin Tertekan