TEMPO.CO, Yogyakarta - Akurasi alat deteksi Covid-19 temuan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, GeNose, belakangan ramai disorot kembali setelah lonjakan kasus meningkat tajam.
Salah satu sorotan datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang meminta agar penggunaan GeNose sebagai syarat perjalanan seperti kereta api dihapus karena alat itu disinyalir memiliki akurasi rendah dan memunculkan status 'negatif palsu'.
Peneliti virus yang juga juru bicara GeNose UGM, Mohamad Saifudin Hakim mengatakan bahwa alat deteksi Covid-19 berbasis embusan napas itu selama ini berfungsi mencegah penularan Covid-19.
"Sebab, GeNose menghasilkan angka terduga Covid-19 (rata-rata positif/positivity rate) dari sejumlah sampel calon penumpang, yang biasanya tidak menunjukkan gejala Covid-19, sebanyak sembilan persen," kata Hakim, Minggu, 27 Juni 2021.
Pakar bakteriologi, virologi, dan mikologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM itu mengatakan saat ini angka rata-rata tingkat positif nasional mencapai 14 persen dari jumlah orang yang dites.
Sebagian orang yang terdeteksi positif merupakan kategori orang tanpa gejala (OTG). Jumlah tersebut berpotensi masuk dalam populasi calon penumpang transportasi publik.
"Implementasi GeNose sebagai alat skrining bagi calon penumpang transportasi publik, terutama kereta api, juga menunjukkan tingkat positif yang cukup tinggi," kata doktor jebolan Erasmus University Rotterdam, Belanda tersebut. Rata-rata angka tingkat positif dengan GeNose C19 mencapai sembilan persen dengan standar deviasi tiga persen.
Sebagian calon penumpang yang merasa sehat dan ingin melakukan perjalanan, namun sebenarnya OTG, dapat tertangkap dan terdeteksi oleh unit-unit GeNose di Stasiun Gambir pada kurun waktu 30 Mei-15 Juni 2021.
Hal ini, ujar dia, mencerminkan bahwa GeNose C19 tetap akurat menjaring penumpang terduga positif dengan status OTG sekalipun. “Alih-alih negatif palsu, GeNose C19 justru mencegah penularan jika hasil positif itu dipatuhi,” kata Hakim yang kini menjadi dosen sekaligus peneliti virus di UGM itu.
Sementara itu, positivity rate Covid-19 secara nasional didasarkan pada pemeriksaan terhadap orang bergejala maupun tidak bergejala, dan tidak hanya di koridor sistem transportasi. Sehingga, menurutnya, masuk akal apabila tingkat positif GeNose C19 sedikit berbeda dengan persentase nasional.
“Kesamaannya, sekarang ini positivity rate GeNose C19 dan Satgas Covid 19 sudah melampaui ketetapan positivity rate WHO, yaitu di atas lima persen,” kata Hakim.
Dengan keakuratan mendeteksi calon pelaku perjalanan yang kemungkinan OTG, maka GeNose C19 justru mencegah penularan yang ditandai dengan angka tingkat positif yang mendekati tingkat positif nasional dan minimnya data hasil negatif palsu.
“Kami tentu turut mengimbau agar masyarakat dapat menerima jika memperoleh hasil tes positif serta patuh dengan tidak meneruskan perjalanan demi keselamatan bersama,” tutur Hakim.
“Tim pengembang GeNose juga terus menyempurnakan kualitas dan performa alat agar akurasinya terus meningkat dan makin dipercaya dalam melayani kebutuhan masyarakat,” kata Hakim.
Tes skrining yang cepat, mudah, akurat dan terjangkau dibutuhkan oleh masyarakat bawah yang terpaksa harus bepergian. Sebab, kebutuhan kerja dan kebutuhan ekonomi di masa pandemi semakin sulit.
Saat ini, izin edar GeNose C19, yaitu AKD 20401022883, masih berlaku dan GeNose C19 tengah jalani uji validasi eksternal. Tahap uji ini merupakan komitmen produsen pascapemasaran dan kepatuhan produsen pada regulasi yang berlaku di Indonesia.
“Menjalani uji validasi eksternal bukan berarti GeNose C19 tidak layak digunakan atau karena diragukan kehandalannya, justru dengan data tambahan dari validasi eksternal akan memperkaya data riset GeNose C19 yang dapat meningkatkan kecerdasan dan keakuratan dari GeNose C19,” ujarnya.
Baca:
Penanganan Covid-19, 17 Ribu Meter Kubik Oksigen Cair Tambahan Dipasok ke Yogya