TEMPO.CO, Bandung - Bioavtur buatan Indonesia memasuki tahap pengujian di pesawat terbang. Bioavtur merupakan campuran minyak dari fosil dengan bahan nabati dari kelapa sawit. Pertamina telah siap memproduksi hasil riset bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Menurut Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, Ifki Sukarya, produksi bioavtur dilakukan di kilang Pertamina Internasional unit Cilacap. Selain punya kapasitas, kilang Cilacap telah digunakan untuk memproduksi bahan bakar pesawat jenis Aviation Turbine (avtur). “Angka produksi tertinggi 1.852 ribu barel sepanjang 2020,” katanya lewat keterangan tertulis yang diterima, Rabu, 8 September 2021.
Di Unit Kilang Cilacap, pengembangan bioavtur dilakukan di dalam Treated Distillate Hydro Treating (TDHT). Adapun katalis Merah Putih untuk bioavtur ini diproduksi di fasilitas milik Clariant Kujang Catalyst di Cikampek dengan supervisi langsung dari tim riset teknologi dan inovasi (RTI) Pertamina.
Ifki mengatakan, bioavtur dihasilkan dari bahan baku minyak inti kelapa sawit atau Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) dengan avtur fosil. “Kapasitas produksi bioavtur di Unit Kilang Cilacap mencapai 8.000 barel per hari dan akan terus ditingkatkan dengan melihat kebutuhan pasar mulai 2023 nanti,” ujarnya.
Bioavtur J2.4 yang diproduksi Pertamina mengandung 2,4 persen minyak nabati. Kadar 2,4 persen itu, menurut Ifki, merupakan pencapaian maksimal dengan teknologi katalis yang ada. “Performa bioavtur sudah optimal, di mana perbedaan kinerjanya hanya 0,2–0,6 persen dari kinerja avtur fosil,” kata dia.
Riset dan pembuatan bioavtur merupakan inovasi energi bersih berbasis bahan bakar nabati untuk moda transportasi udara. Pertamina merintisnya sejak 2014 di unit kilang Dumai dan Cilacap.
Tahap awal pengembangannya dikelola oleh PT Kilang Pertamina Internasional unit Dumai melalui Distillate Hydrotreating Unit (DHDT). Target awalnya, yaitu produksi diesel biohidrokarbon dan bioavtur dalam skala laboratorium.
Pada tahap kedua, Pertamina memproduksi diesel biohidrokarbon yang lebih efisien. Hasilnya pada 2020, unit Kilang Dumai membuat D-100 yang 100 persen berasal dari bahan baku nabati, yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO).
RBDPO adalah minyak kelapa sawit yang sudah melalui proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan bau. Tahap awal itu kemudian dikembangkan menjadi bioavtur.
Pertamina menyatakan kinerja bioavtur telah diuji lima kali dalam engine test cell selama dua periode. Kerja samanya melibatkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Tim Uji Bioavtur ITB, Garuda Maintenance Facilities, juga PT Dirgantara Indonesia yang menawarkan uji terbang menggunakan pesawat CN235 FTB.
Pendukung lainnya, yaitu Indonesian Military Airworthiness Authority (IMAA) sebagai pemberi izin uji terbang, serta Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU)-Kementerian Perhubungan sebagai pihak yang memegang otoritas untuk penggunaan bioavtur pada pesawat komersial.
Baca:
Indonesia Uji Terbang Perdana Pesawat Berbahan Bakar Bioavtur Besok