Eddy Fadlyana
Manajer tim riset Universitas Padjadjaran, Eddy Fadlyana, mengatakan uji klinis vaksin Sinovac melibatkan 100 orang, terdiri atas sekitar 20 dokter dan sisanya perawat serta petugas administrasi. Uji klinis dilaksanakan di enam pusat kesehatan masyarakat dan pusatnya berada di Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin, Bandung.
Sebelumnya tim membuat protokol uji klinis yang harus disetujui BPOM. Sembari melengkapi kebutuhan itu, rekrutmen relawan uji klinis dimulai. Targetnya 1.620 orang.
Tim riset sempat ragu ada orang yang mau menjadi relawan. Saat itu banyak beredar hoax dan komentar miring tentang vaksin. Juga ada anggapan bahwa para relawan akan diperlakukan seperti 'kelinci percobaan'. Di luar dugaan, yang bersedia menjadi relawan ternyata sangat banyak.
“Membeludak,” tutur Eddy pada pertengahan Desember lalu. Waktu pendaftaran yang disiapkan sebulan malah dapat ditutup lebih cepat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjadi salah satu relawan.
Uji klinis Sinovac di Bandung itu merupakan pengalaman pertama bagi Indonesia. Menurut Eddy, salah satu masalah yang muncul adalah ketidakcocokan data yang disampaikan relawan saat mengikuti uji klinis. Misalnya, mereka yang bisa mendaftar sebagai relawan adalah yang tak memiliki penyakit bawaan (komorbid).
Namun, “Ketika sudah masuk ke penelitian, penyakitnya ternyata macam-macam. Akhirnya dia dikeluarkan,” ucapnya.
Manajer Lapangan Uji Klinis Vaksin Covid-19 Eddy Fadlyana (kanan) bersama Manajer Bidang Riset, Pengabdian pada Masyarakat, Inovasi dan Kerjasama FK Unpad Profesor Kusnandi Rusmil. Foto: Abdan Syakura/Republika
Bagi Eddy, salah satu yang membuatnya deg-degan adalah tenggat yang ketat dan keinginan pemerintah mempercepat proses uji klinis. Dalam sebuah pertemuan dengan tim riset, Presiden Joko Widodo menanyakan kemungkinan uji klinis selesai dalam tiga bulan dari rencana enam bulan.
Seusai uji klinis Sinovac, Eddy dan timnya melanjutkan penelitian mengenai vaksin penguat (booster), vaksin Merah Putih.