TEMPO.CO, Jakarta - Banyak jenis energi yang dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik. Dari beberapa jenis energi itu, salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Adapun PLTP mengoperasikan turbin menggunakan energi panas Bumi. Energi itu didapatkan dengan cara membuat sumur sampai kedalaman panas Bumi.
Di Indonesia, insiden kebocoran gas beracun hidrogen sulfida (H2S) menewaskan satu orang pekerja di sumur bor PLTP Dieng di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Sabtu, 12 Maret 2022. Sejumlah orang lainnya dibawa ke rumah sakit.
Apa saja fakta tentang energi panas Bumi untuk membangkitkan tenaga listrik?
- Ramah lingkungan
Mengutip laman Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, penggunaan energi panas bumi sebagai pembangkit listrik dianggap ramah lingkungan. Tak hanya produksi, tapi juga penggunaan. Saat proses pengembangan dan pembuatan, tenaga panas Bumi sepenuhnya bebas dari emisi karbon maupun sulfur.
Penggunaan energi panas Bumi tidak akan menimbulkan pencemaran lingkungan. PLTP tidak membutuhkan bahan bakar fosil yang menyebabkan polusi udara dan pemanasan global.
- Energi pembangkit listrik alternatif
Mengutip buku Pengembangan Industri Energi Alternatif: Studi Kasus Energi Panas Bumi Indonesia setidaknya ada lima alasan energi panas Bumi dalam perekonomian. Pertama, ketergantungan bahan bakar minyak sangat tinggi. Konsumsi bahan bakar minyak lebih besar daripada produksi. Kedua, krisis energi memicu meningkatnya harga bahan bakar di pasar internasional.
Ketiga, Indonesia akan terus defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) jika harga minyak mentah terus meningkat, karena pemerintah masih memberi subsidi.
Keempat, makin menurun investasi pencarian atau eksplorasi karena cadangan minyak bumi kian menipis. Hal lain juga diperkirakan habis dalam waktu 10 tahun ke depan. Kelima, penggunaan bahan bakar minyak berbasis fosil saat ini telah menjadi penyebab utama perubahan iklim dunia.
- Panas Bumi untuk PLTP
Mengutip publikasi dalam situs web Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, saat ini ada tiga macam PLTP yang mampu mengonversi panas Bumi menjadi sumber daya listrik. Tiga teknologi itu dry steam power plants, flash steam power plants, dan Binary Cycle Power Plants.
Dry steam power plants mengambil uap panas Bumi untuk menggerakkan turbin yang memutar generator penghasil listrik.
Flash steam power plants mengambil air panas dari dalam Bumi yang suhunya melebihi 175 derajat Celsius. Uap panasnya untuk menggerakkan turbin, mengaktifkan generator yang menghasilkan listrik.
Binary Cycle Power Plants uap panas dari sumur produksi tak menyentuh turbin. Air panas Bumi digunakan untuk memanaskan fluida atau working fluid di penukar panas (heat exchanger). Working fluid menjadi panas, kemudian menghasilkan uap berupa flash. Uap yang dihasilkan di heat exchanger dialirkan untuk memutar turbin. Putaran turbin akan menggerakkan generator untuk menghasilkan sumber daya listrik
- Indonesia di urutan kedua negara potensi panas Bumi terbesar
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut dunia baru memanfaatkan 9,67 persen atau 11,5 Gigawatt dari potensi panas Bumi yang ada 119,3 Gigawatt. Potensi panas Bumi di Indonesia berada di urutan kedua, yaitu 24,77 persen.
Pemanfaatan panas Bumi, Indonesia masih di peringkat ketiga atau 12,95 persen. Filipina yang paling banyak memanfaatkan panas Bumi, 46,75 persen. Jepang yang memanfaatkan energi panas Bumi lebih banyak secara langsung, dikutip dari publikasi dalam situs web Universitas Gadjah Mada.
- Dampak buruk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Mengutip laman Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), mengoperasikan turbin menggunakan energi panas Bumi. Energi itu didapatkan dengan cara membuat sumur sampai kedalaman panas Bumi.
PLTP tak menghasilkan emisi gas rumah kaca, karena tak menggunakan bahan bakar fosil maupun batu bara. PLTP termasuk sumber tenaga untuk mengurangi efek pemanasan global.
Kendati begitu, pembangunan PLTP bukan tanpa risiko. Adapun dampak negatif PLTP rentan terjadi kerusakan ekosistem akibat pembukaan lahan. Risiko lainnya gempa kecil, pencemaran air, tanah ambles, longsor, limbah bahan berbahaya dan beracun. Kecenderungan risikonya juga muncul rekahan di batuan bawah tanah. Risiko paling buruk munculnya semburan lumpur panas, seperti dikutip dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Mengenali Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu