TEMPO.CO, Yogyakarta - Suhu panas terik akhir-akhir ini dirasakan oleh masyarakat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Suhu harian yang tercatat periode 1–12 Mei 2022 berkisar 31-33.6°Celcius dengan suhu harian tertinggi 33.6°Celcius terjadi pada tanggal 3 Mei 2022.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta meminta masyarakat tak langsung mengait-ngaitkan fenomena itu dengan aktivitas Gunung Merapi yang masih aktif menyemburkan awan panas dan lava pijar sehingga menimbulkan kekhawatiran berlebih.
"Suhu ekstrem ini tidak ada kaitannya dengan aktivitas Gunung Merapi," kata Kepala Stasiun Meteorologi Yogyakarta Warjono kepada Tempo, Rabu, 18 Mei 2022.
Warjono tak menepis kemungkinan aktivitas Merapi berpotensi memicu peningkatan suhu di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya, terutama jika Merapi aktif menyemburkan awan panas. "Kalau ada semburan awan panas tentu bisa berpengaruh pada suhu sekitarnya, tapi tentu ada perhitungan sendiri, atau diukur dengan peralatan atau sensor," kata dia.
Lantas apa penyebab utama panas ekstrem di Yogya kali ini? Kepala Stasiun Klimatologi Sleman, Yogyakarta, Reni Kraningtyas, menjelaskan berdasarkan data hasil pengamatan di Stasiun Klimatologi Sleman, rata-rata suhu maksimum yang terukur pada bulan Mei periode tahun 2015-2021 adalah 31.8°Celcius.
"Suhu maksimum tertinggi yang pernah tercatat pada periode tahun 2015-2021 adalah 36.4°Celcius, pada 21 Oktober 2019 silam," kata dia.
Reni mengatakan fenomena suhu panas terik yang terjadi pada siang hari di Yogya saat ini dipicu oleh beberapa hal. Pertama, posisi semu matahari saat ini sudah berada di wilayah utara ekuator, di mana tingkat pertumbuhan awan dan fenomena hujannya akan sangat berkurang, sehingga cuaca cerah pada pagi menjelang siang hari akan cukup mendominasi.
"Juga dipicu dominasi cuaca yang cerah dan tingkat perawanan yang rendah tersebut dapat mengoptimumkan penerimaan sinar matahari di permukaan bumi, sehingga menyebabkan kondisi suhu yang dirasakan oleh masyarakat menjadi cukup terik pada siang hari," kata Reni.
Tak hanya itu, Reni melanjutkan, suhu panas terik yang terjadi di wilayah Indonesia juga bukan fenomena gelombang panas.
Menurut WMO (World Meteorological Organization), gelombang panas atau dikenal dengan heatwave merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lima hari atau lebih secara berturut-turut, di mana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5° Celcius atau lebih.
Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika yang dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah. Sementara yang terjadi di wilayah Indonesia adalah fenomena kondisi suhu panas atau terik dalam skala variabilitas harian.
"Prinsipnya, kewaspadaan kondisi suhu panas atau terik pada siang hari masih harus diwaspadai hingga pertengahan Mei," kata dia.
Dengan kondisi tersebut, BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kondisi stamina tubuh dan kecukupan cairan tubuh, terutama bagi warga yang beraktivitas di luar ruangan pada siang hari supaya tidak terjadi dehidrasi, kelelahan dan dampak buruk lainnya.
Baca:
Hujan Lebat Sepanjang Sore Bikin Banjir di Sebagian Yogyakarta
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.