TEMPO.CO, Jakarta - Tim mahasiswa dan dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat Smart Growth Chamber. Alat berkapasitas 1000 liter itu khusus dibuat untuk pembenihan bawang putih impor dari Cina yang akan dikawinsilangkan dengan bawang putih lokal oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang.
“Kalau proses ini berhasil dan bagus, kita bisa mengatasi problem besar impor bawang putih selama ini,” kata Irman Idris, dosen yang menjadi pembimbing tim kepada Tempo, Minggu, 26 Juni 2022.
Dari catatan tim riset itu, Indonesia mengimpor 96 persen kebutuhan bawang putih domestik. Nilainya, menurut data Badan Pusat Statistik pada 2020, sebanyak 587,7 juta kilogram senilai US$ 585,8 juta. Sementara produktivitas bawang putih lokal masih sangat rendah dan ukurannya lebih kecil dibandingkan bawang putih dari Cina yang beriklim subtropis.
Smart Growth Chamber dibuat sebagai ruang tumbuh tanaman bawang putih impor hingga berbunga lalu dikawin silang dengan bawang putih lokal. “Jadi alat ini untuk mengemulasi iklim mikro subtropis,” ujar Irman.
Mahasiswa yang terlibat, yaitu Rizca Shafira Salsabila Makasuci, Agung Dwi Laksana, dan Cedric Samuel, menjadikan pembuatan alat itu sebagai tugas akhir. Smart Growth Chamber berukuran luar 145 x 96,5 x 201,5 sentimeter dengan bagian dalam berdimensi 99 x 75 x 142 sentimeter. Di antara lapisan luar dan dalamnya yang memakai bahan logam antikarat, dipasang polyurethane untuk mengisolasi suhu.
Tim mahasiswa dan dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB pembuat Smart Growth Chamber. Alat ini digunakan untuk menumbuhkan tanaman, terutama di fase pembenihan. (Dok.Tim Riset ITB)
Adapun setelan temperaturnya berkisar -15 hingga 50 derajat Celcius. Pengaturan lainnya yaitu tingkat kelembapan udara 50-80 persen, kelembapan tanah 50-75 persen, pencahayaan dari 0 sampai 2.700 lux, serta kadar CO2 atau gas karbondioksida berkisar 400-5.000 ppm.
Lama siklus pertumbuhan tanamannya hingga berbunga, kata Irman, berkisar 3-5 bulan. Di Shandong, Cina, dia membandingkan, penanaman bawang putih dilakukan pada musim dingin bersuhu sekitar -14,5 derajat Celcius hingga panen di musim panas. “Nanti pengguna peneliti bisa memprogram sendiri sesuai musim dingin, semi, dan panas,” ujar Irman.
Penggunanya bisa mengakses, memantau, dan mengendalikan perangkat ini langsung pada layar sentuh di alat, atau lewat situs web pada komputer, dan aplikasi mobile smartphone berbasis Android atau mendukung teknologi Internet of Things (IoT).
“Sistemnya remote dan multi-user karena di dalam alat itu ada empat kamera yang kami pasang, jadi bisa ikuti perkembangan tanamannya di dalam chamber,” kata Irman.
Memberikan spesifikasi khusus, pembuatan chamber butuh waktu selama setahun. Fitur seperti suhu minus dan IoT diklaim tidak dimiliki produk sejenis buatan luar negeri yang beredar di pasaran dengan harga Rp 100-400 juta per unit
Secara umum, ujar Irman, alat itu digunakan untuk mengemulasi atau menumbuhkan tanaman, terutama di pembenihan. Selain untuk eksperimen yang dipakai di sekolah pertanian atau produsen benih.
Rencananya Smart Growth Chamber akan diserahkan tim riset ke pengguna pada bulan depan. Sejauh ini, alat itu belum diuji langsung pada tanaman dan baru untuk mengukur suhu, intensitas cahaya, dan lain-lain. Alat memerlukan daya listrik sekitar 1000 watt. Pengguna perlu menyiapkan generator set jika aliran listrik seketika padam.
Baca juga:
Cerita dari SATU Indonesia Awards, Anak Nelayan Bawa IoT ke Keramba