TEMPO.CO, Banda Aceh - Masyarakat di dua daerah di Aceh Selatan, NAD, dan Mandailing Natal, Sumatera Utara, sedang resah karena kehadiran harimau di sekitar mereka. Keduanya menambah panjang konflik masyarakat dengan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), satwa dilindungi yang juga tertekan karena habitat dan mangsa di dalamnya yang semakin berkurang.
Di Aceh Selatan, warga minta perangkap harimau
Seekor harimau sumatera ukuran dewasa dilaporkan telah memangsa dua ekor kambing milik warga di Desa Batu Itam, Kecamatan Tapaktuan, pada Jumat petang, 15 Juli 2022. Kandang kambing berlokasi di belakang sebuah sekolah dasar.
"Tim sudah memeriksa lokasi serta memasang kamera pemantau. Jika nanti ditemukan keberadaan harimau tersebut, kami upayakan penggiringan kembali ke kawasan hutan," kata Kepala Resor Konservasi Wilayah 15 Tapaktuan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Aceh, Wirli, Sabtu 16 Juli 2022.
Wirli mengatakan, masyarakat yang menjadi resah pascaperistiwa itu juga meminta pemasangan perangkap. Namun, belum bisa dilakukan karena harus mendapat izin dari BKSDA Aceh. Untuk sementara, Wirli mengimbau masyarakat berhati-hati dan tidak ke luar rumah apabila tidak ada keperluan penting.
"Kemudian, tidak ke kebun sendirian," katanya sambil menambahkan, "Jika sudah dapat izin, kami akan pasang perangkap harimau tersebut."
Di Mandailing Natal, ada harimau bapak, ibu dan anak
Sekretaris Desa Pagur, Kecamatan Panyabungan Timur, Muhammad Taqwa, melaporkan sudah tiga kali kemunculan harimau di areal perkebunan warga setempat dalam dua pekan belakangan. Kemunculan berdasarkan laporan warga desa itu yang melihatnya. "Yang pertama pada 27 Juni, kemudian pada 6 Juli dan terakhir Rabu kemarin," ujarnya pada Kamis, 14 Juli 2022.
Taqwa menyebut, kemunculan harimau tersebut pertama kali dilihat oleh warga yang bernama Lahuddin di wilayah Banjar Paran Bira atau sekitar 3 kilometer dari perkampungan warga. Saat itu, satwa harimau tersebut hendak melintas. Kemudian, di Banjar Namumbang atau sekitar 4 kilometer dari areal permukiman dan ketiga kalinya di Simpang Pagur.
Ia menyampaikan, kehadiran harimau telah membuat warga desanya menjadi resah dan ketakutan. Apalagi mayoritas mata pencaharian masyarakat di desa itu merupakan petani kebun. "Sebagian saat ini sudah takut ke kebun."
Pelaksana tugas Kasi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat, KPH VIII Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Zulham Afandi, mengaku telah memasang camera trap dan membuat dentuman untuk menghalau satwa dilindungi tersebut dari perkampungan. Pemasangan dilakukan di beberapa tempat yang dianggap sebagai rute jalan harimau.
"Apabila ternyata masih mendekat, maka proses selanjutnya kami pasang perangkap untuk evakuasi hariimau, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat setempat," katanya menjelaskan.
Tim gabungan yang terdiri dari TNBG dan KPH saat mendatangi lokasi konflik Harimau Sumatera dengan warga di Desa Pagur Kecamatan Panyabungan Timur, Mandailing Natal, Sumatera Utara. Kehadiran harimau di areal perkebunan di desa itu membuat resah masyarakatnya. (ANTARA/HO)
Kata dia, dari hasil pantauan yang dilaksanakan oleh tim di lapangan, ada tiga ekor harimau yang diperkirakan berkeliaran di hutan di wilayah Aek Gorsing Desa Pagur. Ketiganya adalah satu keluarga terdiri dari jantan, betina dan satu ekor anak. Zulham juga mengimbau warga untuk sementara waktu mengurangi aktivitas ke hutan.
"Dan apabila sangat mendesak diminta agar tidak seorang diri," katanya sambil menambahkan areal lahan hutan di wilayah Aek Gorsing Desa Pagur telah berkurang. Penyebabnya, peralihan fungsi menjadi lahan perkebunan.