Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Komet K2 dari Awan Oort Melintasi Bumi Menuju Matahari

image-gnews
Komet C/2017 K2 (PanSTARRS) atau lebih dikenal dengan K2 tengah melintasi bumi. Komet ini diduga berasal dari suatu lokasi di bagian luar tata surya yang dinamakan Awan Oort. (BPON Kupang/M. Rayhan)
Komet C/2017 K2 (PanSTARRS) atau lebih dikenal dengan K2 tengah melintasi bumi. Komet ini diduga berasal dari suatu lokasi di bagian luar tata surya yang dinamakan Awan Oort. (BPON Kupang/M. Rayhan)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Komet C/2017 K2 (PanSTARRS) atau lebih dikenal dengan K2 tengah melintasi bumi. Komet ini diduga berasal dari suatu lokasi di bagian luar tata surya yang dinamakan Awan Oort.

Initial C dari komet tersebut bertipe non-periodik, angka 2017 menunjukkan tahun ditemukannya, dan kombinasi huruf dan angka K2 menunjukkan urutan ditemukannya pada tahun 2017.

“Komet ini melintas terdekat dengan Bumi pada 13 Juli 2022 pada jarak sekitar dua kali jarak Bumi ke Matahari. Saat ini, K2 sedang menuju jarak terdekatnya ke Matahari yang diperkirakan terjadi pada Desember tahun ini," ujar Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Abdul Rachman selaku Koordinator Balai Pengelola Observatorium Nasional (BPON) Kupang dalam keterangannya, Senin, 25 Juli 2022.

"Karena termasuk dalam golongan komet non-periodik, K2 tidak rutin melintas di dekat Bumi seperti halnya komet-komet periodik misalnya Komet Halley yang periodenya sekitar 83 tahun, sehingga tidak diketahui kapan ia akan melintas di dekat Bumi lagi,” tambahnya.

Awal Ditemukan

Abdul menceritakan bahwa Komet K2 ditemukan oleh sistem pemantau komet bernama Panoramic Survey Telescope and Rapid Response System (PanSTARRS) yang berlokasi di Hawaii pada 21 Mei 2017. Komet ini diduga berasal dari Awan Oort (Oort Cloud) yang berupa kumpulan benda-benda yang berada di bagian terluar dari Tata Surya.

Saat melintas dengan jarak paling dekat dengan Bumi, K2 menampilkan ekor debu dan ekor gas. Semakin dekat ke Matahari, ekor gas akan terlihat semakin jelas.

Pengamatan Komet

Saat melintas dekat Bumi, K2 hanya bisa dilihat jika memakai teleskop apalagi karena saat itu bertepatan dengan Bulan purnama. Akan tetapi, seiring makin dekatnya komet tersebut dengan Matahari, maka ia akan bisa dilihat dengan binokular. Seluruh daerah di permukaan bumi berkesempatan untuk melihat komet itu pada malam hari yang cerah.

"K2 bisa diamati beberapa bulan, terutama saat komet itu melintas dekat Bumi, dalam perjalanannya menuju titik terdekatnya dengan Matahari, dan hingga beberapa bulan setelah itu,” lanjutnya.

Fenomena komet melintas Bumi melalui riset dapat dipelajari kemungkinan jatuhnya komet tersebut ke Bumi. Untuk kasus K2, komet melintasi bumi pada jarak lebih dari 270 juta kilometer sehingga tidak berdampak apa-apa ke Bumi. Dan karena melintasnya cukup jauh dari Bumi, yakni sekitar dua kali jarak Matahari-Bumi, maka tidak ada efek negatif yang ditimbulkan.

“Pengamatan Komet K2 di BPON dilakukan di Kantor Operasional dan Pusat Sains di Desa Oelnasi selama beberapa hari sejak 13 hingga 16 Juli 2022. Setiap hari pengamatan itu, dilakukan akuisisi hingga beberapa jam. Data yang terkumpul selain bisa dianalisis untuk keperluan riset, bisa juga digunakan untuk astrofotografi," kata Abdul.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk pengamatan K2, digunakan teleskop yang memakai cermin berukuran 25 cm dan detektor CCD yang dilengkapi dengan beberapa buah filter warna.

Kepala Pusat Riset Antariksa, Emanuel Sungging, mengungkapkan bahwa data hasil pengamatan ini dapat dimanfaatkan untuk riset, tidak hanya oleh peneliti BRIN, tetapi semua yang tertarik untuk mempelajari dinamika benda-benda di dalam Tata Surya.

“Dari perwujudan kedua ekor komet (debu dan gas) yang bisa diamati, dapat diperoleh pemahaman pada sifat intrinsik komet, serta pada bagaimana kondisi cuaca antariksa pada saat itu. Selain itu dari perjalanan komet, setidaknya sampai Desember 2022,” jelas Emanuel.

Ia juga mengajak melihat kelanjutan hidup K2. Kemungkinan bisa mengakhiri hidupnya dengan menghujam ke Matahari ataukah melanjutkan lintasannya keluar dari tata surya. Pertanyaan selanjutya, perjalanannya dikemudian hari jika keluar dari tata surya.

Fenomena Alam Menarik

Melihat komet di angkasa yang melintasi Bumi sungguh peristiwa langka. Jika dibanding dengan gerhana Bulan, gerhana Matahari yang lebih kerap terjadi, fenomena langka ini hanya terjadi beberapa tahun bahkan berpuluh-puluh tahun sekali.

Komet merupakan anggota tata surya yang turut mengitari Matahari, seperti halnya Bumi, yang dalam perjalanannya dari area luar Tata Surya (outer solar system) ke area dalam Tata Surya (inner solar system), baru saja melintasi Bumi.

Fenomena melintasnya komet ini merupakan kesempatan yang baik bagi para ilmuwan untuk mengamati komet ini lebih dekat dan bagi para penggiat astofotografi untuk memotretnya. Setiap komet memiliki keunikan yang menarik untuk dikaji secara ilmiah dan untuk diabadikan kenampakannya melalui bidikan kamera.

“Harapan terbesar dari pengamatan singkat seperti ini adalah memberikan wawasan dan informasi kepada masyarakat Indonesia, bahwa bangsa Indonesia sudah mempunyai sebuah observatorium astronomi di wilayah Nusa Tenggara Timur yang bisa dimanfaatkan untuk riset keantariksaan, bersama dengan BRIN,” harapnya.

Baca:
129 Kilometer, Inti Komet Ini Dipastikan Terbesar yang Pernah Terlihat

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Temuan Peneliti MIT Mengklaim AI Telah Mempelajari Cara Menipu Manusia

16 jam lalu

Ilustrasi kecerdasan buatan atau AI. Dok. Shutterstock
Temuan Peneliti MIT Mengklaim AI Telah Mempelajari Cara Menipu Manusia

Kemampuan sistem AI ini dapat melakukan hal-hal seperti membodohi pemain game online atau melewati captcha.


Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

18 jam lalu

Badai matahari dikabarkan akan menghantam bumi pada akhir tahun 2023? Kenali apa itu badai matahari di artikel ini. Foto: Canva
Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

Ilmuwan NOAA mendeteksi badai geomagnetik terbaru yang terjadi pada 11 Maret 2024 dan dampaknya diperkirakan berlanjut hingga Mei ini.


DBD Masalah Kesehatan Dunia, BRIN Temukan Metode Pengendalian

21 jam lalu

Petugas melakukan fogging atau pengasapan untuk mencegah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu 9 Maret 2024. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mencatat sejak Januari 2024 hingga Maret 2024 jumlah kasus penyakit DBD sebanyak 7.654 kasus dengan angka kematian mencapai 71 kasus. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
DBD Masalah Kesehatan Dunia, BRIN Temukan Metode Pengendalian

Demam berdarah dengue (DBD) menjadi masalah bagi negara-negara tropis di dunia. Acapkali dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti.


Seberapa Ekstrem Dampak Badai Matahari Pekan Ini? Simak Penjelasan Peneliti Antariksa BRIN

1 hari lalu

Memprediksi Badai Matahari dalam 24 Jam
Seberapa Ekstrem Dampak Badai Matahari Pekan Ini? Simak Penjelasan Peneliti Antariksa BRIN

Badai matahari memicu paparan elektromagnetik yang mempengaruhi sejumlah alat komunikasi dan navigasi di bumi. Fenomena langka dari siklus surya.


Ekspedisi Jalur Sesar Baribis, BPBD Jabar Sosialisasi Bahaya Gempa

1 hari lalu

Pemetaan secara geologis Sesar gempa Baribis dari Serang di Banten sampai Purwakarta di Jawa Barat melintasi wilayah selatan Jakarta. (ANTARA/HO-BNPB)
Ekspedisi Jalur Sesar Baribis, BPBD Jabar Sosialisasi Bahaya Gempa

Ekspedisi Sesar Baribis akan tersebar ke beberapa titik untuk sosialisasi dan upaya mitigasi bahaya gempa.


Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

2 hari lalu

BNPB memasang rambu peringatan  keberadaan sesar atau patahan di lokasi  Sesar Lembang, utara Bandung, Jumat, 26 April 2019. (Tempo/Anwar Siswadi)
Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

Sampai kedalaman 4,5 meter tanah ditemukan empat kejadian gempa yang berkaitan dengan Sesar Lembang


Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

2 hari lalu

Komplek Situs Candi Muarojambi. TEMPO/Zulkarnain
Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

Pemugaran situs Candi Parit Duku di Jambi mengungkap lima lapisan tanah purba atau lapisan budaya dalam istilah arkeologi.


"Badai Geomagnetik Parah" Melanda Bumi, NOAA Beri Peringatan Dampaknya

2 hari lalu

Gerhana matahari total terlihat di Dallas, Texas, AS, 8 April 2024. NASA/Keegan Barber
"Badai Geomagnetik Parah" Melanda Bumi, NOAA Beri Peringatan Dampaknya

NOAA beri peringatan dampak badai geomagnetik parah yang melanda bumi. Bisa mengganggu komunikasi dan jaringan listrik.


Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

3 hari lalu

Tim peneliti di Telkom University Bandung mengembangkan meteran air dengan sistem token. Gambar atas menunjukkan komponen di bagian dalam alat (Dok. Tim)
Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

Alat dan perangkat lunak meteran air bersistem token yang dikembangkan Telkom University direncanakan masuk ke pasaran.


Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

3 hari lalu

BNPB memasang rambu peringatan  keberadaan sesar atau patahan di lokasi  Sesar Lembang, utara Bandung, Jumat, 26 April 2019. (Tempo/Anwar Siswadi)
Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

Tim BRIN meneliti sejumlah kondisi geologi yang bisa memicu gempa bumi di Indonesia. Salah satunya soal Sesar Lembang dan sesar lain di sekitarnya.