TEMPO.CO, Jakarta - Politeknik Negeri Banjarmasin (Poliban) berkolaborasi dengan PLN Kota Banjarmasin dalam menggagas klaster atau penjepit penangkal petir pada tiang listrik dalam rangka menerapkan pembelajaran berbasis industri atau teaching factory (Tefa) sebagai implementasi Merdeka Belajar. Tefa yang digagas oleh prodi Teknik Mesin Poliban tersebut sudah digunakan oleh PLN Kota Banjarmasin.
Dosen sekaligus Ketua Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Banjarmasin Muhammad Kasim mengatakan awal mula kerja sama dalam pengembangan dan pembuatan penjepit untuk penangkal petir pada tiang listrik tersebut berasal dari kunjungan PLN ke Poliban. “Sempat beberapa kali PLN mengunjungi prodi-prodi di sini, salah satunya Teknik Mesin,” kata dia dikutip dari laman Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-Riset dan Teknologi.
Dalam kesempatan tersebut, PLN meminta mahasiswa untuk membuat alat penjepit. Alat yang dimaksud PLN ini akan digunakan sebagai penangkal petir pada tiang listrik milik PLN untuk meningkatkan keamanan.
"Nah, kebetulan ada mata kuliah saya yang berhubungan dengan pengerjaan alat ini, yaitu Teknik Pengecoran Logam dan mahasiswanya sanggup mengerjakan ini. Jadi, saya persilakan dan saya bimbing,” kata Kasim.
Menurut Kasim, sebelum ada permintaan proyek dari PLN tersebut, para mahasiswa belum pernah melakukan kegiatan praktik pembuatan alat penjepit untuk penangkal petir. Namun mereka sudah diberikan dasar-dasar pembuatannya, misalnya dari menggambar pola dan sebagainya.
Karena itu, kerja sama dengan PLN ini sekaligus menjadi bagian dari praktik langsung para mahasiswa.
Hingga saat ini, PLN sudah memesan sekitar 100 produk atau alat secara bertahap. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk mahasiswa ini sudah layak dan sesuai dengan kebutuhan industri.
“Permintaannya secara bertahap, awalnya pemesanan 17 buah alat, yang kedua 19 buah dan yang terakhir tadi ada 40, totalnya kira-kira sekarang 100 buah alat. Artinya kalau mereka lihat sudah pas, pemesanan itu berlanjut sampai sekarang,” kata Kasim.
Sementara itu, salah satu mahasiswa Prodi Teknik Mesin Poliban Rahmadi mengatakan pembuatan klaster PLN ini memakan waktu sekitar satu pekan. Pada masa awal, proses produksi klaster PLN ini dilakukan dengan menyesuaikan jadwal kuliah.
“Karena dari pihak PLN memang tidak terlalu memberikan batasan waktu,” kata Rahmadi.
Rahmadi dan rekan-rekannya membutuhkan waktu satu pekan untuk membuat pesanan dari PLN. Saat itu, pesanan yang dikerjakan sebanyak 18 buah alat. Pesanan yang terakhir dikerjakan oleh para mahasiswa selama tiga pekan.
Proses pengerjaan pesanan dari PLN tersebut awalnya dikerjakan oleh tiga orang mahasiswa saja. Akan tetapi, karena proyek ini digunakan sebagai nilai praktik, proses pembuatan klaster melibatkan satu kelas.
Rahmadi yang masih duduk di semester empat ini mengaku kegiatan pembuatan alat pesanan dari PLN ini tidak hanya telah menambah kompetensinya, tetapi menjadi pengalaman tambahan tentang praktik pengecoran logam. "Dengan adanya proyek ini, kita mampu menerapkan apa yang telah kita pelajari dan kita dapat pada mata kuliah praktik pengecoran logam,” ujarnya.
Pilihan Editor: PLN Disebut Hambat Izin Pembangunan PLTS Industri, Ini Kata Pakar dan Aktivis Lingkungan