TEMPO.CO, Jakarta - Kabar tentang Niku Banyu (Nikuba) buatan Aryanto Misel belakangan mencuat lagi yang didukung video rekaman di beberapa kanal media sosial. Pembuat Nikuba dan tim pendukungnya mengklaim telah menjalin kerja sama dengan rekanan beberapa perusahaan otomotif ternama di Italia pada Juni lalu.
Nikuba sempat menarik perhatian dosen Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) Pandji Prawisudha. Dia pernah berusaha untuk membelinya pada 2022 seharga Rp 4,5 juta, namun gagal karena Nikuba tidak dijual. “Kami mau cek dengan tata cara ilmiah apakah alat ini memungkinkan atau tidak,” katanya, Selasa, 4 Juli 2023.
Menurut Pandji, alasannya untuk membeli Nikuba saat itu karena ingin menjajal teknologi baru. Rencana awalnya, dia ingin mengetahui proses awal dan hasil dari Nikuba yang menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan seperti sepeda motor. “Kalau itu sudah terbukti dan diizinkan, kita bisa masuk ke dalamnya dengan membongkar alat,” kata dosen di Kelompok Keahlian Konversi Energi itu.
Pada prinsipnya, menurut Pandji, Nikuba dengan kemampuannya menghasilkan hidrogen dari air bukan sesuatu yang aneh. Molekul air, dengan rumus kimia H2O, mengandung hidrogen dan oksigen. Selain dari air, hidrogen bisa diperoleh dari batubara maupun gas alam. Proses elektrolisis lazim digunakan untuk memisahkan hidrogen dalam air dengan menggunakan listrik.
Dari informasi yang didengarnya dan tayangan rekaman video, Nikuba diketahui menggunakan sumber lisrik dari alternator alias dinamo pada kendaraan. “Jadi listriknya diambil dari putaran mesin dan aki,” katanya. Setelah hidrogen terpisah, gas yang tergolong bertekanan super tinggi itu tidak ditampung, melainkan langsung dialirkan ke ruang bakar mesin kendaraan. “Sampai tahap ini memang logis,” ujar dia.
Pada beberapa video dan foto terlihat, Nikuba dipasang di belakang jok sepeda motor. Ketika kendaraan bergerak, alternator menghasilkan listrik untuk memproses hidrogen dari air. Namun ketika kendaraan terpaksa berhenti karena lalu lintas macet misalnya, kata Pandji, maka terjadi kekurangan energi dari hidrogen. “Begitu kena macet di jalan, putaran mesin kendaraan menurun sehingga proses elektrolisis juga jadi tidak terlalu bagus hasilnya,” ujar dia.
Sementara dari pengakuan seorang yang menjajal Nikuba, menurutnya, pemakaian bensin untuk sepeda motornya jadi berkurang. Biasa mengisi ulang tiap 3-4 hari menjadi seminggu sekali. “Berarti Nikuba itu tidak 100 persen menggunakan hidrogen,” ujar Pandji. Penggunaan hidrogen dan bahan bakar minyak seperti bensin pada kendaraan dinilainya tergolong lumrah. “Kalau targetnya (hidrogen) untuk mengirit BBM itu bisa terjadi.”
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.