Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Penjelasan Sains Antraks Serang Gunungkidul, Dampak Buruk Tradisi Brandu

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

image-gnews
Puluhan Warga Gunungkidul Diduga Terjangkiti Antraks
Puluhan Warga Gunungkidul Diduga Terjangkiti Antraks
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus penyakit antraks dilaporkan kembali menjangkiti puluhan warga di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, terpantau setidaknya 85 warga yang dilaporkan positif antraks dengan mayoritas tidak bergejala. Sementara itu, terdapat sedikitnya 23 warga yang bergejala akibat positif antraks dan satu orang di antaranya meninggal.

Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty mengungkapkan semua warga yang positif antraks, baik yang bergejala atau tidak, akan dirawat di rumah dan tidak ada yang dirumah sakit. Nantinya, warga yang terpapar tersebut akan didatangi petugas untuk diberi pengobatan. Selain itu, kondisi mereka pun akan terus dipantau hingga beberapa waktu ke depan.

“Kami akan terus memantau mereka terutama yang bergejala selama 120 hari ke depan,” ucap Dewi saat dihubungi Tempo, Rabu, 5 Juli 2023.

Lantas, apa penyebab munculnya antraks di Gunungkidul? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.


Diduga dari Tradisi Mbrandu

Sebuah tradisi bernama mbrandu diduga menjadi salah satu penyebab munculnya penyakit antraks di Gunungkidul, Yogyakarta, baru-baru ini. Tradisi ini bukan seperti Sekatenan di Yogya, atau Ngaben di Bali yang merupakan kekayaan budaya etnis.

Mbrandu adakah kegiatan saat ada ternak, biasanya kambing, sapi, atau kerbau terkena masalah dan dikhawatirkan akan mati, maka hewan itu disembelih lalu dibagi ke dalam paket atau bagian-bagian. Misalnya, jika ada sapi sakit atau luka yang diperkirakan tak bakal sembuh, pemilik menawarkan ke warga sekitar agar hewan itu di-brandu.

Bila ada 30 pem-brandu, maka sapi yang disembelih itu dijual kepada sejumlah orang itu. Tentu, harga daging sapi yang di-brandu ini lebih murah dibandingkan dengan harga pasar. Di Gunungkidul, tradisi untuk membeli hewan ternak dengan metode brandu ini diduga menjadi sarana utama penyebaran antraks dari hewan ke manusia.

Pada kasus di Dusun Jati, Gunungkidul ini, seekor ternak berupa sapi mati karena sakit. Setelah itu, warga membeli sapi itu untuk kemudian disembelih dan dimakan. Tetapi, tanpa disadari ternyata sapi tersebut telah terjangkit Antraks. Alhasil, saat sapi tersebut disembelih, darah yang mengalir berubah menjadi spora yang dapat menjangkiti manusia.

Melansir laman pemberdayaan.gunungkidulkab.go.id, pada 2020, Pemkab Gunungkidul pernah menyinggung soal mengkonsumsi daging sapi mati atau mbrandu dan kaitannya dengan kasus Antraks yang terjadi saat itu.

Mereka meminta masyarakat lebih meningkatkan kewaspadaan dan berhati-hati jika ada kejadian sapi yang tiba-tiba sakit dan mati mendadak. Warga diminta segera melaporkan kepada petugas (puskeswan) untuk dilakukan pemeriksaan, bukan malah menjualnya dengan dalih tak ingin rugi.

Baca juga: Penyakit Antraks Muncul Lagi, Bagaimana Penyebaran dan Pencegahannya?

Mengenal Penyakit Antraks

Melansir dari situs Balai Besar Veteriner Wates, antraks (anthrax) adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis yang bersifat akut dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia.

Jika bakteri penyebab antraks terpapar udara, maka akan membentuk spora yang dapat bertahan terhadap berbagai kondisi lingkungan serta bahan kimia, seperti disinfektan. Selain itu, bakteri ini juga dapat bertahan dan sulit dieliminasi selama puluhan tahun di dalam tanah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena keberadaan spora yang merupakan sumber infeksi ini ditemukan di tanah, antraks juga kerap disebut sebagai “penyakit tanah”. Meski begitu, bakteri berbentuk batang ini hidup dan berkembang biak di dalam tubuh hewan atau manusia yang terinfeksi.

Ternak yang terserang antraks umumnya akan mengalami demam tinggi sebagai gejala awal infeksi. Ternak kemudian mengalami gelisah, kesulitan bernapas, kejang, hingga kematian. Selain itu, sering juga ditemukan adanya ekskreta berupa darah yang keluar dari lubang kumah, seperti hidung, mulut, dan telinga. Tak jarang juga perut hewan yang tampak kembung bila tidak mengeluarkan darah.

Berdasarkan kanal resmi Kementerian Kesehatan, antraks pada manusia terbagi dalam empat jenis berbeda menurut gambaran klinisnya. Mulai dari antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru-paru, dan antraks meningitis. Antraks kulit menjadi penyakit yang paling sering terjadi dan dapat diobati dengan melakukan berobat jalan bila tidak ada infeksi lain. Sementara itu, antraks pencernaan umumnya terjadi karena daging dari hewan yang terinfeksi tidak dimasak dengan sempurna. Sedangkan, untuk antraks paru-paru dan meningitis sangat jarang terjadi.


Cara Penularan Antraks Pada Manusia

Antraks merupakan penyakit zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Manusia bisa tertular jika terpapar melalui luka terbuka di kulit, menelan atau menghirup spora antraks.

Lebih dari 90 persen kasus antraks yang dijumpai pada manusia adalah jenis antraks kulit. Infeksinya melalui luka terbuka di kulit yang merupakan transmisi paling umum. Gejala yang muncul dari infeksi ini meliputi ruam, benjolan, dan kemerahan pada kulit yang disertai perih dan gatal pada bagian tengah berwarna kehitaman.

Selain itu, di sekitar kulit yang terinfeksi juga umumnya terjadi pembengkakan kelenjar getah bening. Bahkan, tak jarang gejalanya disertai dengan demam, lemah, mual, dan mentah. Adapun cara pengobatannya dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik, seperti ciprofloxacin dan doxycycline dan disertai antitoksin.

VIVIA AGARTHA F | RADEN PUTRI | PRIBADI WICAKSONO

Pilihan Editor: Antraks Gunungkidul, Apa Bakteri Penyebab Penyakit Itu?

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Nadiem Makarim Ingin Mahasiswa Ikut Kegiatan Asah Minat, Bakat, dan Kepemimpinan

11 hari lalu

(paling kiri dan kanan) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Makarim beserta istri, Franka Franklin bersama Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana. Foto: Instagram/@nadiemmakarim
Nadiem Makarim Ingin Mahasiswa Ikut Kegiatan Asah Minat, Bakat, dan Kepemimpinan

Nadiem Makarim meminta kepada para mahasiswa untuk bisa terlibat beragam aktivitas yang mampu mengasah minat, bakat, kepemimpinan dan kepedulian.


Awal Musim Hujan DIY Mundur 30 Hari Dibandingkan Periode 30 Tahun Terakhir

15 hari lalu

Relawan membersihkan diri menggunakan air hasil percobaan pemompaan dari Gua Cikal, Gunungkidul, DI Yogyakarta, 15 Oktober 2020. Pendiri komunitas relawan Save Rescue Agus Fitriyanto Hidayat mengatakan saat ini timnya masih melakukan tes pemompaan air dari Gua Cikal untuk mengukur volume tampungan sumber mata air. Mereka berharap sumber-sumber air yang bisa di angkat ini dapat dimanfaatkan masyarakat dan menjadi solusi masalah kekeringan di Gunungkidul. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Awal Musim Hujan DIY Mundur 30 Hari Dibandingkan Periode 30 Tahun Terakhir

BMKG Yogyakarta menyebut Kabupaten Kulon Progo diprakirakan memasuki musim hujan lebih awal pada November 2023 dibanding wilayah lain di DIY.


Terbang Bebas Harga Beras

18 hari lalu

Terbang Bebas Harga Beras

Pemerintah kesulitan mengerem kenaikan harga beras di pasar. Untuk menekan harga, pemerintah mulai menggelontorkan bantuan sosial berupa beras.


Penanda Bergabungnya 2 Kerajaan di Yogyakarta dengan NKRI 78 Tahun lalu

24 hari lalu

Sultan Hamengkubuwono IX setelah dinobatkan, 18 Maret 1940. Dok. Perpustakaan Nasional/ Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Penanda Bergabungnya 2 Kerajaan di Yogyakarta dengan NKRI 78 Tahun lalu

Sebelum menjadi provinsi, Yogyakarta memiliki pemerintahannya sendiri. Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman bergabung dengan RI pada 5 September 1945


Peringatan 11 Tahun UU Keistimewaan Yogyakarta, Ini Sejarah Benteng Baluwerti Keraton

29 hari lalu

Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta. (Dok. Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta)
Peringatan 11 Tahun UU Keistimewaan Yogyakarta, Ini Sejarah Benteng Baluwerti Keraton

Benteng Baluwerti yang mengelilingi Keraton Yogyakarta dulunya merupakan pertahanan dari serangan penjajah.


4 Hewan Ternak Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Paling Banyak

32 hari lalu

Dokter hewan dari Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Kota Palembang dibantu peternak menyuntikkan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) kepada sapi saat Vaksinasi PMK Hewan Ternak di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa 28 Juni 2022. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mendapatkan bantuan 12.200 dosis vaksin PMK dari Pemerintah Pusat yang akan digunakan untuk mengendalikan penyebaran PMK di 17 kabupaten di Sumatera Selatan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
4 Hewan Ternak Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Paling Banyak

Sapi adalah hewan ternak penyumbang emisi gas rumah kaca paling banyak. Selain itu ada domba, kambing, babi, dan unggas.


Tanah Milik Keraton Terbakar, Sultan Hamengku Buwono X: Hati-hati Buang Puntung Rokok

36 hari lalu

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X (kiri) dan  Wakil Gubernur DIY Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan usai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY di Istana Negara, Jakarta, Senin 10 Oktober 2022. Presiden Joko Widodo melantik Sri Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam X sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY masa jabatan 2022-2027 sesuai dengan Undang-Undang No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Tanah Milik Keraton Terbakar, Sultan Hamengku Buwono X: Hati-hati Buang Puntung Rokok

Sultan Hamengku Buwono X meminta masyarakat daerah ini agar berhati-hati membuang puntung rokok pada lahan atau hutan yang tanamannya sudah kering.


Perbedaan Daging Merah dan Daging Putih

40 hari lalu

Ilustrasi daging merah. Pixabay.com
Perbedaan Daging Merah dan Daging Putih

Daging merah dan daging putih sebutan untuk berbagai jenis produk hewani berdasarkan warna dan nutrisinya


Daftar 10 Lokasi Polusi Udara Paling Parah di Indonesia versi Nafas Pagi Ini

44 hari lalu

Warga melihat pemandangan Kota Jakarta yang diselimuti polusi udara pada Selasa, 25 Juli 2023. Berdasarkan data IQAir pukul 16.29 WIB, Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 168 atau masuk kategori tidak sehat. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Daftar 10 Lokasi Polusi Udara Paling Parah di Indonesia versi Nafas Pagi Ini

Nafas, perusahaan kualitas udara berbasis teknologi yang membantu warga untuk hidup sehat merilis ranking wilayah dengan polusi udara tinggi.


Sepakat Impor Sapi dari Brazil, Luhut Prediksi Harga Daging pada Maret 2024 di Bawah Rp 100 Ribu

45 hari lalu

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui awak media usai acara konferensi pers International and Indonesia CCS Forum 2023 di Jakarta pada Selasa, 30 Mei 2023. TEMPO/Amelia Rahima Sari.
Sepakat Impor Sapi dari Brazil, Luhut Prediksi Harga Daging pada Maret 2024 di Bawah Rp 100 Ribu

Menteri Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia telah sepakat mengimpor sapi dari Brazil.