TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) Pandji Prawisudha mengungkap faktor risiko keamanan pemakaian alat penghasil gas hidrogen untuk energi kendaraan seperti Niku Banyu atau Nikuba di jalan raya. Menurutnya, penggunaan hidrogen berpotensi bagus sekaligus berbahaya.
Gas hidrogen sebagai bahan bakar pada Nikuba berasal dari air yang dipisahkan molekulnya. Proses elektrolisis lazim digunakan untuk memisahkan hidrogen dan oksigen dalam air dengan menggunakan arus listrik.
Secara stoikiometrik atau ilmu kimia yang mempelajari tentang kuantitas suatu zat, kata Pandji, dari 36 gram air misalnya bisa dipecah menjadi 4 gram hidrogen dan 32 gram oksigen. Jika di dalam reaktornya ada 200 mililiter atau 200 gram air, kira-kira bisa menghasilkan 22 gram hidrogen. “Ini setara dengan sekira 60 mililiter bensin,” katanya, Kamis, 6 Juli 2023.
Potensi bahaya pada gas hidrogen sama seperti bensin. Misalnya, jika terjadi kebocoran seperti pada selang, bisa terjadi ledakan dan kebakaran jika tersulut sumber api. “Karena (hidrogen) punya kandungan energi yang tinggi dan daya ledaknya juga besar,” kata pengajar di Kelompok Keahlian Konversi Energi itu. Faktor risiko bahaya lain seperti kejadian tabrakan.
Karena itu, menurut Pandji, sistem keamanan pemakaian gas hidrogen pada kendaraan harus teruji dengan berbagai kondisi, termasuk "produk harus tahan terhadap kebodohan", misalnya terkait dengan perilaku orang yang berkendara sambil merokok. “Sistemnya harus dibuat aman, kalau ada orang merokok dia nggak apa-apa, artinya tidak ada kebocoran,” ujarnya.
Selain itu, Pandji mencatat risiko lain penggunaan gas hidrogen pada kendaraan, yaitu ketika bereaksi dengan oksigen maka akan menghasilkan air. Jika memakai bensin menghasilkan emisi karbondioksida dan ada air juga, keluaran dari bahan bakar hidrogen berupa uap air. Dampak risikonya pada saluran pembuangan di kendaraan. “Kemungkinan terjadinya korosi dan karat lebih besar,” kata dia.
Kabar tentang Nikuba belakangan mencuat lagi yang didukung video rekaman di beberapa kanal media sosial. Pada Juni lalu pembuat Nikuba dan tim pendukungnya mengklaim telah menjalin kerja sama dengan rekanan beberapa perusahaan otomotif ternama di Italia.
Nikuba buatan Aryanto Misel sempat menarik perhatian Pandji. Dia pernah berusaha untuk membelinya pada 2022 seharga Rp 4,5 juta. “Kita mau cek dengan tata cara ilmiah apakah alat ini memungkinkan atau tidak,” katanya. Namun upaya itu gagal karena Nikuba tidak dijual.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.