TEMPO.CO, Jakarta - Wabah antraks sering terjadi di Indonesia, khususnya di daerah Jawa Tengah. Tahun ini, wabah tersebut muncul kembali dan menyerang hewan ternak sapi di wilayah Gunungkidul, Yogyakarta.
"Kasus ini tidak hanya terjadi sekarang, dua tahun lalu juga terjadi, kalau tidak di Gunungkidul, ya di Kabupaten Sleman," kata Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, Rabu, 5 Juli 2023.
Jika menilik ke belakang, dilansir dari laman Dinas Kesehatan Jawa Tengah, wabah ini pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1832, tepatnya di Kecamatan Tirawuta dan Mowewe Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Kemudian, di tahun 1969 dilaporkan sebanyak 36 orang meninggal setelah mengkonsumsi daging di Kecamatan Tirawuta, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Tahun 1973 dilaporkan bahwa tujuh orang meninggal setelah mengkonsumsi daging di Loeya Kecamatan Tirawuta, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Pada tahun 1976 ditemukan antraks tipe kulit di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, yang berlanjut hingga 1977 ke Kabupaten Sumbawa Besar dan Dompu. Penyakit ini kemudian menyebar dan berkembang setiap tahunnya ke provinsi-provinsi lainnya hingga tahun 2023.
Berikut perjalanan wabah antraks di Indonesia:
1.1985: Irian Jaya Kabupaten Paniai
Terjadi wabah di mana ribuan babi mati karena terserang antraks. Wabah di tahun ini memakan korban sebanyak 11 orang yang meninggal dikarenakan memakan daging bagi yang sudah terkena antraks.
2.1990: Jawa Tengah
Terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di tujuh desa Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang; satu desa di Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak; dan tiga desa di Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Pada kasus ini, terdapat 48 yang terkena antraks, namun tidak ditemukan kematian.
3. 2000, 2001, dan 2007: Jawa Barat
Wabah terjadi di Kabupaten Purwakarta pada tahun 2000. Awalnya antraks hanya menyerang peternakan burung unta, kemudian menyebar ke manusia dan menyerang 32 orang. Pada kasus ini tidak ditemukan kematian. Kemudian di Kabupaten Bogor pada tahun 2001 terdapat jumlah kasus 22 orang dengan kematian dua orang.
4.2007: NTT
Terjadi KLB di Kabupaten Sumba Barat dengan jumlah kasus 13 orang dan kematian sebanyak lima orang.
5.2010-2015: Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah
Tidak ditemukan data untuk tahun 2010, namun berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, di tahun 2011 terdapat sebanyak 41 orang terkena antraks, dan 22 orang di tahun 2012. Di tahun 2013 turun menjadi 11 orang, namun memakan satu korban jiwa, dan di tahun 2014 meningkat lagi menjadi 48 orang dan memakan tiga korban jiwa. Kemudian turun lagi di tahun 2015 menjadi tiga orang yang terkena antraks.
6. 2016-2018: Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan NTB
Pada tahun 2016 di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, serta Jawa Timur terdapat total 52 orang yang terkena antraks. Lalu di 2017 terdapat total 77 orang seperti di Gorontalo 45 orang, Jawa Timur 25 orang, DI Yogyakarta empat orang dan satu meninggal, Sulawesi Selatan dua orang dan NTT satu orang. Di tahun 2018, terdapat total sembilan kasus. Kasus antraks sebanyak delapan kasus dari Jawa Timur dan satu kasus dari Sulawesi Selatan
7. 2020-2022: DI Yogyakarta, Gorontalo Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan
Hingga kini, wabah antraks masih menyerang manusia dan hewan ternak. Dilansir dari laman Situasi Penyakit Hewan Nasional, sebanyak 11 kasus di 2020 yang memakan banyak korban hewan di DI Yogyakarta dan Gorontalo. Kemudian 21 korban hewan di 2021 yang tersebar di DI Yogyakarta (4 sapi dan 2 kambing), Jawa Tengah (2 sapi), Jawa Timur (6 sapi), dan NTB (7 sapi) dan di tahun 2022 sebanyak 10 kasus pada hewan di DIY (6 Sapi dan 2 Kambing), Jawa Timur (1 Kambing), serta Sulawesi Selatan (1 Sapi).
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.