TEMPO.CO, Jakarta - Tim mahasiswa dan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) tengah berupaya membuat air susu ibu atau ASI menjadi susu bubuk. Menurut dosen Sekolah Farmasi ITB Amirah Adlia yang ikut membantu tim, diperlukan waktu sekitar setahun untuk menyiapkan pengolahannya bagi publik. Saat ini, meskipun ASI telah berhasil dibuat menjadi susu bubuk, namun masih diperlukan berbagai pengujian dan optimasi alat.
Amirah mengatakan pengembangan ASI menjadi susu bubuk tidak spesifik ke penelitian, melainkan ke pengujian purwarupa produk. “Karena ini sudah di hilir,” kata dosen Teknologi Farmasi itu, Jumat, 7 Juli 2023.
Tim mahasiswa dan dosen ITB, serta contoh ASI bubuk mereka meraih juara ajang Inovasi Digital dan Teknologi Astranauts 2023 pada Juni lalu di kategori Out of the Box yang melombakan ide baru dan unik.
Tim yang dinamakan Mengasihi itu beranggotakan Zakaria Khoiri Hermawan, Desya Zalfa, Muhammad Razan, dan Adi Mahendra Wibowo. Mereka mahasiswa program studi Kewirausahaan di Sekolah Bisnis Manajemen ITB 2021-2024 yang bekerja sama dengan dosen Sarah Ismullah dan Amirah Adlia dari Sekolah Farmasi ITB.
Label Kinasih mereka siapkan untuk susu bubuk hasil jasa pengolahan ASI yang bersifat individual, bukan produk massal. Pengolahannya menggunakan teknologi pengeringan beku (freeze drying). “Problemnya dengan instrumen yang ada pengeringannya lama sehingga biayanya tinggi,” kata Amirah.
Hasil pengujian protein dari ASI dalam kondisi beku dengan yang sudah menjadi bubuk terhitung relatif sama. “Berkurang ada, tapi tidak signifikan,” ujar dia. Idealnya pengukuran dilakukan secara spesifik sesuai parameter untuk menentukan kualitas ASI, seperti kandungan asam amino. Selain itu soal keberadaan mikroba karena ada yang tergolong baik pada ASI.
Pengujian juga perlu melibatkan paling tidak 15 atau 20 orang yang memberikan ASI untuk sampel. Semakin banyak hasil pengujian diharapkan akan lebih baik. Faktor lain terkait dengan uji stabilitas, misalnya ketahanan ASI bubuk yang disimpan dalam suhu ruang dan di kulkas. Masa pengujiannya ditaksir selama enam bulan, ditambah persiapan lain. “Alatnya, tempat, setahun amannya baru bisa launching,” kata Amirah.
Peminat nantinya bisa membawa simpanan ASI miliknya untuk diolah menjadi susu bubuk setelah dibekukan. Dalam pengolahannya, ASI yang diserahkan tidak lantas dicampur dengan ASI konsumen lain, melainkan masing-masing. “Untuk menghindari terjadinya saudara sepersusuan,” ujar Desya, anggota tim mahasiswa.
Gagasan membuat Kinasih terkait peluang dan teknologi yang bisa mendukung pembuatan ASI dalam bentuk bubuk. Selain itu, menurut Desya, mereka ingin menawarkan solusi bagi ibu pekerja yang kesulitan memberikan ASI bagi bayinya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.