TEMPO.CO, Jakarta - Kawasan Dieng, Jawa Tengah, kembali membeku dengan suhu di bawah 0 derajat Celcius baru-baru ini. "Dieng membeku maning kak, suhu -3,5°C, Kamis, 27 Juli 2023. Dieng membeku ke-7 kalinya di tahun 2023,” tulis akun FestivalDiengID.
Pada postingan tersebut juga diberikan video yang memperlihatkan lapangan dengan rumput yang membeku. Saat diperlihatkan termometer, tampak air raksa enggan naik menuju angka 0, alias bertahan di suhu minus.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Didi Satiadi, mengatakan hal itu sebagai fenomena embun es atau “frost”, yaitu lapisan tipis kristal es yang terbentuk di suatu permukaan ketika suhunya turun di bawah titik beku air (0°C) dan udara yang lembab.
“Fenomena ini biasanya terjadi ketika cuaca dingin, biasanya pada malam hari atau dini hari ketika suhu sangat rendah,” ujarnya lewat pesan singkat, Jumat, 28 Juli 2023.
Ia menjelaskan bahwa embun es terbentuk melalui proses deposisi, di mana uap air berubah langsung menjadi es. Ketika suhu udara turun, uap air akan mengembun dan mengkristal di atas permukaan seperti rumput, daun, dahan pohon dan bebatuan.
Negara tropis
Walaupun wilayah tropis seperti Indonesia umumnya memiliki iklim yang hangat, dalam kondisi cuaca tertentu embun es dapat terbentuk di dataran tinggi, di mana suhu biasanya lebih dingin. “Suhu di dataran tinggi biasanya lebih dingin daripada di dataran rendah karena tekanan udara semakin berkurang bersama dengan ketinggian,” jelas Didi.
Suhu udara biasanya turun sekitar 1 °C setiap kenaikan elevasi 100 m. Misalnya untuk wilayah dataran tinggi Dieng dengan elevasi sekitar 2.000 m, maka suhu dapat turun sebesar 20°C.
Sebagai contoh, apabila suhu di dataran rendah 30°C, maka suhu di dataran tinggi Dieng dapat mencapai sekitar 10 °C. Suhu yang lebih rendah lagi dapat terjadi di dataran tinggi pada malam hari atau dini hari.
Selain elevasi, faktor cuaca yang dapat mendukung pembentukan embun es adalah malam yang cerah dan tenang. Di malam yang cerah dengan sedikit awan, pendinginan radiatif (radiative cooling) akan maksimal. Pendinginan radiatif adalah proses turunnya suhu permukaan ketika panas permukaan dilepaskan ke ruang angkasa sebagai radiasi gelombang panjang.
Pendinginan radiatif akan lebih efektif ketika langit cerah tanpa awan, karena panas dilepaskan langsung ke angkasa tanpa dipantulkan kembali ke Bumi oleh adanya awan. Kondisi langit yang cerah biasanya terjadi terutama pada musim kemarau seperti di bulan Juni-Juli-Agustus (JJA). Pada musim kemarau, angin monsun Australia yang dingin dan kering cenderung mengurangi jumlah awan di atas wilayah Indonesia.
Selain itu, ketika malam relatif tenang, proses percampuran udara di permukaan (mixing) akan minimal sehingga suhu dingin tersebut cenderung menetap di permukaan dan mendukung terbentuknya embun es. Faktor cuaca lainnya yang diperlukan dalam pembentukkan embun es adalah adanya kandungan uap air yang cukup di dekat permukaan, serta suhu permukaan yang lebih rendah daripada suhu dewpoint/frostpoint (titik embun/beku), yaitu suhu ketika air atau es mulai terbentuk.
Dengan demikian, fenomena embun es bisa saja terjadi di wilayah tropis yang hangat seperti Indonesia, apabila kondisi cuaca setempat mendukung, seperti di tempat dengan elevasi tinggi, kandungan uap air yang cukup, terjadinya pendinginan radiatif maksimal, dan suhu yang rendah di bawah titik embun/beku. Fenomena embun es biasa terjadi pada malam/dini hari yang cerah dan tenang di musim kemarau atau ketika kondisi cuaca mendukung.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.