TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Disabilitas (KND) menyebut hanya 2,8 persen penyandang disabilitas di Indonesia dapat menempuh edukasi sampai jenjang pendidikan tinggi.
“Saat ini hanya 2,8 persen penyandang disabilitas yang mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Penyandang disabilitas sulit untuk mendapatkan hak pendidikan karena berbagai alasan,” kata Anggota KND Jona Aman Damanik di Jakarta pada Selasa, 22 Agustus 2023.
Berbagai faktor yang disebut mempengaruhi pendidikan penyandang disabilitas, yakni status sosial ekonomi, stigma penyandang disabilitas, aksesibilitas dan akomodasi yang layak belum terpenuhi. “KND diberi amanah untuk melakukan tugas dan fungsinya yang meliputi pemantauan, evaluasi dan advokasi pada penghormatan, perlindungan dan pemenuhan 22 hak penyandang disabilitas,” kata Jona.
Hak-hak tersebut ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Berdasarkan UU tersebut, penyandang disabilitas memiliki hak-hak di antaranya hak hidup; bebas dari stigma; privasi; keadilan dan perlindungan hukum; pendidikan; kesehatan; politik; keagamaan; kesejahteraan sosial; aksesibilitas; pelayanan publik dan lain-lain.
Dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 86 Tahun 2020, KND diberi tanggung jawab untuk mengharmonisasi dan mengimplementasikan hak-hak tersebut. Tetapi, saat ini baru ada 120 daerah yang mempunyai kebijakan terkait penyandang disabilitas. Oleh karena itu, KND menganggap perlu dibicarakan payung hukum di daerah-daerah yang belum memilikinya.
Kerja sama dengan perguruan tinggi
Menghadapi problematika ini, KND melakukan program pendekatan dengan berbagai perguruan tinggi untuk mendekatkan sivitas akademika dengan penyandang disabilitas. Salah satunya adalah dengan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA’45) Jakarta.
“Kami bersyukur Fakultas Hukum UTA’45 Jakarta menyiapkan 14 pengacara untuk membantu teman-teman disabilitas yang berhadapan dengan hukum, karena setiap harinya kami menerima laporan mengenai kekerasan yang dialami oleh penyandang disabilitas maupun kekerasan seksual,” ujar Jona.
Ketua Umum KND, Dante Rigmala mengatakan negara harus hadir untuk memastikan kesetaraan warga negara penyandang disabilitas, termasuk kesetaraan hak-haknya. “Untuk itu negara hadir melalui KND yang punya tugas pemantauan, evaluasi, dan akreditasi atas perlindungan hak disabilitas, baik yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat umum, dalam kaitan ini KND yang merupakan lembaga pemantau,” kata dia.
Kerja sama KND dengan UTA’45 Jakarta diharapkan menjadi dapat mendukung penyandang disabilitas untuk meraih kesempatan belajar di jenjang pendidikan tinggi.
Wakil Rektor II UTA’45 Jakarta Brian Matthew menegaskan bahwa perguruan tinggi perlu menyediakan fasilitas yang memadai bagi para penyandang disabilitas. “Selain itu juga perlu menyediakan sistem pembelajaran yang ramah disabilitas,” kata dia.
Dekan FH UTA’45 Jakarta Wagiman menyampaikan pihaknya menyediakan sistem Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) bagi penyandang disabilitas yang melanjutkan pendidikan di universitas tersebut.
ANTARA
Pilihan Editor: Mengenal 5 Predikat Kelulusan di Perguruan Tinggi