TEMPO.CO, Jakarta - Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menyebutkan bahwa kebijakan bekerja dari rumah (WFH) yang diambil Pemerintah DKI Jakarta tidak bisa membersihkan udara Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta memberlakukan WFH bagi 50 persen ASN sejak 21 Agustus 2023.
"Untuk langit biru, atasi semua sumber polusi utama," ujar CREA dalam laporan yang menyoroti data polusi udara Jakarta tahun 2020-2023 yang dikeluarkan baru-baru ini. CREA adalah organisasi penelitian independen yang fokus mengungkap tren, penyebab, dan dampak kesehatan, serta solusi terhadap polusi udara.
CREA menyebutkan tingkat polusi udara Jakarta yang tinggi disebabkan oleh emisi dari beberapa sektor utama penghasil emisi, yaitu pembangkit listrik, industri, transportasi, dan pembakaran lahan terbuka.
Polusi udara merupakan campuran dari emisi lokal yang terjadi di dalam kota dan polutan dari kendaraan berbahan bakar fosil dalam jangka panjang dari sejumlah provinsi tetangga. "Jakarta memerlukan kebijakan regional yang mampu mengatasi semua sektor penghasil emisi terbesar, bukan sekadar trik yang ditujukan pada sebagian kecil dari permasalahan tersebut," ujar CREA.
Kendaraan Jadi Kambing Hitam
CREA membandingkan tingkat polusi udara pada tahun-tahun ketika mobilisasi warga menurun drastis akibat Covid-19. Analisis data menunjukkan bahwa tidak ada penurunan tingkat polusi udara yang terdeteksi selama PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) akibat Covid-19.
Bukti lain juga menunjukkan bahwa perjalanan pulang pergi dan menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil bukan penyebab utama polusi udara di Jakarta. Pada Sabtu dan Minggu tingkat kemacetan turun rata-rata sebesar 45 persen, tetapi tingkat polusi PM2.5 hanya turun sebesar 4 persen.
Terlihat, transportasi bukanlah satu-satunya sumber polusi udara di Jakarta. Selain itu, transportasi yang mencakup truk, bus, dan kendaraan lain tidak terlalu terpengaruh oleh kebijakan Work From Home (WFH) atau pola hari kerja-akhir pekan.
CREA menilai sebagian besar emisi sektor transportasi yang berdampak pada Jakarta berasal dari luar kota. Emisi itu bergerak jauh karena kondisi meteorologi, dan tetap berada di udara dalam jangka waktu yang lama.
Menurut CREA, kendaraan pribadi dan roda dua di Jakarta yang dijadikan tersangka utama polusi di Jakarta tampaknya menjadi cara bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan dalam menangani sumber utama pencemaran secara sistematis di tingkat daerah. "Kementerian mengabaikan kontribusi pembangkit listrik tenaga batu bara terhadap polusi yang terjadi baru-baru ini," ujar CREA.
CREA menambahkan, pemodelan pada periode Juli hingga Agustus 2023 menunjukkan bahwa tingkat polusi udara per jam berkorelasi dengan lepasan emisi berbagai pembangkit listrik tenaga batu bara yang mencapai Jakarta, yang secara jelas menunjukkan kontribusi sektor ketenagalistrikan dan emisi terkait yang terjadi di luar Jabodetabek terhadap tingkat polusi di Jakarta.
Pada hari-hari tertentu, kontribusi pembangkit listrik tenaga batu bara bervariasi dari 5 persen hingga 31 persen terhadap polusi PM2.5.
CREA menyebutkan bahwa Jakarta dikelilingi selusin pembangkit listrik tenaga batu bara besar dalam jarak 100 kilometer. Organisasi itu telah memodelkan kontribusi pembangkit listrik tenaga batubara di sekitar Jakarta dengan menggunakan model HYSPLIT, yang mampu menggunakan data cuaca mendekati waktu sesungguhnya, sehingga memungkinkan penilaian terhadap sumber polusi udara yang terjadi.
Selain itu, pengukuran PM2.5 setiap jam dari stasiun pemantauan Kedutaan Besar AS di Jakarta Pusat telah menunjukkan korelasi yang kuat dengan model asap pembangkit listrik tenaga batubara yang mencapai lokasi tersebut.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.