TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mencatat jumlah sekolah reguler yang menjadi penyelenggara sekolah inklusi terus bertambah setiap tahun. Hingga September 2023, jumlahnya mencapai 44.477 sekolah.
"Data terbaru ada 44.477 sekolah yang tersebar di seluruh provinsi," kata Asisten Deputi Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar dan Menengah, Kemenko PMK Jazziray Hartoyo, Kamis, 5 Oktober 2023.
Pada 2021, sekolah reguler yang menerima anak berkebutuhan khusus tercatat sebanyak 35.802 sekolah. Pada 2022, jumlahnya naik menjadi 40.928 sekolah.
Jazziray menjelaskan sekolah inklusi memiliki semangat untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak, termasuk penyandang disabilitas untuk belajar dan berkembang di sekolah reguler. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penyelenggara pendidikan inklusi, total siswa berkebutuhan khusus yang mengenyam pendidikan di sekolah tersebut juga naik menjadi 146.205 siswa.
Jumlah tersebut naik sebanyak 20 ribu dibandingkan dua tahun sebelumnya. "Di tahun 2023 ada 146.205 siswa, sedangkan tahun 2021 sebanyak 126.458 orang," kata Jazziray.
Menurut Jazziray, angka tersebut merupakan akumulasi dari siswa yang duduk di bangku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan (SMA/SMK).
Berdasarkan aturan yang berlaku, setiap sekolah baik negeri maupun swasta wajib untuk menjadi sekolah inklusi, apabila ada siswa berkebutuhan khusus yang ingin masuk ke sekolah tersebut. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, serta Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Akomodasi yang Layak Untuk Peserta Didik Penyandang Disablitas.
Untuk mendukung pelaksanaan sekolah inklusi, pemerintah juga menyediakan guru pendamping khusus (GPK) untuk mendampingi siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. "Seperti biasa, sekolah pasti akan mengisi data pokok pendidikan, jika ada anak berkebutuhan khusus, pasti kami akan segera siapkan," kata Jazziray.
Penyediaan guru akan dilakukan melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai lembaga teknis dalam program sekolah inklusi. Kemendikbudristek juga tengah menyusun pendidikan dan pelatihan (diklat) berjenjang bagi para guru di sekolah reguler yang menjadi penyelenggara sekolah inklusi.
Menurut Jazziray, diklat itu untuk meningkatkan kompetensi guru supaya jumlah GPK bisa bertambah. "Diharapkan ada peningkatan kompetensi guru di sekolah reguler dalam mendidik anak berkebutuhan khusus, agar jumlahnya makin masif dan merata," ujarnya.
Pilihan Editor: Cerita Para Juara O2SN PDBK, Raih Prestasi di Tengah Keterbatasan